The Innovators - Walter Isaacson - 05



Dalam makalah yang ditulis untuk merayakan ulang tahun kesepuluh transistor, yang terbit pada 1957, tepat ketika Fairchild Semiconductor baru berdiri dan Sputnik diluncurkan, seorang eksekutif Bell Labs mengidentifikasi satu masalah yang disebut “tirani angka-angka”. Seiring dengan bertambahnya jumlah komponen dalam sirkuit, jumlah sambungan malah bertambah lebih cepat. Contohnya, jika sebuah sistem memiliki sepuluh ribu komponen, kira-kira dibutuhkan 100 ribu atau lebih sambungan kawat pada papan sirkuit, yang harus disolder dengan tangan. Kondisi ini bukanlah resep untuk produk andal.
Akan tetapi, kendala memang merupakan resep untuk inovasi. Kebutuhan memecahkan persoalan yang kian mendesak muncul berbarengan dengan ratusan kemajuan kecil dalam teknik manufaktur semikonduktor. Kombinasi ini menghasilkan inovasi yang lahir secara independen di dua tempat berlainan, yaitu Texas Instruments dan Fairchild Semiconductor. Hasilnya ialah sirkuit terpadu alias microchip.

JACK KILBY
Jack Kilby adalah satu lagi anak desa Midwest yang gemar mengotak-atik barang di bengkel bersama ayahnya dan merakit radio amatir.1 “Saya tumbuh besar di antara keturunan pionir barat yang rajin-rajin,” dia menyatakan ketika memenangi Nobel.2 Dia dibesarkan di Great Bend, di tengah-tengah Kansas, tempat ayahnya mengelola perusahaan listrik lokal. Pada musim panas mereka naik mobil keluarga, Buick, ke area pembangkit listrik nun jauh dan, apabila mobil mogok, mengecek kendaraan bersama-sama untuk mencari sumber masalah.
Suatu saat ketika badai salju menerjang, mereka menggunakan radio amatir untuk menjalin kontak dengan para pelanggan yang akses teleponnya terputus dan Kilby belia pun terkagum-kagum akan arti penting teknologi semacam itu. “Saat badai es sewaktu saya remaja,” katanya kepada T.R. Reid dari Washington Post, “saya melihat untuk kali pertama bahwa radio pada khususnya dan alat elektronik pada umumnya benar-benar bisa memengaruhi kehidupan orang. Berkat (radio, yang menjadi) sarana informasi dan komunikasi dengan dunia luar, orang-orang jadi memiliki harapan.”3 Dia belajar untuk mendapatkan lisensi operator radio amatir dan terus memutakhirkan radio menggunakan komponen-komponen yang dipulungnya.
Setelah ditolak MIT, Kilby masuk ke Universitas Illinois, cuti kuliah selepas serangan Pearl Harbor untuk bergabung dengan Angkatan Laut. Ditugaskan di fasilitas reparasi radio di India, Kilby sering bolak-balik ke Kolkata untuk membeli komponen di pasar gelap, kemudian menggunakan komponen itu buat merakit receiver dan transmitter yang lebih bagus di lab tenda.
Dia pria lembut yang murah senyum dan ramah, sekalipun tidak banyak bicara. Yang istimewa dari Kilby ialah dahaganya yang tak terpuaskan akan inovasi baru. Dia suka membaca informasi mengenai tiap paten baru yang dikeluarkan. “Kita harus membaca segalanya—itu sudah bagian dari pekerjaan,” katanya. “Dengan mengumpulkan semua informasi remeh tersebut, siapa tahu seperjutanya dapat bermanfaat kelak.”4
Dia memperoleh pekerjaan pertama di Centralab, perusahaan dari Milwaukee yang membuat komponen elektronik. Perusahaan itu mencoba mengombinasikan aneka komponen untuk membuat alat bantu dengar dalam satu wadah keramik—ide yang pada dasarnya sama seperti microchip. Pada 1952 Centralab merupakan salah satu perusahaan yang membayar biaya lisensi $25 ribu untuk membuat transistor dan mendapat berkah dari kesediaan Bell Labs untuk berbagi pengetahuan.
Kilby menghadiri seminar dua minggu Bell Labs—menginap bersama puluhan orang lain di sebuah hotel di Manhattan dan diantar bus tiap pagi ke Murray Hill—yang memberikan pengajaran tentang desain transistor, praktikum di lab, dan kunjungan ke pabrik manufaktur. Bell Labs bahkan mengirimkan berkas-berkas teknis sebanyak tiga volume kepada seluruh peserta seminar. Berkat kerelaan berbagi pengetahuan dan melisensikan paten secara murah, Bell Labs meletakkan fondasi untuk Revolusi Digital, sekalipun Bell Labs sendiri tidak meraup keuntungan besar dari segi materi.
Supaya bisa berdiri di jajaran terdepan perkembangan transistor, Kilby sadar perlu bekerja di perusahaan yang lebih besar. Setelah menimbang-nimbang berbagai tawaran, dia memutuskan pada musim panas 1958 untuk bergabung ke Texas Instruments, tempatnya nanti bekerja sama dengan Pat Haggerty dan tim riset transistor yang brilian di bawah pimpinan Willis Adcock.
Texas Instruments punya kebijakan memberikan cuti dua minggu untuk semua karyawan setiap Juli. Jadi, ketika tiba di Dallas sebagai pegawai baru, Kilby termasuk satu dari segelintir orang yang tetap bekerja di lab semikonduktor. Dengan demikian, Kilby justru punya waktu memikirkan hendak memanfaatkan silikon untuk apa selain menjadikannya transistor.
Kilby tahu silikon tanpa impuritas semata-mata berfungsi sebagai resistor. Dia juga menyadari junction P-N di dalam silikon bisa dijadikan kapasitor, alias mampu menyimpan muatan listrik kecil. Malahan, kita bisa membuat komponen elektron apa saja dari silikon yang diperlakukan lain-lain. Dari pemahaman inilah Kilby kemudian menggagas “ide monolitik”: kita dapat membuat segala macam komponen di dalam satu silikon monolitik sehingga tidak perlu lagi menyolder komponen-komponen yang berlainan ke dalam satu papan sirkuit.
Juli 1958, enam bulan sebelum Noyce menuliskan ide serupa, Kilby menjabarkannya dalam jurnal lab lewat satu kalimat yang kelak akan dia kutip ketika menerima hadiah Nobel. “Elemen-elemen sirkuit berikut dapat dibuat di satu keping bahan: resistor, kapasitor, kapasitor terdistribusi, transistor.” Lalu, dia membuat sketsa seadanya untuk menggambarkan sekeping silikon yang didoping berbeda-beda sehingga setiap bagian mempunyai sifat berlainan.
Ketika pulang dari liburan, sang bos, Willis Adcock, tidak yakin 100% bahwa ide tersebut praktis; apalagi lab itu mempunyai tugas-tugas lain yang tampak lebih mendesak. Namun, Adcock berjanji kepada Kilby bahwa jika dia bisa membuat kapasitor dan resistor yang fungsional, Adcock akan mengesahkan upaya pembuatan sirkuit lengkap pada satu chip.
Semua berjalan sesuai rencana dan, pada September 1958, Kilby menyiapkan peragaan sedramatis yang disuguhkan oleh Bardeen dan Brattain di hadapan atasan mereka di Bell Labs sebelas tahun sebelumnya. Pada chip silikon seukuran tusuk gigi pendek, Kilby telah menata komponen-komponen yang, secara teori, berfungsi sebagai osilator.
Di bawah tatapan mata sekelompok eksekutif, termasuk direktur perusahaan, Kilby dengan gugup menyambungkan chip mungil itu ke osiloskop. Kilby kemudian memandang Adcock, yang cuma mengangkat bahu, seolah-olah mengatakan, “Kalau tidak berhasil, ya sudah.” Ketika Kilby memencet tombol, muncullah garis bergelombang di layar osiloskop sebagaimana seharusnya. “Semua orang sontak tersenyum lebar,” lapor Reid. “Era baru elektronika telah dimulai.”5
Peranti tersebut memang tidak indah-indah amat. Dalam model-model yang Kilby buat pada musim gugur 1958, terdapat banyak kawat emas kecil yang menghubungkan sejumlah komponen di dalam chip. Tampilannya seperti sarang laba-laba mahal yang menyembul keluar dari ranting silikon. Selain jelek, peranti itu tidak praktis. Mustahil peranti tersebut dapat dimanufaktur dalam jumlah besar. Namun, tetap saja komponen itu merupakan microchip pertama di dunia.
Maret 1959, beberapa minggu setelah memasukkan pendaftaran paten, Texas Instruments mengumumkan temuan baru yang dijuluki “sirkuit padat”. Perusahaan tersebut juga memamerkan segelintir purwarupa dengan hebohnya dalam konferensi tahunan Institut Insinyur Radio di New York City. Presiden perusahaan menyatakan temuan tersebut akan menjadi inovasi terpenting sesudah transistor. Kesannya memang hiperbolis, tetapi pernyataan itu benar adanya.
Pengumuman Texas Instruments terkesan bak sambaran petir di Fairchild. Noyce, yang telah mengguratkan konsep serupa versinya sendiri dua bulan sebelum itu, merasa kecewa karena didahului dan takut kalau-kalau Texas Instruments bakal memperoleh keunggulan kompetitif karenanya.

VERSI NOYCE
Inovasi yang sama sering kali dicapai lewat jalan berbeda. Noyce dan para koleganya di Fairchild telah menjajaki kemungkinan membuat microchip dari arah lain. Berawal ketika mereka membentur masalah pelik: kerja transistor mereka kurang bagus. Terlalu banyak transistor buatan mereka yang gagal. Setitik debu atau bahkan kontak dengan gas dapat menyebabkan transistor tersebut mati. Ketukan atau benturan keras juga berdampak serupa.
Jean Hoerni, fisikawan Fairchild yang termasuk ke dalam “delapan pengkhianat”, mengusulkan solusi cerdik. Dia akan membubuhkan selapis tipis silikon oksida pada permukaan transistor silikon, seperti lapisan krim di atas kue tar, supaya silikon di bawahnya terlindung. “Lapisan oksida ... di permukaan transistor,” tulis Hoerni di notesnya, “akan melindungi junction dari kontaminasi.”6
Metode ini disebut “proses planar” karena senyawa oksida dilapiskan secara mendatar di permukaan atas silikon. Pada Januari 1959 (setelah Kilby mendapat ide, tetapi sebelum inovasinya dipatenkan ataupun diumumkan), Hoerni mendapat “wangsit” lagi saat mandi pagi: lapisan oksida tersebut bisa “diukir” membentuk jendela supaya impuritas dapat didifusikan ke lokasi-lokasi tertentu dalam rangka menciptakan sifat-sifat semikonduktor yang diinginkan.
Noyce menyukai ide “merakit transistor di dalam kepompong” tersebut dan membandingkannya dengan “mendirikan ruang operasi di dalam hutan—kita masukkan pasien ke dalam kantong plastik, lalu kita melakukan operasi di balik kantong plastik supaya lalat-lalat hutan tidak mengerubungi luka”.7
Para pengacara paten berperan melindungi ide-ide bagus, tetapi terkadang mereka juga menstimulasi munculnya ide. Proses planar contohnya. Noyce menelepon John Ralls, pengacara paten Fairchild, agar menyiapkan permohonan paten. Jadi, Ralls mulai mencecar Hoerni, Noyce, dan rekan-rekan kerjanya dengan sejumlah pertanyaan, antara lain proses planar bisa digunakan untuk mengerjakan hal praktis apa saja? Ralls mencari tahu supaya bisa mengajukan cakupan paten yang seluas mungkin. Noyce mengenang, “Tantangan dari Ralls ialah ‘ide-ide ini bisa dipatenkan untuk apa saja?’”8
Saat itu Hoerni semata-mata bermaksud menciptakan transistor andal. Belum terbetik di benak mereka bahwa berkat proses planar beserta jendela-jendela mungilnya, banyak tipe transistor dan komponen lain yang dapat diguratkan ke sepotong silikon. Namun, karena Ralls terus bertanya, Noyce jadi memutar otak dan Januari itu dia menghabiskan waktu dengan saling melempar ide dengan Moore, kemudian menuliskan ide-ide tersebut di papan tulis dan buku catatannya.
Hal pertama yang Noyce sadari ialah apabila menggunakan proses planar, mereka tidak perlu lagi menyolder kawat-kawat mungil ke transistor. Sebagai gantinya, garis-garis tembaga kecil bisa dicetak ke atas lapisan oksida. Dengan begitu, perakitan transistor akan lebih cepat dan hasilnya lebih andal.
Kesadaran ini kemudian membuahkan ide berikutnya: jika kita mencetakkan garis-garis tembaga untuk menghubungkan satu bagian transistor dengan yang lainnya, kita juga bisa memanfaatkan garis-garis itu untuk menghubungkan dua transistor atau lebih yang berada di satu keping silikon.
Berkat proses planar beserta teknik jendelanya, kita bisa mendifusikan impuritas untuk membuat lebih dari satu transistor dalam satu chip silikon. Sedangkan kawat-kawat tembaga yang tercetak pada permukaan chip akan menghubungkan transistor tersebut satu sama lain sehingga membentuk suatu sirkuit. Noyce kemudian mendatangi kantor Moore dan menggambarkan ide itu di papan tulis untuknya.
Noyce orang yang penuh semangat dan banyak bicara, sedangkan Moore pria kalem nan serius. Namun, mereka justru cocok bermitra. Lompatan ide berikutnya hampir-hampir terkesan sudah niscaya: satu chip bisa juga memuat bermacam komponen selain transistor, di antaranya resistor dan kapasitor.
Noyce mencorat-coret papan tulis Moore untuk menunjukkan bagaimana satu bagian kecil silikon murni dapat berfungsi sebagai resistor dan, beberapa hari berselang, dia menggambarkan cara membuat kapasitor silikon. Garis-garis logam kecil yang dicetakkan di permukaan oksida dapat memadukan keseluruhan komponen tersebut ke dalam satu sirkuit.

“Saya tidak ingat mendapat ide sekonyong-konyong, lalu barang langsung jadi,” Noyce mengakui. “Yang terjadi ialah saya mencoba saja tiap hari. Saya berpikir barangkali saya bisa mengerjakan ini atau itu, lalu siapa tahu hasilnya seperti ini atau itu. Berkat usaha terus-menerus, kami akhirnya memperoleh konsep.”9 Setelah melalui serangkaian kesibukan, Noyce menulis dalam buku catatannya, pada Januari 1959, “Kami berharap dapat membuat banyak peranti pada satu potong silikon.”10
Noyce menggagas konsep microchip secara independen (dan beberapa bulan lebih telat) daripada Kilby, dan mencapainya lewat jalan yang berbeda. Kilby berusaha mengalahkan tirani angka-angka dengan menciptakan sirkuit berkomponen banyak yang tidak perlu disolder. Noyce terutama termotivasi untuk memanfaatkan proses planar kreasi Hoerni semaksimal mungkin. Ada juga satu perbedaan praktis: versi Noyce tidak dipenuhi jejaring kawat yang ruwet.

MELINDUNGI TEMUAN
Sepanjang sejarah inovasi, paten merupakan sumber ketegangan, khususnya pada era digital. Inovasi lazimnya hasil kolaborasi dan pengembangan temuan-temuan terdahulu maka sulit menentukan secara pasti siapa tepatnya pemilik ide atau hak kekayaan intelektual. Terkadang kepemilikan menjadi tidak penting ketika sekelompok inovator setuju untuk bekerja sama dalam proses open source sehingga buah kreativitas mereka dapat dilepaskan secara terbuka ke domain publik.
Akan tetapi, inovator umumnya menginginkan pengakuan dan penghargaan. Terkadang penyebabnya ego, seperti ketika Shockley bermanuver supaya namanya dicantumkan dalam dokumen paten transistor. Kali lain, alasannya uang, terutama ketika yang terlibat perusahaan seperti Fairchild dan Texas Instruments yang tentu perlu mengganjar investor agar bisa terus memperoleh modal kerja untuk menciptakan temuan berikutnya.
Pada Januari 1959 para pengacara dan eksekutif Texas Instruments mulai terburu-buru mengumpulkan bahan untuk mendaftarkan paten sirkuit terpadu yang digagas oleh Kilby—bukan karena mereka mengetahui apa yang Noyce tulis dalam buku catatannya, melainkan karena beredar rumor bahwa RCA telah mencetuskan gagasan yang sama. Mereka memutuskan mengajukan permohonan paten seluas dan seumum mungkin. Strategi itu riskan karena menjadikan paten mudah digugat, seperti paten komputer bercakupan luas milik Mauchly dan Eckert yang kelak dibatalkan.

Akan tetapi, jika diterima, paten tersebut akan menjadi senjata ofensif untuk menghalau siapa pun yang coba-coba membuat produk serupa. Aplikasi paten menyatakan temuan Kilby “adalah konsep miniaturisasi yang baru dan betul-betul lain”. Walaupun aplikasi tersebut hanya menjabarkan dua sirkuit rancangan Kilby, tertulis pernyataan, “Tingkat kompleksitas dan jumlah konfigurasi sirkuit yang dapat dibuat dengan cara seperti ini tidaklah terbatas.”
Akan tetapi, karena mereka tergesa-gesa, gambar bermacam metode untuk menyambungkan sejumlah komponen pada microchip dengan kawat tidak sempat dibuat. Satu-satunya contoh yang tersedia ialah model demonstrasi Kilby yang berjejaring kawat emas silang sengkarut. Tim Texas Instruments memutuskan menggunakan “gambar kawat ruwet”—nama olok-olok yang kelak dianugerahkan untuk model tersebut—sebagai ilustrasi.
Kilby sudah tahu versi yang lebih sederhana bisa dibuat menggunakan sambungan berupa cetakan garis-garis logam. Jadi, pada saat terakhir dia memberi tahu para pengacara agar membubuhkan kalimat yang mengklaim hak atas konsep itu juga.
“Daripada membuat sambungan listrik menggunakan kawat emas, sambungan bisa diciptakan dengan cara lain. Contohnya ... silikon oksida bisa diuapkan ke permukaan pelat sirkuit semikonduktor .... Material seperti emas kemudian dapat diletakkan di atas bahan isolator dalam rangka menghasilkan sambungan listrik yang dibutuhkan.” Pendaftaran ini dimasukkan pada Februari 1959.11
Ketika Texas Instruments mengumumkan temuan tersebut kepada publik pada Maret 1959, Noyce dan tim di Fairchild bergegas-gegas memasukkan permohonan paten tandingan. Dalam rangka melindungi diri dari klaim Texas Instruments yang bercakupan luas, para pengacara Fairchild secara spesifik menjelaskan keistimewaan versi Noyce.
Mereka memberi penekanan pada proses planar—yang sudah Fairchild daftarkan terlebih dahulu ke kantor paten—yang memfasilitasi pencetakan logam di sirkuit “untuk membuat sambungan listrik ke berbagai bagian semikonduktor” dan “untuk membuat keseluruhan struktur sirkuit lebih kompak dan mudah difabrikasi”. Lain dengan sirkuit yang “sambungan listriknya mesti dibuat dengan menempelkan kawat”, menurut permohonan paten Fairchild, metode Noyce memungkinkan “pembuatan komponen dan sambungan dengan cara yang sama pada saat berbarengan.”
Kalaupun Texas Instruments dianugerahi paten karena mampu menempatkan banyak komponen pada satu chip, Fairchild berharap bisa memperoleh paten karena menciptakan sambungan dengan garis-garis tercetak dan bukan kawat. Karena metode ini merupakan prasyarat untuk memproduksi microchip secara massal, Fairchild tahu nilai tawar mereka terkait perlindungan paten akan terdongkrak sehingga memaksa Texas Instruments meneken perjanjian lisensi silang dengan mereka. Pendaftaran Fairchild dimasukkan pada Juli 1959.12
Sama seperti dalam perselisihan paten seputar komputer, sistem peradilan butuh bertahun-tahun untuk menekuri siapa yang sebenarnya berhak atas paten sirkuit terpadu dan pada akhirnya, persoalan itu nyatanya tidak terjawab di pengadilan. Dua permohonan tandingan dari Texas Instruments dan Fairchild diserahkan kepada dua pemeriksa berlainan, yang masing-masing sepertinya tidak menyadari keberadaan paten lainnya. Walaupun berkasnya dimasukkan belakangan, permohonan paten Noyce disahkan terlebih dahulu pada April 1961. Noyce dinyatakan sebagai penemu microchip.
Para pengacara Texas Instruments mengajukan “gugatan berdasarkan prioritas”, mengklaim bahwa Kilby-lah yang terlebih dahulu mendapat ide. Dewan Arbitrase Paten kemudian menggelar sidang Kilby vs Noyce. Sidang mengharuskan pemeriksaan jurnal masing-masing dan kesaksian dari berbagai pihak untuk mencari tahu siapa yang kali pertama mencetuskan konsep umum; semua orang, termasuk Noyce, sepakat bahwa Kilby menelurkan idenya beberapa bulan lebih dahulu.
Akan tetapi, yang juga dipersoalkan, apakah aplikasi Kilby benar-benar mencakup proses teknologi kunci berupa pencetakan garis-garis logam di atas lapisan oksida—dan bukan penggunaan banyak kawat mungil saja—untuk membuat microchip. Yang disoroti ialah kalimat yang Kilby imbuhkan di penghujung aplikasi, yakni “material seperti emas kemudian dapat diletakkan” di lapisan oksida. Apakah dia sudah menemukan proses spesifik ataukah semata-mata menyelipkan kalimat spekulatif?13

Selagi kisruh berkepanjangan, kantor paten memperuwet keadaan dengan mengesahkan permohonan paten awal Kilby pada Juni 1964. Gugatan berdasarkan prioritas alhasil bertambah penting. Putusan—yang menguntungkan Kilby—baru keluar pada Februari 1967. Delapan tahun setelah memasukkan paten, Kilby dan Texas Instruments kini dinyatakan sebagai penemu microchip. Masalahnya ialah kemelut ternyata belum usai.
Fairchild naik banding dan pada November 1969, setelah mendengarkan semua argumen serta kesaksian, Pengadilan Banding Urusan Cukai dan Paten justru mementahkan kemenangan Kilby. “Kilby gagal mendemonstrasikan,” pengadilan banding menyatakan, “bahwa istilah ‘diletakkan’... bermakna sama dengan teknik yang dewasa ini telah digunakan dalam bidang elektronika atau semikonduktor.”14 Pengacara Kilby berusaha naik banding ke Mahkamah Agung AS, yang menolak mengadili kasus tersebut.
Kemenangan Noyce, setelah tarik ulur selama sedasawarsa dan penggelontoran biaya legal sebesar lebih dari sejuta dolar, ternyata tidak bermakna secara praktis. Subjudul berita pendek di Electronic News berbunyi “Paten Dialihkan, Tetapi Takkan Ada Perubahan”. Saat itu proses hukum hampir tidak relevan lagi. Pasar microchip telah meledak sedemikian pesat sehingga semua orang berotak bisnis di Fairchild dan Texas Instruments menyadari bahwa riskan apabila mereka menyerahkan nasib ke tangan peradilan begitu saja.
Maka, pada musim panas 1966, tiga tahun sebelum keluarnya keputusan final pengadilan, Noyce dan para pengacara Fairchild bertemu dengan presiden dan penasihat hukum Texas Instruments untuk meneken kesepakatan damai. Masing-masing perusahaan menyerahkan sebagian hak kekayaan intelektual microchip kepada perusahaan satunya dan menyepakati lisensi silang. Perusahaan-perusahaan lain harus membuat kesepakatan lisensi dengan kedua perusahaan itu, biasanya membayar biaya royalti sebesar 4% dari laba mereka.15
Jadi, siapakah penemu microchip? Sama seperti pertanyaan tentang siapa penemu komputer, putusan pengadilan tidak bisa memberikan jawaban memuaskan. Kemajuan hampir serempak yang diraih oleh Kilby dan Noyce menunjukkan bahwa waktu yang tepat telah tiba untuk inovasi tersebut. Malahan, sudah banyak orang dari sepenjuru Amerika Serikat dan bahkan dunia, antara lain Werner Jacobi dari Siemens di Jerman dan Geoffrey Dummer dari Royal Radar Establishment di Britania, yang telah terlebih dahulu mengemukakan kemungkinan tentang sirkuit terpadu.
Noyce dan Kilby—sambil berkolaborasi dengan tim di perusahaan masing-masing—kemudian menemukan metode praktis untuk memproduksi peranti semacam itu. Walaupun Kilby mengajukan cara memadukan komponen-komponen ke dalam satu chip beberapa bulan lebih awal, capaian Noyce lebih daripada itu: dia merancang cara yang tepat untuk menyambungkan komponen-komponen tersebut satu sama lain. Desainnya dapat diproduksi massal secara efektif dan menjadi model umum bagi microchip pada masa mendatang.
Terdapat satu hikmah inspiratif terkait pendekatan personal Kilby dan Noyce dalam menyikapi pertanyaan tentang siapa penemu microchip. Mereka sama-sama orang baik, berasal dari komunitas kecil yang guyub di Midwest, dan bersahaja. Lain dengan Shockley, mereka tidak besar kepala ataupun digerogoti perasaan tak aman. Kapan pun topik tentang pengakuan dan penghargaan atas temuan mereka muncul ke permukaan, masing-masing bersikap royal dalam memuji kontribusi pihak satunya lagi. Itu sebabnya, menjadi lazim pula untuk memberi penghargaan kepada Noyce dan Kilby sebagai sesama penemu sirkuit terpadu.

Dalam salah satu sejarah lisan awal, Kilby dengan lembut menggerutu, “Sepengetahuan saya, gelar ‘sesama penemu’ biasanya tidak digunakan (untuk inovator yang bekerja secara terpisah), tetapi nyatanya itulah yang diterima.”16 Walau demikian, Kilby akhirnya menerima dan sesudahnya malah berbesar hati. Sewaktu Craig Matsumoto dari Electronic Engineering Times menanyainya tentang kontroversi itu bertahun-tahun kemudian, “Kilby mengumbar pujian untuk Noyce dan mengatakan bahwa Revolusi Semikonduktor adalah hasil karya ribuan orang, bukan dari satu paten.”17
Ketika Kilby diberi tahu bahwa dia memenangi Nobel pada 2000, sepuluh tahun setelah Noyce meninggal,*1 salah satu pernyataan pertama yang dia sampaikan berupa pujian untuk Noyce. “Saya menyesal dia sudah meninggal,” kata Kilby kepada para wartawan. “Jika dia masih di sini, saya memperkirakan kami akan berbagi hadiah ini.” Saat seorang fisikawan Swedia memperkenalkan Kilby dalam upacara penganugerahan dengan mengatakan temuannya berperan dalam meluncurkan Revolusi Digital global, Kilby menampakkan sikap terperangah nan rendah hati. “Ketika mendengar kata-kata semacam itu,” responsnya, “saya teringat ucapan si berang-berang kepada kelinci saat mereka berdiri di dasar Bendungan Hoover, ‘Bukan aku yang membangunnya, tetapi bendungan ini memang dibuat berdasarkan gagasanku.’”18
MICROCHIP LEPAS LANDAS
Pasar besar pertama untuk microchip adalah militer. Pada 1962 Strategic Air Command mendesain rudal baru berbasis darat, Minuteman II, yang masing-masing membutuhkan dua ribu microchip untuk sistem kendalinya saja. Texas Instruments memenangi hak sebagai supplier utama.
Pada 1965 tujuh Minuteman dirakit tiap minggu dan Angkatan Laut juga membeli microchip untuk rudal kapal selamnya, Polaris. Lembaga-lembaga pengadaan logistik militer dengan cerdik berkoordinasi—padahal mereka ini jarang-jarang melupakan persaingan antar-Angkatan—untuk menstandarkan desain microchip. Westinghouse dan RCA kemudian mulai menyuplai sirkuit terpadu juga. Oleh sebab itu, harga pasar segera saja anjlok sehingga microchip bukan saja ekonomis untuk rudal, melainkan juga untuk consumer product.
Fairchild pun menjual chip kepada para pembuat senjata, tetapi lebih waswas akan kerja sama dengan pihak militer ketimbang para pesaingnya. Dalam hubungan militer tradisional, kontraktor bekerja diam-diam dengan perwira berseragam, yang bukan hanya mengatur pembelian, melainkan sekaligus menitahkan dan mengotak-atik desain.
Noyce yakin kemitraan semacam itu mengekang inovasi. “Arah penelitian ditentukan oleh orang-orang yang kurang kompeten.”19 Dia bersikeras agar Fairchild mendanai pengembangan chip dengan uang sendiri sehingga berhak terus mengontrol proses tersebut. Jika produk Fairchild bagus, Noyce meyakini kontraktor militer ujung-ujungnya akan membeli juga. Dan, ternyata benar.
Program antariksa sipil Amerika Serikat menjadi faktor berikutnya yang mendongkrak produksi microchip. Pada Mei 1961 Presiden John F. Kennedy menyatakan, “Saya yakin sebelum dekade ini usai, bangsa ini sudah mencapai sasaran, yaitu mendaratkan manusia di bulan dan mengembalikannya dengan selamat ke bumi.”

Misi tersebut, yang dikenal dengan nama program Apollo, membutuhkan komputer pemandu yang muat di dalam moncong pesawat ulang alik. Alhasil, dirancanglah komputer semacam itu dari nol, juga menggunakan microchip paling canggih yang bisa dibuat.
Akhirnya, dirakitlah 75 Apollo Guidance Computer, masing-masing memuat lima ribu microchip yang seluruhnya identik. Fairchild memperoleh kontrak sebagai supplier. Program tersebut tercapai beberapa bulan sebelum tenggat waktu Kennedy, yakni Juli 1969, ketika Neil Armstrong menjejakkan kaki di bulan. Saat itu program Apollo telah membeli lebih dari sejuta microchip.
Permintaan pemerintah yang besar (dan dapat diprediksi) menyebabkan harga per unit microchip merosot dengan cepat. Chip purwarupa pertama untuk Apollo Guidance Computer berharga $1.000. Saat microchip dikeluarkan dari jalur produksi biasa, harga per unitnya hanya $20. Harga rata-rata microchip dalam rudal Minuteman senilai $50 pada 1962; pada 1968 menjadi $2. Maka, terbukalah peluang memasukkan microchip ke dalam alat untuk konsumen biasa.20
Consumer product pertama yang menggunakan sirkuit terpadu ialah alat bantu dengar karena ukurannya mesti sangat kecil dan tetap akan terjual sekalipun agak mahal. Namun, permintaan alat bantu dengar nyatanya terbatas. Itu sebabnya, Presiden Texas Instruments, Pat Haggerty, mengulangi taktik yang telah terbukti ampuh pada masa lalu.
Menciptakan alat baru termasuk ke dalam aspek inovasi juga; begitu pula dengan mengarang-ngarang cara populer untuk mempergunakan alat baru tersebut. Haggerty dan perusahaannya piawai melakukan kedua hal itu. Sebelas tahun setelah memperkenalkan radio saku guna menciptakan pasar besar untuk transistor yang tidak mahal, Haggerty menjajaki kemungkinan yang sama untuk microchip. Ide yang terbetik di benaknya ialah kalkulator saku.
Di dalam pesawat dengan Jack Kilby, Haggerty menggambarkan idenya dan memberi Kilby pesan berikut: buatlah kalkulator genggam yang fungsinya sama dengan mesin hitung raksasa ribuan dolar yang bertengger di meja-meja kantor. Usahakan agar mesin itu efisien sehingga bisa diberdayakan oleh kalkulator, cukup untuk dimasukkan ke saku baju, dan relatif murah sehingga bisa saja dibeli secara mendadak oleh konsumen yang impulsif.
Pada 1967 Kilby dan tim memproduksi kalkulator yang memenuhi hampir semua keinginan Haggerty. Kalkulator itu hanya bisa mengerjakan empat operasi (tambah, kurang, kali, dan bagi) serta agak berat (satu kilogram kurang sedikit) dan masih kurang murah ($150).21 Namun, produk itu sukses besar.
Terbukalah pasar baru untuk peranti yang semula tidak dibutuhkan oleh orang-orang (atau setidak-tidaknya, demikianlah yang mereka kira). Sesuai kecenderungan yang biasa, kalkulator pun kian lama kian kecil, kian canggih, dan kian murah. Pada 1972 harga kalkulator saku telah merosot menjadi $100, sedangkan angka penjualan telah mencapai 5 juta unit. Pada 1975 harga turun menjadi $25 saja, sedangkan angka penjualan berlipat dua tiap tahunnya. Pada 2014 kalkulator saku Texas Instruments dijual seharga 3 dolar 62 sen di Walmart.

HUKUM MOORE
Demikianlah pola untuk alat elektronik dewasa ini. Tiap tahun alat-alat elektronik semakin kecil, murah, cepat, canggih. Pada 1960 dan 1970-an hal itu terjadi karena dua industri yang saling terkait—komputer dan microchip—tumbuh berkembang secara berbarengan. “Sinergi antara komponen dan aplikasi baru menyebabkan keduanya tumbuh secara eksplosif,” tulis Noyce kelak.22
Sinergi semacam itu terjadi juga setengah abad sebelumnya, antara industri minyak dan kendaraan bermotor. Terkait inovasi, satu pelajaran penting yang mesti digarisbawahi: pahami industri-industri mana saja yang bersimbiosis supaya kita bisa mengambil keuntungan dari efek sinergisnya.
Agar bisa dengan mudah menerapkan pelajaran tersebut, para wirausahawan dan pemodal ventura memerlukan panduan akurat yang sederhana untuk memprediksi tren. Untungnya Gordon Moore menyediakan panduan tersebut. Tepat saat penjualan microchip mulai melambung, dia diminta membuat perkiraan pasar. Karya tulisnya, yang berjudul “Menjejalkan Semakin Banyak Komponen ke Sirkuit Terpadu” (“Cramming More Components on to Integrated Circuits”), diterbitkan di majalah Electronics edisi April 1965.
Moore memulai artikel dengan meneropong ke masa depan digital. “Sirkuit terpadu akan membukakan jalan bagi inovasi-inovasi ajaib seperti komputer rumah—atau setidak-tidaknya, terminal yang terhubung ke komputer sentral—kontrol otomatis untuk mobil, dan alat komunikasi personal portabel,” tulisnya. Kemudian, Moore mengutarakan prediksi jitu yang akan membuatnya terkenal. “Kompleksitas komponen biaya minimum telah meningkat dengan laju berlipat dua per tahun,” komentarnya. “Tren ini kemungkinan besar akan tetap konstan selama setidak-tidaknya sepuluh tahun.”23
Sederhananya, Moore menyampaikan jumlah transistor yang dapat dijejalkan, secara ekonomis, ke microchip berlipat dua tiap tahun dan dia memperkirakan yang demikian akan terus berlanjut setidak-tidaknya sampai sepuluh tahun. Seorang profesor di Caltech yang merupakan teman Moore menjuluki pernyataan tersebut sebagai “Hukum Moore”. Pada 1975, ketika sepuluh tahun telah berlalu, Moore terbukti benar. Dia lantas memodifikasi hukumnya, meramalkan bahwa jumlah transistor yang bisa dijejalkan ke dalam chip akan “berlipat dua per dua tahun daripada per satu tahun”.
Seorang kolega, David House, mengajukan modifikasi lebih lanjut—yang sekarang sering kali digunakan—yaitu “performa” chip akan berlipat dua per 18 bulan karena semakin banyak jumlah transistor yang dimasukkan ke chip, semakin meningkat pula kemampuan kerjanya secara keseluruhan. Setengah abad sesudah dikemukakan, rumus Moore dan macam-macam variasinya ternyata masih akurat, sekaligus membantu kita memetakan salah satu periode tersubur penciptaan inovasi dan kekayaan dalam sejarah umat manusia.
Hukum Moore nyatanya menjadi lebih dari sekadar prediksi. Industri menjadikannya target juga, yang lantas tercapai—alhasil mewujudkan ramalan Moore. Contoh pertamanya pada 1964, saat Moore tengah merumuskan hukumnya. Noyce memutuskan Fairchild akan menjual microchip yang paling sederhana dengan harga di bawah biaya produksinya. Moore menyebut strategi ini sebagai “sumbangan jasa Bob bagi industri semikonduktor”.
Noyce tahu harga murah akan mendorong para pembuat peranti elektronik untuk menginkorporasikan microchip ke dalam produk baru mereka. Dia juga tahu harga murah akan menstimulasi permintaan, volume tinggi produksi, dan keekonomisan, sehingga mewujudkan Hukum Moore.24
Tidak mengejutkan jika Fairchild Camera and Instrument akhirnya memutuskan, pada 1959, membeli Fairchild Semiconductor. Kedelapan pendiri sontak menjadi kaya, tetapi benih-benih perselisihan pun tumbuh karenanya. Para eksekutif Fairchild Camera and Instrument yang bermarkas di Pesisir Timur AS menepis permintaan Noyce untuk membagi-bagikan opsi saham kepada para insinyur baru dan berjasa, juga mengisap laba divisi semikonduktor untuk diinvestasikan ke bidang yang relatif menjemukan dan kurang sukses, semisal kamera film rumahan dan mesin cap.
Masalah internal merebak pula di Palo Alto. Para insinyur mulai keluar bak kutu loncat, alumni Fairchild tersebar ke sepenjuru lembah sehingga menumbuhkan dan memekarkan perusahaan-perusahaan lain. Insiden paling mencolok terjadi pada 1961 ketika Jean Hoerni dan tiga dari delapan pengkhianat Shockley meninggalkan Fairchild untuk bergabung dengan usaha rintisan, Teledyne, yang didanai oleh Arthur Rock.
Insinyur lainnya lantas menyusul dan pada 1968; Noyce sendiri siap untuk angkat kaki. Dia luput dipromosikan ke jabatan petinggi di Fairchild, membuatnya kesal, tetapi Noyce juga sadar bahwa dia sesungguhnya tidak ingin naik jabatan. Fairchild, sebagai satu perusahaan keseluruhan dan bahkan divisi semikonduktornya saja di Palo Alto, sudah terlampau besar dan birokratis. Noyce ingin menanggalkan tugas manajerial dan kembali ke lab.
“Bagaimana kalau kita dirikan perusahaan baru?” tanya Noyce kepada Moore suatu hari.
“Aku suka di sini,” timpal Moore.25 Noyce dan Moore telah membantu menciptakan kultur baru di dunia teknologi California—kultur pindah dari perusahaan mapan untuk mendirikan usaha baru. Namun, pada usia kepala empat, Moore tidak lagi senekat dahulu dalam mengambil risiko. Noyce terus mendesak sampai, menjelang musim panas 1968, dia memberi tahu Moore bahwa apa pun yang terjadi, dia akan pergi. “Dia pandai memengaruhi orang agar ikut-ikutan,” kata Moore bertahun-tahun kemudian sambil tertawa. “Jadi, saya akhirnya berkata, ‘Ya, sudah, ayo pergi.’”26
“Seiring dengan semakin besarnya (perusahaan), saya semakin kurang menikmati pekerjaan sehari-hari,” tulis Noyce dalam surat pengunduran dirinya untuk Sherman Fairchild. “Mungkin salah satu sebabnya karena saya tumbuh besar di kota kecil. Saya mendambakan hubungan personal yang dekat layaknya di satu kota kecil pula. Kini kita mempekerjakan karyawan yang populasinya dua kali lipat ‘kampung halaman’ terbesar saya.” Noyce mengatakan bahwa dia berharap bisa “berdekatan lagi dengan teknologi”.27
Saat Noyce menelepon Arthur Rock, yang berperan menggalang dana dan kesepakatan untuk mendirikan Fairchild Semiconductor, Rock serta merta bertanya, “Kenapa baru sekarang?”28
ARTHUR ROCK DAN MODAL VENTURA
Dalam kurun sebelas tahun sejak menengahi kesepakatan pendirian Fairchild Semiconductor untuk delapan pengkhianat, Arthur Rock telah membantu menciptakan sesuatu yang sepenting microchip bagi era digital, yaitu modal ventura.
Hingga pertengahan abad ke-20 modal ventura dan investasi swasta untuk usaha baru dimonopoli oleh segelintir keluarga kaya, seperti Vanderbilt, Rockefeller, Whitney, Phipps, dan Warburg. Sesudah Perang Dunia II, klan hartawan tersebut mendirikan badan hukum untuk memformalkan bisnis mereka. John Hay “Jock” Whitney, yang mewarisi banyak usaha dan kekayaan milik keluarga besarnya, mempekerjakan Benno Schmidt Sr. untuk mendirikan J.H. Whitney & Co. Badan ini mengkhususkan diri untuk menyediakan—menurut istilah awal mereka—“modal petualang” bagi para wirausahawan yang memiliki ide menarik, tetapi tidak bisa memperoleh pinjaman bank.
Keenam putra dan seorang putri John D. Rockefeller Jr., dipimpin oleh Laurence Rockefeller, mendirikan badan hukum serupa, yang nantinya menjadi Venrock Associates. Pada tahun yang sama, 1946, lahir pulalah institusi pemodalan yang dipicu pertimbangan bisnis dan bukan berasal dari kekayaan keluarga, yaitu American Research and Development Corporation (ARDC).
Firma tersebut didirikan oleh Georges Doriot, mantan Dekan Harvard Business School, yang bermitra dengan mantan Presiden MIT, Karl Compton. ARDC mencetak untung besar berkat investasi pada 1957 untuk usaha rintisan Digital Equipment Corporation, yang bernilai 500 kali lipat ketika perusahaan itu go public sebelas tahun berselang.29
Arthur Rock membawa konsep ini ke barat, menghadirkan “era silikon” bagi modal ventura. Ketika mempertemukan delapan pengkhianat dengan Fairchild Camera, Rock dan firmanya ikut berkepentingan untuk menyukseskan kesepakatan tersebut. Sesudah itu, barulah Rock sadar bahwa dia bisa menggalang modal dan menjembatani kesepakatan serupa tanpa perlu mengandalkan pengayom korporat. Rock memiliki latar belakang di bidang riset bisnis, menggandrungi teknologi, berinsting tajam dalam mengenali calon pemimpin bisnis yang mumpuni, dan banyak investor dari Pesisir Timur yang senang akan kinerjanya.
“Uang banyak berasal dari Pesisir Timur, tetapi perusahaan-perusahaan baru yang menarik bermarkas di California. Maka, saya putuskan untuk pindah ke barat karena saya tahu bisa menghubungkan keduanya,” ujar Rock.30
Rock seorang putra imigran Yahudi Rusia. Dia tumbuh besar di Rochester, New York. Semasa kecil, dia bekerja sebagai peracik soda di toko permen ayahnya dan belajar mengenali kepribadian orang lewat pekerjaan tersebut. Salah satu pegangan pokok Rock dalam berinvestasi ialah utamakan orang ketimbang ide. Selain mengkaji rencana bisnis, Rock mewawancarai para pencari dana secara saksama.
“Saking yakinnya saya pada peran manusia dalam menyukseskan bisnis, saya malah merasa bahwa berbicara kepada individu jauh lebih penting ketimbang mengorek-ngorek rencana mereka sampai ke sekecil-kecilnya,” dia menjelaskan. Di permukaan Rock berlagak galak dan kaku. Namun, orang yang memperhatikan baik-baik niscaya melihat ekspresi berbinar di matanya dan senyum samar di bibirnya—menyiratkan bahwa dia suka bergaul dan mempunyai selera humor yang hangat.
Sesampai di San Fransisco, Rock diperkenalkan dengan Tommy Davis, makelar cerewet yang bertugas menanamkan modal milik Kern County Land Co., konglomerat peternakan dan minyak yang bersimbah uang. Mereka kemudian bermitra bisnis sebagai Davis and Rock, menggalang $5 juta dari para investor Rock di Pesisir Timur (termasuk sejumlah pendiri Fairchild), dan mendanai beberapa perusahaan anyar dengan imbalan berupa ekuitas.
Fred Terman, Rektor Stanford yang masih rajin mempererat ikatan antara universitasnya dan para pemain di bidang teknologi, mendorong Profesor Teknik di kampus agar meluangkan waktu guna menjadi konsultan Rock, yang bahkan mengambil kuliah malam elektronika di perguruan tinggi tersebut.
Dari sekian usaha-usaha rintisan yang kali pertama dia modali dua di antaranya, Teledyne dan Scientific Data Systems, yang mendatangkan imbal balik menggiurkan. Pada 1968, saat Noyce menelepon Rock untuk meminta strategi selepas meninggalkan Fairchild, kemitraan Rock dengan Davis telah bubar baik-baik (investasi mereka telah melonjak 30 kali lipat dalam kurun tujuh tahun) dan Rock kini seorang diri.
“Andaikan saya ingin mendirikan perusahaan,” kata Noyce, “bisakah Anda mencarikan uang untuk saya?” Rock meyakinkan Noyce bahwa mencari modal itu mudah. Apa lagi yang lebih pas mengilustrasikan idenya untuk bertaruh kepada joki daripada kuda—berinvestasi berdasarkan penilaian terhadap orang yang akan mengelola usaha—selain usaha yang dipimpin oleh Robert Noyce dan Gordon Moore?
Rock sangat sedikit bertanya mengenai usaha apa yang hendak mereka buat. Malahan, dia mula-mula merasa mereka tidak perlu membuat rencana atau uraian bisnis. “Itulah satu-satunya investasi buatan saya yang saya yakin, 100%, pasti sukses,” klaimnya kelak.31
Ketika mencari rumah untuk delapan pengkhianat pada 1957, Rock merobek selembar kertas, menuliskan daftar nama, dan secara metodis menelepon orang dalam daftar tersebut satu-satu, kemudian mencoret nama orang yang tidak berminat. Kini, sebelas tahun berselang, dia mendata orang-orang yang akan diundang untuk berinvestasi dan berapa dari total 500 ribu saham*2 seharga $5 per lembarnya yang akan dia tawarkan kepada masing-masing calon investor. Kali ini dia hanya mencoret satu nama. (“Johnson di Fidelity”*3 tidak berminat.)
Rock butuh selembar kertas lagi untuk merevisi alokasi karena kebanyakan orang ingin menanamkan investasi lebih daripada yang diajukan kepada mereka. Kurang dari dua hari, modal yang dibutuhkan sudah terkumpul. Para investor yang beruntung antara lain Rock sendiri, Noyce, Moore, Grinnell College (Noyce ingin supaya almamaternya kaya dan cita-citanya ternyata kesampaian), Laurence Rockefeller, Fayez Sarofim (teman sekelas Rock di Harvard), Max Palevsky dari Scientific Data Systems, dan firma Hayden, Stone & Co.—tempat Rock dahulu bekerja.
Menariknya, enam orang lain yang keluar dari Shockley untuk mendirikan Fairchild Semiconductor—banyak di antaranya kini bekerja di firma yang nantinya niscaya bersaing dengan usaha baru Noyce serta Moore—diberi kesempatan untuk menanamkan modal juga. Keenam-enamnya sontak ikut berinvestasi.
Kalau-kalau ada yang menginginkan prospektus, Rock mengetikkan garis besar perusahaan baru sepanjang tiga setengah halaman. Uraian tersebut dibuka dengan latar belakang Noyce dan Moore, kemudian menjabarkan—dalam tiga kalimat—bahwa perusahaan itu bermaksud mengembangkan “teknologi transistor”.
“Para pengacara kelak merepotkan modal ventura, yakni dengan memaksa kami menulis buku prospektus yang demikian tebal dan kompleks serta harus ditelaah secara saksama sebelum diedarkan. Konyol sekali,” Rock belakangan mengeluh sambil mengeluarkan lembaran kertas dari lemari arsipnya. “Saya tinggal memberi tahu orang bahwa Noyce dan Moore-lah yang mendirikan bisnis. Cuma itu yang perlu mereka ketahui.”32
Nama pertama yang Noyce dan Moore pilih untuk perusahaan anyar itu adalah NM Electronics, diambil dari inisial mereka. Nama tak menarik itu masuk kotak dan, setelah memilah-milah sekian banyak usulan yang sama membosankannya—Electronic Solid State Computer Technology Corp., salah satunya—mereka putuskan untuk memilih Integrated Electronics Corp. Nama itu sebenarnya “garing” juga, tetapi setidak-tidaknya dapat disingkat menjadi Intel. Selain singkat, nama tersebut mudah diingat dan terkesan intelek.

CARA INTEL
Inovasi muncul dalam beragam bentuk. Sebagian besar yang dijabarkan di buku ini berupa benda fisik, seperti komputer dan transistor, serta proses-proses terkait, seperti pemrograman, peranti lunak, dan networking. Yang juga penting ialah inovasi yang memproduksi layanan baru, seperti modal ventura, dan yang menciptakan struktur organisasi untuk penelitian dan pengembangan, seperti Bell Labs.
Inovasi yang muncul di Intel berdampak penting pada era digital, hampir sama penting dengan temuan-temuan yang sudah dibahas sebelumnya. Inovasi tersebut berupa budaya korporat dan gaya manajemen yang menjadi antitesis dari tatanan organisasi hierarkis di perusahaan-perusahaan Pesisir Timur AS.
Sama seperti kebanyakan tradisi Silicon Valley, gaya manajerial semacam ini berakar dari Hewlett-Packard. Pada Perang Dunia II, selagi Bill Hewlett berdinas militer, Dave Packard sering menginap di kantor dan turun tangan langsung mengawasi tiga shift pekerja, banyak di antaranya perempuan.
Packard menyadari—karena keadaan—lebih bagus apabila dia memberikan jam kerja fleksibel dan keleluasaan bagi karyawan untuk menyelesaikan target sesuka mereka. Struktur organisasi perusahaan menjadi relatif egaliter karenanya. Pada 1950-an, pendekatan ini, yang berpadu dengan gaya hidup kasual California, menciptakan kultur perusahaan yang termanifestasikan ke dalam acara minum-minum pada Jumat, jam kerja fleksibel, dan opsi saham.33
Robert Noyce mendorong kultur ini selangkah lebih jauh. Untuk memahami cara kerja Noyce sebagai manajer, layak diingat bahwa dia dibesarkan sebagai seorang Kristen Kongregasionalis. Ayah dan kedua kakek Noyce pendeta aliran Protestan sempalan yang salah satu ajaran intinya ialah penolakan atas hierarki dan segala embel-embelnya.
Kaum Puritan telah membersihkan gereja dari kemewahan dan otoritas bertingkat-tingkat, bahkan meniadakan mimbar yang ditinggikan. Sementara itu, kaum Nasrani yang menyebarkan doktrin nonkonformis ke Dataran Great Plains—orang-orang Kongregasionalis, salah satunya—juga tidak menyukai pembeda-bedaan yang hierarkis.

Perlu diingat pula, sejak masih bersekolah, Noyce menggemari akapela. Tiap Rabu malam Noyce menghadiri latihan grup vokal yang beranggotakan dua belas orang. Dalam kelompok akapela, tidak ada penyanyi utama ataupun solois; lagu-lagu polifonik merangkai beragam suara dan melodi menjadi satu kesatuan, tetapi tak satu pun dominan. “Bagian Anda bergantung pada (bagian orang lain) dan sekaligus selalu mendukung yang lain,” demikianlah Noyce pernah menjelaskan.34
Gordon Moore juga bersahaja, tidak otoriter, enggan berkonfrontasi, dan tidak berminat pada simbol-simbol kekuasaan. Keduanya bisa saling melengkapi. Noyce, yang supel, dapat menyihir klien dengan daya pikat yang sudah dimiliki sejak kanak-kanak. Moore, yang selalu kalem dan bijaksana, suka berada di lab dan tahu cara membimbing para insinyur dengan pertanyaan-pertanyaan subtil atau (senjata simpanannya yang paling tajam) keheningan yang menusuk. Noyce piawai menyusun visi strategis dan melihat gambaran besar, sedangkan Moore memahami hal-hal detail terutama mengenai teknologi dan rekayasa.
Jadi, mereka mitra yang sempurna, terkecuali dalam satu perkara: karena sama-sama tidak menyukai hierarki dan tidak suka main perintah, baik Noyce maupun Moore bukanlah manajer yang tegas. Karena ingin disukai orang, mereka enggan bersikap galak. Mereka mampu membimbing, tetapi tidak bisa menyetir. Andaikan ada masalah atau silang pendapat, mereka tidak suka menghadapinya. Jadi, masalah bisa saja berlarut-larut.
Di situlah peran Andy Grove.
Grove, yang lahir dengan nama András Gróf di Budapest, bukanlah penganut Protestan Kongregasionalis yang gemar menyanyi akapela. Dia tumbuh besar sebagai orang Yahudi di Eropa Tengah tepat saat fasisme sedang bangkit, memetik pelajaran pahit tentang kekuasaan otoriter dan totaliter lewat pengalaman pribadi. Sewaktu umurnya 8 tahun, Nazi menduduki Hongaria; ayahnya dikirim ke kamp konsentrasi, sedangkan András dan ibunya dipaksa pindah ke apartemen sempit khusus warga Yahudi. Ketika keluar rumah, dia harus menyematkan Bintang Daud kuning.
Suatu hari ketika dia sakit, ibunya berhasil meyakinkan seorang teman non-Yahudi agar membawakan bahan masakan untuk membuat sup, yang ujung-ujungnya menyebabkan ibu dan temannya itu dijebloskan ke penjara. Setelah sang ibu dibebaskan, dia dan András menggunakan identitas palsu; teman-temannya membantu menampung mereka. Keluarga Gróf berkumpul kembali sesudah perang, tetapi kemudian pemerintah komunis mengambil alih.
Grove memutuskan, pada usia 20 tahun, untuk kabur lewat perbatasan Austria. Sebagaimana dia tulis dalam memoarnya, Swimming Across, “Saat berusia 20 tahun, saya telah menjadi saksi hidup pemerintahan diktator Fasis Hongaria, pendudukan militer Jerman, Solusi Akhir Nazi, pengepungan Budapest oleh Tentara Merah Soviet, periode demokrasi nan kisruh pada tahun-tahun sehabis perang, sejumlah rezim komunis represif, dan pemberontakan populer yang dikandaskan todongan senjata api.”35
Masa belia seperti itu tidaklah semenyenangkan aktivitas memotong rumput untuk menambah uang saku dan keikutsertaan dalam paduan suara di kota kecil di Iowa, juga tidak menumbuhkan pembawaan riang yang kalem.
Grove tiba di Amerika Serikat setahun berselang dan, sambil belajar bahasa Inggris sendiri, berhasil lulus dengan nilai tertinggi dari City College of New York. Dia kemudian meraih gelar PhD Teknik Kimia dari Berkeley. Selulus dari Berkeley pada 1963, Grove langsung masuk ke Fairchild dan, pada waktu luang, menulis buku pelajaran perguruan tinggi berjudul Physics and Technology of Semiconductor Devices.
Ketika Moore memberitahukan rencananya meninggalkan Fairchild, Grove secara sukarela mengajukan diri untuk ikut. Malahan, dia hampir-hampir memaksa Moore supaya boleh ikut. “Saya benar-benar menghormatinya dan ingin ikut ke mana pun dia pergi,” Grove menyatakan. Dia pun menjadi orang ketiga di Intel, bertugas sebagai Direktur Bidang Rekayasa.
Grove amat mengagumi kemampuan teknis Moore, tetapi tidak gaya manajemennya. Ini bisa dipahami, apalagi Moore memang enggan berkonfrontasi—sebagai manajer, dia paling banter hanya menyampaikan saran yang lembut. Jika terjadi konflik, Moore akan menonton saja dari jauh. “Entah apakah dia tidak bisa atau tidak mau berperan layaknya manajer,” kata Grove tentang Moore.36 Sebaliknya Grove, yang berapi-api, merasa konfrontasi terbuka yang jujur bukan saja tanggung jawab manajer, melainkan juga bumbu sedap kehidupan.
Grove malah lebih jengkel lagi dengan gaya manajemen Noyce. Di Fairchild dia kerap naik pitam ketika Noyce mengabaikan inkompetensi salah satu kepala divisinya, yang datang terlambat ke kantor dan menenggak minuman keras saat rapat. Itu sebabnya, Grove mengerang saat Moore memberitahukan bahwa dalam usaha barunya, dia akan bermitra dengan Noyce. “Saya katakan kepada dia, Bob pemimpin yang lebih baik daripada yang disangka,” Moore berkata. “Hanya saja, gaya mereka berbeda.”37
Hubungan pribadi Noyce and Grove lebih mulus ketimbang hubungan profesional mereka. Mereka pergi dengan keluarga masing-masing ke Aspen dan di sana Noyce membantu Grove belajar ski dan bahkan mengikatkan tali sepatunya. Walau begitu, Grove merasa agak waswas karena mendeteksi keberjarakan dalam diri Noyce. “Dialah satu-satunya orang kenalan saya yang memesona sekaligus cuek.”38 Selain itu, sekalipun bersahabat pada akhir pekan, Grove sering kesal dan kadang-kadang muak kepada Noyce di kantor.
“Saya punya banyak kenangan tak menyenangkan saat menyaksikan Bob mengelola perusahaan yang dirundung masalah,” kenang Grove. “Jika dua orang bersilang pendapat dan kami semua memandangnya untuk minta keputusan, dia malah menampakkan mimik jengah dan mengatakan, ‘Mungkin sebaiknya kalian cari solusi sendiri,’ atau semacamnya. Malahan, dia lebih sering tidak berkata apa-apa, justru mengubah topik pembicaraan begitu saja.”39
Hal yang tidak Grove sadari ketika itu, tetapi akan dia pahami belakangan, manajemen yang efektif tidak mesti bergantung pada satu pemimpin kuat. Sejumlah orang dengan karakter berlainan yang kombinasinya tepat bisa saja membentuk kepemimpinan kolektif yang efektif. Seperti lakur, perpaduan logam yang pas bisa menghasilkan bahan yang kuat.
Bertahun-tahun kemudian, setelah memahami hal tersebut, Grove membaca buku Peter Drucker, The Practice of Management, yang mendefinisikan direktur ideal sebagai orang luar, orang dalam, dan si pelaksana. Grove menyadari, daripada terejawantahkan dalam satu orang, sifat-sifat tersebut bisa saja dimiliki sejumlah orang yang membentuk satu tim pemimpin. Demikianlah kondisi di Intel, kata Grove, dan dia menggandakan bab tersebut untuk Noyce serta Moore. Noyce si orang luar, Moore si orang dalam, sedangkan Grove si pelaksana.40
Arthur Rock, yang menghimpun dana untuk trio itu dan awalnya menjadi anggota dewan direksi perusahaan, paham arti penting menghimpun tim eksekutif yang anggotanya berkarakter komplementer. Dia juga menyadari satu hal lain: penting pula untuk menggilir mereka sebagai CEO, sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Dia menggambarkan Noyce sebagai “seorang visioner yang tahu cara menginspirasi orang dan menjual perusahaan kepada pihak lain ketika sudah lepas landas”.
Begitu tahap pertama tercapai, Intel perlu dipimpin oleh seseorang yang bisa menjadikannya perusahaan terdepan, seiring dengan munculnya gelombang teknologi baru. “Dan, saking briliannya Gordon sebagai ilmuwan, dia tahu caranya menyetir perkembangan teknologi.” Lalu, ketika perusahaan itu mesti menghadapi sekian banyak saingan, “Kami membutuhkan manajer tegas yang mampu memacu bisnis kami.” Grove-lah orangnya.41
Budaya Intel, yang nantinya menular ke sepenjuru Silicon Valley, merupakan buah karya ketiga pria tersebut. Sebagaimana bisa diduga, dalam “kongregasi” pimpinan Noyce tidak tampak simbol-simbol hierarki. Tiada tempat parkir khusus. Semua orang, termasuk Noyce dan Moore, bekerja di bilik yang serupa. Michael Malone, seorang reporter, menjabarkan kunjungannya ke Intel untuk melakukan wawancara. “Saya tidak bisa menemukan Noyce. Seorang sekretaris harus keluar dan membimbing saya ke biliknya. Sebab, bilik Noyce hampir tak dapat dibedakan dengan bilik lain di padang raksasa bersekat-sekat tersebut.”42
Ketika seorang pegawai periode awal ingin melihat bagan organisasi perusahaan, Noyce menulis X di tengah selembar kertas dan kemudian menggambar sekian banyak X lain di sekelilingnya, yang dihubungkan dengan garis-garis satu sama lain. Si pegawai terletak di tengah, dan yang lain-lain itu rekan kerjanya.43 Noyce memperhatikan di perusahaan-perusahaan Pesisir Timur para kerani dan sekretaris mendapatkan meja logam kecil, sedangkan para eksekutif top memperoleh meja mahoni mahal.
Jadi, Noyce memutuskan akan bekerja menggunakan meja aluminium kelabu kecil. Padahal, staf pendukung yang baru masuk sekalipun mendapatkan meja kayu lebih besar. Meja Noyce yang penyok dan beret-beret terletak hampir di tengah ruangan sehingga terlihat jelas oleh semua orang. Pengaturan semacam itu mencegah siapa pun meminta simbol kekuasaan.
“Sama sekali tidak ada privilese untuk siapa pun,” kenang Ann Bowers, Direktur Personalia yang belakangan menikah dengan Noyce.*4 “Kami menciptakan tradisi yang lain sekali dengan budaya perusahaan terdahulu. Kami membudayakan meritokrasi.”44
Inovasi juga menjadi bagian dari kultur perusahaan. Noyce punya teori yang dia cetuskan selagi kegerahan di Philco yang berhierarki rigid. Noyce yakin bahwa semakin tempat kerja terbuka dan tidak terstruktur, semakin cepat ide-ide baru tersulut, tersebar, disempurnakan, dan diterapkan. “Idenya, birokrasi tidak harus berbelit-belit,” kata salah seorang insinyur Intel, Ted Hoff. “Jika perlu bicara dengan seorang manajer, kita tinggal bicara saja kepadanya.”45
Sebagaimana dituliskan oleh Tom Wolfe dalam riwayatnya, “Noyce menyadari betapa bencinya dia pada sistem organisasi di perusahaan-perusahaan Pesisir Timur, yang berjenjang-jenjang bagaikan sistem kelas, dan pada pemuncaknya, CEO dan wakil presiden, beraktivitas sehari-hari bak aristokrat perusahaan.”
Dengan meniadakan jalur komando, baik di Fairchild Semiconductor maupun— belakangan—di Intel, Noyce memberdayakan para karyawan dan memaksa mereka agar proaktif. Walaupun Grove berjengit ketika perselisihan tidak terselesaikan dalam rapat, Noyce nyaman-nyaman saja membiarkan karyawan junior memecahkan masalah sendiri ketimbang menyuruh mereka tunduk pada keputusan jajaran atas. Tanggung jawab dijatuhkan pula ke tangan para insinyur muda, yang alhasil harus memaksa diri menjadi inovator.
Seorang staf adakalanya pusing tujuh keliling karena masalah pelik. Bila demikian, “Dia akan mendatangi Noyce dan, sambil megap-megap, menanyakan harus berbuat apa,” lapor Wolfe. “Noyce niscaya menanggapi dengan menunduk, menyorotkan tatapan matanya yang berkekuatan 100 ampere, lalu mengatakan, ‘Anda sudah punya panduan. Pertimbangkan aspek A, aspek B, aspek C.’ Kemudian, dia menyunggingkan senyum bak Gary Cooper sambil mengatakan, ‘Tetapi, kalau Anda mengira saya akan membuatkan keputusan, Anda keliru. Itu tanggung jawab Anda, kan?!’”
Alih-alih mengajukan proposal kepada manajemen atas, unit bisnis Intel dipercayai bertindak sendiri-sendiri bak perusahaan kecil yang lincah. Keputusan yang membutuhkan keterlibatan unit lain, semisal rencana marketing baru atau perubahan strategi produk, tetap tidak dilemparkan kepada para bos; melainkan harus diambil lewat rapat antarunit terkait.
Noyce doyan rapat dan karena itu, tersedia ruangan yang bisa digunakan oleh siapa saja untuk rapat dadakan. Dalam berbagai rapat, semua orang diperlakukan setara dan boleh mempertanyakan kebijakan yang berlaku. Noyce hadir bukan sebagai bos, melainkan sebagai gembala yang memandu mereka membuat keputusan sendiri. “Ini bukan korporasi,” simpul Wolfe, “tetapi kongregrasi.”46
Noyce pemimpin hebat karena inspiratif dan pandai, tetapi dia bukan manajer hebat. “Prinsip Bob adalah jika kita memberikan saran mengenai tindakan yang tepat, orang-orang niscaya mengerjakannya. Sebab, mereka tidak bodoh,” kata Moore. “Pokoknya, kita tidak perlu repot-repot mengawasi dan mengevaluasi pekerjaan mereka.”47 Moore mengakui dirinya sama saja. “Saya sendiri kurang antusias dalam menegakkan wewenang atau menjadi bos. Singkat kata, kami berdua terlampau mirip.”48
Di tengah iklim manajemen seperti itu, disiplin tetap saja perlu ditegakkan. Pada masa-masa awal Intel, sebelum mendapat giliran menjadi CEO, Grove turun tangan untuk menerapkan teknik manajemen. Kemalasan tidak dibiarkan begitu saja, sedangkan kegagalan harus dipertanggungjawabkan. “Andy rela memecat ibunya sendiri jika mengganggu,” kata seorang insinyur.

Seorang kolega yang lain menjelaskan, sikap tak kenal kompromi memang diperlukan dalam organisasi yang dikepalai oleh Noyce, “Bob harus menjadi orang baik. Penting agar dia disukai dan dia memang ingin disukai. Jadi, harus ada orang lain yang melotot dan marah-marah. Kebetulan, itulah keahlian Andy.”49
Grove mulai mengkaji dan menyerap seni manajemen seperti mempelajari ilmu sirkuit saja. Dia belakangan menjadi penulis buku-buku laris, seperti Only the Paranoid Survive dan High Output Management. Dia tidak berusaha menumbuhkan hierarki di organisasi tempaan Noyce. Grove semata-mata membantu menanamkan budaya kerja keras, ulet, dan penuh perhatian pada detail—karakter yang takkan tumbuh secara natural di tengah suasana santai nonkonfrontasional yang digagas oleh Noyce.

Rapat-rapat Grove berlangsung singkat, padat, dan ditutup dengan kesimpulan tegas nan jelas; lain dengan rapat bimbingan Noyce yang berkepanjangan karena orang-orang tahu dia bisa menyetujui pendapat siapa saja, asalkan orang itu mampu menarik perhatiannya.
Grove tidak dipandang sebagai tiran semata-mata karena mustahil untuk membencinya. Ketika Grove tersenyum, matanya sontak berbinar-binar. Dia mempunyai daya tarik anak badung yang menyebalkan sekaligus menggemaskan. Dengan logat Hongaria dan seringai jailnya, Grove adalah insinyur paling unik selembah.
Laiknya stereotipe imigran culun yang bercita-cita menjadi gaul dan keren, Grove tanpa sungkan-sungkan mengadopsi gaya busana norak khas 1970-an, lengkap dengan cambang, kumis menjuntai, kemeja tak dikancingkan yang menampakkan dada berbulu, dan kalung emas. Penampilan tersebut tetap tak dapat menyembunyikan identitas aslinya sebagai insinyur tulen, pionir pencipta transistor semikonduktor oksida yang merupakan otot microchip modern.
Grove memupuk pendekatan Noyce yang egalitarian—seumur hidup Grove bekerja di bilik terbuka, yang memang dia sukai. Namun, dia menanamkan pelengkap yang disebut “konfrontasi konstruktif”. Grove tidak pernah sok, sekaligus tidak pernah lengah. Kontras dengan Noyce yang ramah dan santun, Grove selalu blakblakan. Gayanya sama seperti Steve Jobs kelak: jujur hingga menusuk hati, jernih dalam menyampaikan sasaran, dan bersikeras menuntut kesempurnaan.
“Andy orang yang memastikan agar semua berlangsung mulus dan sesuai jadwal,” kenang Ann Bowers. “Dia seorang mandor. Pendapatnya—mengenai apa yang harus atau tidak boleh kita lakukan—sama sekali tak bisa diganggu gugat dan dia sangat lugas dalam menyatakan pendapat.”50
Walaupun gaya mereka lain-lain, Noyce, Moore, dan Grove memiliki satu persamaan: keseriusan dan keteguhan dalam menyuburkan inovasi, eksperimentasi, serta kewirausahaan di Intel. Grove punya mantra, “Sukses melahirkan rasa puas diri. Rasa puas diri melahirkan kegagalan. Hanya orang yang paranoid yang mampu bertahan hidup.” Noyce dan Moore mungkin tidak paranoid, tetapi mereka tidak pernah berpuas diri.

MIKROPROSESOR
Inovasi kadang tercetus dalam situasi kepepet untuk memecahkan masalah. Kali lain inovasi lahir dari cita-cita nan visioner. Kisah penemuan mikroprosesor oleh Tedd Hoff dan tim di Intel memadukan keduanya.
Hoff, yang semula dosen muda di Stanford, menjadi karyawan kedua belas di Intel. Di perusahaan itu dia ditugasi untuk mengerjakan desain chip. Hoff menyadari bahwa merancang macam-macam microchip, yang memiliki fungsi berbeda—sebagaimana dilakukan di Intel—bukan saja merepotkan, melainkan juga tidak efisien.
Perusahaan yang membutuhkan sirkuit terpadu datang ke Intel, kemudian memesan microchip yang didesain untuk mengerjakan tugas tertentu. Hoff, begitu pula Noyce dan yang lainnya, mengangankan pendekatan alternatif, yakni pembuatan chip serbaguna yang bisa diperintah, atau diprogram, untuk mengerjakan beragam tugas sesuai keinginan. Dengan kata lain, komputer serbaguna di dalam satu chip.51
Visi ini muncul bersamaan dengan datangnya masalah ke meja Hoff pada musim panas 1969. Perusahaan Jepang bernama Busicom merencanakan pembuatan kalkulator meja baru supercanggih dan telah menguraikan spesifikasi dua belas microchip berkegunaan khusus (satu untuk monitor, satu untuk kalkulasi, satu untuk memori, dan sebagainya) guna digarap oleh Intel. Intel setuju mengerjakan proyek tersebut dan harga telah disepakati. Noyce kemudian menunjuk Hoff sebagai penanggung jawab proyek.
Tidak lama berselang, muncullah tantangan. “Semakin saya mengkaji desain tersebut, semakin saya khawatir Intel telah menerima pesanan melampaui yang sanggup dikerjakan,” kenang Hoff. “Jumlah chip dan kompleksitasnya jauh lebih besar daripada yang saya sangka-sangka.” Mustahil Intel memenuhi pesanan dengan harga yang telah disepakati. Yang lebih parah, popularitas kalkulator saku Jack Kilby yang kian melonjak telah memaksa Busicom untuk memangkas harga.
“Kalau Anda punya gagasan untuk menyederhanakan desain, silakan dicoba,” saran Noyce.52
Hoff mengusulkan agar Intel mendesain satu chip logika yang dapat mengerjakan semua tugas pesanan Busicom. “Saya tahu pasti bisa,” kata Hoff mengenai chip serbaguna. “Chip bisa dibuat menyerupai komputer.” Noyce menyuruhnya mencoba.
Sebelum mereka menjual ide itu kepada Busicom, Noyce menyadari harus membujuk seseorang yang mungkin malah lebih sukar diyakinkan, yaitu Andy Grove yang—secara teori—merupakan bawahan Noyce. Menurut Grove, salah satu kewajibannya ialah mengawal Intel agar tetap fokus. Noyce mengiyakan praktis apa saja, sedangkan Grove bertugas untuk menolak. Ketika Noyce menghampiri Grove dan duduk di sudut mejanya, Grove langsung siaga satu. Grove tahu lagak cuek Noyce merupakan pertanda dia membawa agenda terselubung.
“Kita hendak memulai proyek baru,” kata Noyce sambil pura-pura tertawa.53 Reaksi pertama Grove ialah memberi tahu Noyce bahwa dia sinting. Intel perusahaan anyar yang masih kerepotan memenuhi pesanan chip memori dan tidak boleh diganggu dengan proyek sampingan. Namun, sesudah menyimak paparan Noyce mengenai ide Hoff, Grove menyadari tantangannya barangkali keliru dan sudah pasti percuma saja.
Pada September 1969 Hoff dan koleganya, Stan Mazor, telah membuat rancang bangun kasar chip logika serbaguna yang dapat menuruti instruksi pemrograman. Chip tersebut bisa mengerjakan fungsi sembilan dari dua belas sirkuit terpadu yang dipesan oleh Busicom. Noyce dan Hoff mempresentasikan opsi itu kepada para eksekutif Busicom, yang setuju bahwa pendekatan itu lebih baik.
Ketika tiba saatnya untuk menegosiasikan ulang harga, Hoff menyampaikan satu rekomendasi penting kepada Noyce—rekomendasi yang berperan dalam menciptakan pasar besar bagi chip serbaguna dan menjamin posisi Intel sebagai salah satu pemain terdepan pada era digital. Poin kesepakatan semacam itu akan ditiru oleh Bill Gates dan Microsoft kala meneken perjanjian dengan IBM sedasawarsa kemudian. Intel akan memberikan harga yang terjangkau untuk Busicom, tetapi sebagai gantinya, Intel boleh memegang hak atas chip baru tersebut dan boleh melisensikannya pada perusahaan lain untuk kegunaan selain kalkulator.
Noyce menyadari chip yang bisa diprogram untuk mengerjakan fungsi logika apa pun niscaya menjadi komponen standar dalam peranti elektronik, sebagaimana semen yang menjadi komponen standar pembangunan rumah. Chip serbaguna akan menggantikan chip berfungsi khusus sehingga bisa diproduksi secara massal dan harga per unitnya akan terus turun.
Chip serbaguna juga akan menghasilkan pergeseran subtil di dalam industri elektronik: peran penting insinyur perangkat keras, yang mendesain penempatan komponen di atas papan sirkuit, lambat laun akan digantikan oleh kelompok anyar, yakni insinyur perangkat lunak yang bertugas memprogram instruksi untuk sistem.
Karena pada dasarnya berupa prosesor komputer di dalam chip, alat itu dinamai mikroprosesor. Pada November 1971 Intel memperkenalkan produk tersebut, Intel 4004, kepada publik. Intel memasang iklan di majalah industri elektronik yang mengumumkan, “Era baru komponen elektronik terpadu—komputer mikro yang bisa diprogram berukuran sebesar chip!” Mikroprosesor tersebut dihargai $200 dan pesanan—begitu pula ribuan permohonan akan manualnya—mulai membanjir. Noyce menghadiri pameran komputer di Las Vegas pada hari pengumuman dan antusias ketika melihat para calon konsumen berdesak-desakan ke stan Intel.
Noyce kemudian menjadi pewarta mikroprosesor. Dalam reuni keluarga besarnya di San Fransisco pada 1972, dia berdiri di dalam bus carteran dan melambai-lambaikan sekeping wafer ke atas kepala. “Ini akan mengubah dunia,” Noyce memberi tahu kerabatnya. “Ini akan menciptakan revolusi di rumah kalian. Kalian akan memiliki komputer, di rumah kalian sendiri. Kalian akan bisa mengakses segala macam informasi.” Para kerabat Noyce lalu mengoperkan wafer itu ke sepenjuru bus bagaikan barang keramat. “Nanti kalian takkan membutuhkan uang tunai lagi,” ramalnya. “Semuanya bisa dibayar secara elektronik.”54
Noyce ternyata tak terlalu berlebihan. Mikroprosesor mulai menjalar ke lampu lalu lintas dan rem mobil pintar, mesin pembuat kopi dan kulkas, lift dan alat medis, serta ribuan perangkat lainnya. Namun, kesuksesan utama mikroprosesor ialah perannya dalam menciptakan komputer kecil, khususnya PC yang bisa kita simpan di atas meja dan di rumah. Jika Hukum Moore masih akurat, industri PC akan tumbuh secara sinergis dengan industri mikroprosesor.
Demikianlah yang terjadi pada 1970-an. Mikroprosesor menyemai benih ratusan perusahaan baru pembuat perangkat keras dan perangkat lunak untuk PC. Intel bukan saja mengembangkan chip mutakhir, melainkan juga menciptakan budaya yang mengilhami berdirinya usaha rintisan dengan modal ventura. Usaha-usaha tersebut kemudian mentransformasi perekonomian dan mencerabut pohon-pohon aprikot di Lembah Santa Clara, bentang alam datar selebar 60 kilometer dari selatan San Fransisco, Palo Alto, hingga ke San Jose.
Nadi utama lembah itu, jalan raya ramai bernama El Camino Real, dahulu merupakan jalan agung yang menghubungkan dua puluh gereja misi California. Pada awal 1970-an—berkat Hewlett-Packard, Stanford Industrial Park kreasi Fred Terman, William Shockley, Fairchild dan alumninya—jalan itu menghubungkan sekian banyak perusahaan teknologi. Pada 1971 kawasan ini memperoleh julukan baru. Don Hoefler, kolumnis koran mingguan industri elektronika, Electronic News, mulai menulis artikel berseri yang berjudul “Silicon Valley AS”, nama yang kemudian terpatri dalam kesadaran masyarakat.55



Dan Edwards dan Peter Samson memainkan Spacewar di MIT pada 1962.

Nolan Bushnell (1943–...).

*1 Hanya tokoh yang masih hidup yang boleh dipilih sebagai penerima Nobel.
*2 Instrumen keuangan yang Rock gunakan adalah convertible debenture, yakni pinjaman yang dapat dikonversi menjadi saham biasa apabila perusahaan itu sukses, tetapi tidak bernilai (menurut kreditor) jika usaha tersebut gagal.
*3 Edward “Ned” Johnson III, yang saat itu mengelola Fidelity Magellan Fund. Pada 2013 Rock menemukan dua lembar kertas berisi nama-nama, berikut selembar lagi yang memuat nama calon pemodal untuk Fairchild, masih tersimpan dalam lemari arsip di kantornya yang menghadap ke Teluk San Francisco.
*4 Setelah menikah dengan Noyce, Bowers harus meninggalkan Intel dan dia pun pindah ke sebuah perusahaan yang masih seumur jagung, yakni Apple Computer. Di sana Bowers menjadi Direktur SDM Apple yang pertama dan memberikan pengaruh maternal nan menenangkan bagi Steve Jobs.

 

Comments

Membaca dimana & kapan saja

DAFTAR BUKU

The Subtle Art Of No Giving a Fuck - Mark Manson - 01

Intelligent Investor - Benjamin Graham - 00

Soros Unauthorized Biography - Robert Slater - 27

Sapiens - Yuval Noah Harari - 01

Intelligent Investor - Benjamin Graham - 01

A Man for All Markets - Edward O.Thorp - 01

The Subtle Art Of No Giving a Fuck - Mark Manson - 02