The Innovators - Walter Isaacson - 05
Dalam makalah yang ditulis untuk merayakan ulang
tahun kesepuluh transistor, yang terbit pada 1957, tepat ketika Fairchild
Semiconductor baru berdiri dan Sputnik diluncurkan, seorang eksekutif Bell Labs
mengidentifikasi satu masalah yang disebut “tirani angka-angka”. Seiring dengan
bertambahnya jumlah komponen dalam sirkuit, jumlah sambungan malah bertambah
lebih cepat. Contohnya, jika sebuah sistem memiliki sepuluh ribu komponen,
kira-kira dibutuhkan 100 ribu atau lebih sambungan kawat pada papan sirkuit,
yang harus disolder dengan tangan. Kondisi ini bukanlah resep untuk produk
andal.
Akan tetapi,
kendala memang merupakan resep untuk inovasi. Kebutuhan memecahkan persoalan
yang kian mendesak muncul berbarengan dengan ratusan kemajuan kecil dalam
teknik manufaktur semikonduktor. Kombinasi ini menghasilkan inovasi yang lahir
secara independen di dua tempat berlainan, yaitu Texas Instruments dan
Fairchild Semiconductor. Hasilnya ialah sirkuit terpadu alias microchip.
JACK KILBY
Jack Kilby adalah satu lagi anak desa Midwest
yang gemar mengotak-atik barang di bengkel bersama ayahnya dan merakit radio
amatir.1 “Saya tumbuh besar di antara keturunan pionir barat yang rajin-rajin,”
dia menyatakan ketika memenangi Nobel.2 Dia dibesarkan di Great
Bend, di tengah-tengah Kansas, tempat ayahnya mengelola perusahaan listrik
lokal. Pada musim panas mereka naik mobil keluarga, Buick, ke area pembangkit
listrik nun jauh dan, apabila mobil mogok, mengecek kendaraan bersama-sama
untuk mencari sumber masalah.
Suatu saat ketika
badai salju menerjang, mereka menggunakan radio amatir untuk menjalin kontak
dengan para pelanggan yang akses teleponnya terputus dan Kilby belia pun
terkagum-kagum akan arti penting teknologi semacam itu. “Saat badai es sewaktu
saya remaja,” katanya kepada T.R. Reid dari Washington Post,
“saya melihat untuk kali pertama bahwa radio pada khususnya dan alat elektronik
pada umumnya benar-benar bisa memengaruhi kehidupan orang. Berkat (radio, yang
menjadi) sarana informasi dan komunikasi dengan dunia luar, orang-orang jadi
memiliki harapan.”3 Dia belajar untuk mendapatkan lisensi
operator radio amatir dan terus memutakhirkan radio menggunakan
komponen-komponen yang dipulungnya.
Setelah ditolak
MIT, Kilby masuk ke Universitas Illinois, cuti kuliah selepas serangan Pearl
Harbor untuk bergabung dengan Angkatan Laut. Ditugaskan di fasilitas reparasi
radio di India, Kilby sering bolak-balik ke Kolkata untuk membeli komponen di
pasar gelap, kemudian menggunakan komponen itu buat merakit receiver
dan transmitter yang lebih bagus di lab tenda.
Dia pria lembut
yang murah senyum dan ramah, sekalipun tidak banyak bicara. Yang istimewa dari
Kilby ialah dahaganya yang tak terpuaskan akan inovasi baru. Dia suka membaca
informasi mengenai tiap paten baru yang dikeluarkan. “Kita harus membaca
segalanya—itu sudah bagian dari pekerjaan,” katanya. “Dengan mengumpulkan semua
informasi remeh tersebut, siapa tahu seperjutanya dapat bermanfaat kelak.”4
Dia memperoleh
pekerjaan pertama di Centralab, perusahaan dari Milwaukee yang membuat komponen
elektronik. Perusahaan itu mencoba mengombinasikan aneka komponen untuk membuat
alat bantu dengar dalam satu wadah keramik—ide yang pada dasarnya sama seperti microchip. Pada 1952 Centralab merupakan salah satu
perusahaan yang membayar biaya lisensi $25 ribu untuk membuat transistor dan
mendapat berkah dari kesediaan Bell Labs untuk berbagi pengetahuan.
Kilby menghadiri
seminar dua minggu Bell Labs—menginap bersama puluhan orang lain di sebuah
hotel di Manhattan dan diantar bus tiap pagi ke Murray Hill—yang memberikan pengajaran
tentang desain transistor, praktikum di lab, dan kunjungan ke pabrik
manufaktur. Bell Labs bahkan mengirimkan berkas-berkas teknis sebanyak tiga
volume kepada seluruh peserta seminar. Berkat kerelaan berbagi pengetahuan dan
melisensikan paten secara murah, Bell Labs meletakkan fondasi untuk Revolusi
Digital, sekalipun Bell Labs sendiri tidak meraup keuntungan besar dari segi
materi.
Supaya bisa berdiri
di jajaran terdepan perkembangan transistor, Kilby sadar perlu bekerja di
perusahaan yang lebih besar. Setelah menimbang-nimbang berbagai tawaran, dia
memutuskan pada musim panas 1958 untuk bergabung ke Texas Instruments,
tempatnya nanti bekerja sama dengan Pat Haggerty dan tim riset transistor yang
brilian di bawah pimpinan Willis Adcock.
Texas Instruments
punya kebijakan memberikan cuti dua minggu untuk semua karyawan setiap Juli.
Jadi, ketika tiba di Dallas sebagai pegawai baru, Kilby termasuk satu dari
segelintir orang yang tetap bekerja di lab semikonduktor. Dengan demikian,
Kilby justru punya waktu memikirkan hendak memanfaatkan silikon untuk apa
selain menjadikannya transistor.
Kilby tahu silikon
tanpa impuritas semata-mata berfungsi sebagai resistor. Dia juga menyadari junction P-N di dalam silikon bisa dijadikan kapasitor,
alias mampu menyimpan muatan listrik kecil. Malahan, kita bisa membuat komponen
elektron apa saja dari silikon yang diperlakukan lain-lain. Dari pemahaman
inilah Kilby kemudian menggagas “ide monolitik”: kita dapat membuat segala
macam komponen di dalam satu silikon monolitik sehingga tidak perlu lagi
menyolder komponen-komponen yang berlainan ke dalam satu papan sirkuit.
Juli 1958, enam
bulan sebelum Noyce menuliskan ide serupa, Kilby menjabarkannya dalam jurnal
lab lewat satu kalimat yang kelak akan dia kutip ketika menerima hadiah Nobel.
“Elemen-elemen sirkuit berikut dapat dibuat di satu keping bahan: resistor,
kapasitor, kapasitor terdistribusi, transistor.” Lalu, dia membuat sketsa
seadanya untuk menggambarkan sekeping silikon yang didoping berbeda-beda
sehingga setiap bagian mempunyai sifat berlainan.
Ketika pulang dari
liburan, sang bos, Willis Adcock, tidak yakin 100% bahwa ide tersebut praktis;
apalagi lab itu mempunyai tugas-tugas lain yang tampak lebih mendesak. Namun,
Adcock berjanji kepada Kilby bahwa jika dia bisa membuat kapasitor dan resistor
yang fungsional, Adcock akan mengesahkan upaya pembuatan sirkuit lengkap pada
satu chip.
Semua berjalan
sesuai rencana dan, pada September 1958, Kilby menyiapkan peragaan sedramatis
yang disuguhkan oleh Bardeen dan Brattain di hadapan atasan mereka di Bell Labs
sebelas tahun sebelumnya. Pada chip silikon seukuran
tusuk gigi pendek, Kilby telah menata komponen-komponen yang, secara teori,
berfungsi sebagai osilator.
Di bawah tatapan
mata sekelompok eksekutif, termasuk direktur perusahaan, Kilby dengan gugup
menyambungkan chip mungil itu ke osiloskop. Kilby
kemudian memandang Adcock, yang cuma mengangkat bahu, seolah-olah mengatakan,
“Kalau tidak berhasil, ya sudah.” Ketika Kilby memencet tombol, muncullah garis
bergelombang di layar osiloskop sebagaimana seharusnya. “Semua orang sontak
tersenyum lebar,” lapor Reid. “Era baru elektronika telah dimulai.”5
Peranti tersebut
memang tidak indah-indah amat. Dalam model-model yang Kilby buat pada musim
gugur 1958, terdapat banyak kawat emas kecil yang menghubungkan sejumlah
komponen di dalam chip. Tampilannya seperti sarang
laba-laba mahal yang menyembul keluar dari ranting silikon. Selain jelek,
peranti itu tidak praktis. Mustahil peranti tersebut dapat dimanufaktur dalam
jumlah besar. Namun, tetap saja komponen itu merupakan microchip
pertama di dunia.
Maret 1959,
beberapa minggu setelah memasukkan pendaftaran paten, Texas Instruments
mengumumkan temuan baru yang dijuluki “sirkuit padat”. Perusahaan tersebut juga
memamerkan segelintir purwarupa dengan hebohnya dalam konferensi tahunan
Institut Insinyur Radio di New York City. Presiden perusahaan menyatakan temuan
tersebut akan menjadi inovasi terpenting sesudah transistor. Kesannya memang
hiperbolis, tetapi pernyataan itu benar adanya.
Pengumuman Texas
Instruments terkesan bak sambaran petir di Fairchild. Noyce, yang telah
mengguratkan konsep serupa versinya sendiri dua bulan sebelum itu, merasa
kecewa karena didahului dan takut kalau-kalau Texas Instruments bakal memperoleh
keunggulan kompetitif karenanya.
VERSI NOYCE
Inovasi yang sama sering kali dicapai lewat jalan
berbeda. Noyce dan para koleganya di Fairchild telah menjajaki kemungkinan
membuat microchip dari arah lain. Berawal ketika
mereka membentur masalah pelik: kerja transistor mereka kurang bagus. Terlalu
banyak transistor buatan mereka yang gagal. Setitik debu atau bahkan kontak
dengan gas dapat menyebabkan transistor tersebut mati. Ketukan atau benturan
keras juga berdampak serupa.
Jean Hoerni,
fisikawan Fairchild yang termasuk ke dalam “delapan pengkhianat”, mengusulkan
solusi cerdik. Dia akan membubuhkan selapis tipis silikon oksida pada permukaan
transistor silikon, seperti lapisan krim di atas kue tar, supaya silikon di
bawahnya terlindung. “Lapisan oksida ... di permukaan transistor,” tulis Hoerni
di notesnya, “akan melindungi junction dari
kontaminasi.”6
Metode ini disebut
“proses planar” karena senyawa oksida dilapiskan secara mendatar di permukaan
atas silikon. Pada Januari 1959 (setelah Kilby mendapat ide, tetapi sebelum
inovasinya dipatenkan ataupun diumumkan), Hoerni mendapat “wangsit” lagi saat
mandi pagi: lapisan oksida tersebut bisa “diukir” membentuk jendela supaya
impuritas dapat didifusikan ke lokasi-lokasi tertentu dalam rangka menciptakan
sifat-sifat semikonduktor yang diinginkan.
Noyce menyukai ide
“merakit transistor di dalam kepompong” tersebut dan membandingkannya dengan
“mendirikan ruang operasi di dalam hutan—kita masukkan pasien ke dalam kantong
plastik, lalu kita melakukan operasi di balik kantong plastik supaya
lalat-lalat hutan tidak mengerubungi luka”.7
Para pengacara
paten berperan melindungi ide-ide bagus, tetapi terkadang mereka juga
menstimulasi munculnya ide. Proses planar contohnya. Noyce menelepon John
Ralls, pengacara paten Fairchild, agar menyiapkan permohonan paten. Jadi, Ralls
mulai mencecar Hoerni, Noyce, dan rekan-rekan kerjanya dengan sejumlah
pertanyaan, antara lain proses planar bisa digunakan untuk mengerjakan hal
praktis apa saja? Ralls mencari tahu supaya bisa mengajukan cakupan paten yang
seluas mungkin. Noyce mengenang, “Tantangan dari Ralls ialah ‘ide-ide ini bisa
dipatenkan untuk apa saja?’”8
Saat itu Hoerni
semata-mata bermaksud menciptakan transistor andal. Belum terbetik di benak
mereka bahwa berkat proses planar beserta jendela-jendela mungilnya, banyak
tipe transistor dan komponen lain yang dapat diguratkan ke sepotong silikon.
Namun, karena Ralls terus bertanya, Noyce jadi memutar otak dan Januari itu dia
menghabiskan waktu dengan saling melempar ide dengan Moore, kemudian menuliskan
ide-ide tersebut di papan tulis dan buku catatannya.
Hal pertama yang
Noyce sadari ialah apabila menggunakan proses planar, mereka tidak perlu lagi
menyolder kawat-kawat mungil ke transistor. Sebagai gantinya, garis-garis tembaga
kecil bisa dicetak ke atas lapisan oksida. Dengan begitu, perakitan transistor
akan lebih cepat dan hasilnya lebih andal.
Kesadaran ini
kemudian membuahkan ide berikutnya: jika kita mencetakkan garis-garis tembaga
untuk menghubungkan satu bagian transistor dengan yang lainnya, kita juga bisa
memanfaatkan garis-garis itu untuk menghubungkan dua transistor atau lebih yang
berada di satu keping silikon.
Berkat proses
planar beserta teknik jendelanya, kita bisa mendifusikan impuritas untuk
membuat lebih dari satu transistor dalam satu chip
silikon. Sedangkan kawat-kawat tembaga yang tercetak pada permukaan chip akan menghubungkan transistor tersebut satu sama lain
sehingga membentuk suatu sirkuit. Noyce kemudian mendatangi kantor Moore dan
menggambarkan ide itu di papan tulis untuknya.
Noyce orang yang
penuh semangat dan banyak bicara, sedangkan Moore pria kalem nan serius. Namun,
mereka justru cocok bermitra. Lompatan ide berikutnya hampir-hampir terkesan
sudah niscaya: satu chip bisa juga memuat bermacam
komponen selain transistor, di antaranya resistor dan kapasitor.
Noyce
mencorat-coret papan tulis Moore untuk menunjukkan bagaimana satu bagian kecil
silikon murni dapat berfungsi sebagai resistor dan, beberapa hari berselang,
dia menggambarkan cara membuat kapasitor silikon. Garis-garis logam kecil yang
dicetakkan di permukaan oksida dapat memadukan keseluruhan komponen tersebut ke
dalam satu sirkuit.
“Saya tidak ingat
mendapat ide sekonyong-konyong, lalu barang langsung jadi,” Noyce mengakui.
“Yang terjadi ialah saya mencoba saja tiap hari. Saya berpikir barangkali saya
bisa mengerjakan ini atau itu, lalu siapa tahu hasilnya seperti ini atau itu.
Berkat usaha terus-menerus, kami akhirnya memperoleh konsep.”9 Setelah melalui serangkaian kesibukan, Noyce menulis dalam buku
catatannya, pada Januari 1959, “Kami berharap dapat membuat banyak peranti pada
satu potong silikon.”10
Noyce menggagas
konsep microchip secara independen (dan beberapa
bulan lebih telat) daripada Kilby, dan mencapainya lewat jalan yang berbeda.
Kilby berusaha mengalahkan tirani angka-angka dengan menciptakan sirkuit
berkomponen banyak yang tidak perlu disolder. Noyce terutama termotivasi untuk
memanfaatkan proses planar kreasi Hoerni semaksimal mungkin. Ada juga satu
perbedaan praktis: versi Noyce tidak dipenuhi jejaring kawat yang ruwet.
MELINDUNGI TEMUAN
Sepanjang sejarah inovasi, paten merupakan sumber
ketegangan, khususnya pada era digital. Inovasi lazimnya hasil kolaborasi dan
pengembangan temuan-temuan terdahulu maka sulit menentukan secara pasti siapa
tepatnya pemilik ide atau hak kekayaan intelektual. Terkadang kepemilikan
menjadi tidak penting ketika sekelompok inovator setuju untuk bekerja sama
dalam proses open source sehingga buah kreativitas
mereka dapat dilepaskan secara terbuka ke domain publik.
Akan tetapi,
inovator umumnya menginginkan pengakuan dan penghargaan. Terkadang penyebabnya
ego, seperti ketika Shockley bermanuver supaya namanya dicantumkan dalam
dokumen paten transistor. Kali lain, alasannya uang, terutama ketika yang
terlibat perusahaan seperti Fairchild dan Texas Instruments yang tentu perlu
mengganjar investor agar bisa terus memperoleh modal kerja untuk menciptakan
temuan berikutnya.
Pada Januari 1959
para pengacara dan eksekutif Texas Instruments mulai terburu-buru mengumpulkan
bahan untuk mendaftarkan paten sirkuit terpadu yang digagas oleh Kilby—bukan
karena mereka mengetahui apa yang Noyce tulis dalam buku catatannya, melainkan
karena beredar rumor bahwa RCA telah mencetuskan gagasan yang sama. Mereka
memutuskan mengajukan permohonan paten seluas dan seumum mungkin. Strategi itu
riskan karena menjadikan paten mudah digugat, seperti paten komputer bercakupan
luas milik Mauchly dan Eckert yang kelak dibatalkan.
Akan tetapi, jika
diterima, paten tersebut akan menjadi senjata ofensif untuk menghalau siapa pun
yang coba-coba membuat produk serupa. Aplikasi paten menyatakan temuan Kilby
“adalah konsep miniaturisasi yang baru dan betul-betul lain”. Walaupun aplikasi
tersebut hanya menjabarkan dua sirkuit rancangan Kilby, tertulis pernyataan,
“Tingkat kompleksitas dan jumlah konfigurasi sirkuit yang dapat dibuat dengan
cara seperti ini tidaklah terbatas.”
Akan tetapi, karena
mereka tergesa-gesa, gambar bermacam metode untuk menyambungkan sejumlah
komponen pada microchip dengan kawat tidak sempat
dibuat. Satu-satunya contoh yang tersedia ialah model demonstrasi Kilby yang
berjejaring kawat emas silang sengkarut. Tim Texas Instruments memutuskan
menggunakan “gambar kawat ruwet”—nama olok-olok yang kelak dianugerahkan untuk
model tersebut—sebagai ilustrasi.
Kilby sudah tahu
versi yang lebih sederhana bisa dibuat menggunakan sambungan berupa cetakan
garis-garis logam. Jadi, pada saat terakhir dia memberi tahu para pengacara
agar membubuhkan kalimat yang mengklaim hak atas konsep itu juga.
“Daripada membuat
sambungan listrik menggunakan kawat emas, sambungan bisa diciptakan dengan cara
lain. Contohnya ... silikon oksida bisa diuapkan ke permukaan pelat sirkuit
semikonduktor .... Material seperti emas kemudian dapat diletakkan di atas
bahan isolator dalam rangka menghasilkan sambungan listrik yang dibutuhkan.”
Pendaftaran ini dimasukkan pada Februari 1959.11
Ketika Texas
Instruments mengumumkan temuan tersebut kepada publik pada Maret 1959, Noyce
dan tim di Fairchild bergegas-gegas memasukkan permohonan paten tandingan.
Dalam rangka melindungi diri dari klaim Texas Instruments yang bercakupan luas,
para pengacara Fairchild secara spesifik menjelaskan keistimewaan versi Noyce.
Mereka memberi
penekanan pada proses planar—yang sudah Fairchild daftarkan terlebih dahulu ke
kantor paten—yang memfasilitasi pencetakan logam di sirkuit “untuk membuat
sambungan listrik ke berbagai bagian semikonduktor” dan “untuk membuat
keseluruhan struktur sirkuit lebih kompak dan mudah difabrikasi”. Lain dengan
sirkuit yang “sambungan listriknya mesti dibuat dengan menempelkan kawat”,
menurut permohonan paten Fairchild, metode Noyce memungkinkan “pembuatan
komponen dan sambungan dengan cara yang sama pada saat berbarengan.”
Kalaupun Texas
Instruments dianugerahi paten karena mampu menempatkan banyak komponen pada
satu chip, Fairchild berharap bisa memperoleh paten
karena menciptakan sambungan dengan garis-garis tercetak dan bukan kawat.
Karena metode ini merupakan prasyarat untuk memproduksi microchip
secara massal, Fairchild tahu nilai tawar mereka terkait perlindungan paten
akan terdongkrak sehingga memaksa Texas Instruments meneken perjanjian lisensi
silang dengan mereka. Pendaftaran Fairchild dimasukkan pada Juli 1959.12
Sama seperti dalam
perselisihan paten seputar komputer, sistem peradilan butuh bertahun-tahun
untuk menekuri siapa yang sebenarnya berhak atas paten sirkuit terpadu dan pada
akhirnya, persoalan itu nyatanya tidak terjawab di pengadilan. Dua permohonan
tandingan dari Texas Instruments dan Fairchild diserahkan kepada dua pemeriksa
berlainan, yang masing-masing sepertinya tidak menyadari keberadaan paten
lainnya. Walaupun berkasnya dimasukkan belakangan, permohonan paten Noyce
disahkan terlebih dahulu pada April 1961. Noyce dinyatakan sebagai penemu microchip.
Para pengacara
Texas Instruments mengajukan “gugatan berdasarkan prioritas”, mengklaim bahwa
Kilby-lah yang terlebih dahulu mendapat ide. Dewan Arbitrase Paten kemudian
menggelar sidang Kilby vs Noyce. Sidang mengharuskan pemeriksaan jurnal
masing-masing dan kesaksian dari berbagai pihak untuk mencari tahu siapa yang
kali pertama mencetuskan konsep umum; semua orang, termasuk Noyce, sepakat
bahwa Kilby menelurkan idenya beberapa bulan lebih dahulu.
Akan tetapi, yang
juga dipersoalkan, apakah aplikasi Kilby benar-benar mencakup proses teknologi
kunci berupa pencetakan garis-garis logam di atas lapisan oksida—dan bukan
penggunaan banyak kawat mungil saja—untuk membuat microchip.
Yang disoroti ialah kalimat yang Kilby imbuhkan di penghujung aplikasi, yakni
“material seperti emas kemudian dapat diletakkan” di lapisan oksida. Apakah dia
sudah menemukan proses spesifik ataukah semata-mata menyelipkan kalimat
spekulatif?13
Selagi kisruh
berkepanjangan, kantor paten memperuwet keadaan dengan mengesahkan permohonan
paten awal Kilby pada Juni 1964. Gugatan berdasarkan prioritas alhasil
bertambah penting. Putusan—yang menguntungkan Kilby—baru keluar pada Februari
1967. Delapan tahun setelah memasukkan paten, Kilby dan Texas Instruments kini
dinyatakan sebagai penemu microchip. Masalahnya ialah
kemelut ternyata belum usai.
Fairchild naik
banding dan pada November 1969, setelah mendengarkan semua argumen serta
kesaksian, Pengadilan Banding Urusan Cukai dan Paten justru mementahkan
kemenangan Kilby. “Kilby gagal mendemonstrasikan,” pengadilan banding
menyatakan, “bahwa istilah ‘diletakkan’... bermakna sama dengan teknik yang
dewasa ini telah digunakan dalam bidang elektronika atau semikonduktor.”14 Pengacara Kilby berusaha naik banding ke Mahkamah Agung AS, yang
menolak mengadili kasus tersebut.
Kemenangan Noyce,
setelah tarik ulur selama sedasawarsa dan penggelontoran biaya legal sebesar
lebih dari sejuta dolar, ternyata tidak bermakna secara praktis. Subjudul
berita pendek di Electronic News berbunyi “Paten
Dialihkan, Tetapi Takkan Ada Perubahan”. Saat itu proses hukum hampir tidak
relevan lagi. Pasar microchip telah meledak
sedemikian pesat sehingga semua orang berotak bisnis di Fairchild dan Texas
Instruments menyadari bahwa riskan apabila mereka menyerahkan nasib ke tangan
peradilan begitu saja.
Maka, pada musim
panas 1966, tiga tahun sebelum keluarnya keputusan final pengadilan, Noyce dan
para pengacara Fairchild bertemu dengan presiden dan penasihat hukum Texas
Instruments untuk meneken kesepakatan damai. Masing-masing perusahaan
menyerahkan sebagian hak kekayaan intelektual microchip
kepada perusahaan satunya dan menyepakati lisensi silang. Perusahaan-perusahaan
lain harus membuat kesepakatan lisensi dengan kedua perusahaan itu, biasanya
membayar biaya royalti sebesar 4% dari laba mereka.15
Jadi, siapakah
penemu microchip? Sama seperti pertanyaan tentang
siapa penemu komputer, putusan pengadilan tidak bisa memberikan jawaban
memuaskan. Kemajuan hampir serempak yang diraih oleh Kilby dan Noyce menunjukkan
bahwa waktu yang tepat telah tiba untuk inovasi tersebut. Malahan, sudah banyak
orang dari sepenjuru Amerika Serikat dan bahkan dunia, antara lain Werner
Jacobi dari Siemens di Jerman dan Geoffrey Dummer dari Royal Radar
Establishment di Britania, yang telah terlebih dahulu mengemukakan kemungkinan
tentang sirkuit terpadu.
Noyce dan
Kilby—sambil berkolaborasi dengan tim di perusahaan masing-masing—kemudian
menemukan metode praktis untuk memproduksi peranti semacam itu. Walaupun Kilby
mengajukan cara memadukan komponen-komponen ke dalam satu chip
beberapa bulan lebih awal, capaian Noyce lebih daripada itu: dia merancang cara
yang tepat untuk menyambungkan komponen-komponen tersebut satu sama lain.
Desainnya dapat diproduksi massal secara efektif dan menjadi model umum bagi microchip pada masa mendatang.
Terdapat satu
hikmah inspiratif terkait pendekatan personal Kilby dan Noyce dalam menyikapi
pertanyaan tentang siapa penemu microchip. Mereka
sama-sama orang baik, berasal dari komunitas kecil yang guyub di Midwest, dan
bersahaja. Lain dengan Shockley, mereka tidak besar kepala ataupun digerogoti
perasaan tak aman. Kapan pun topik tentang pengakuan dan penghargaan atas
temuan mereka muncul ke permukaan, masing-masing bersikap royal dalam memuji
kontribusi pihak satunya lagi. Itu sebabnya, menjadi lazim pula untuk memberi
penghargaan kepada Noyce dan Kilby sebagai sesama penemu sirkuit terpadu.
Dalam salah satu
sejarah lisan awal, Kilby dengan lembut menggerutu, “Sepengetahuan saya, gelar
‘sesama penemu’ biasanya tidak digunakan (untuk inovator yang bekerja secara
terpisah), tetapi nyatanya itulah yang diterima.”16 Walau demikian,
Kilby akhirnya menerima dan sesudahnya malah berbesar hati. Sewaktu Craig
Matsumoto dari Electronic Engineering Times
menanyainya tentang kontroversi itu bertahun-tahun kemudian, “Kilby mengumbar
pujian untuk Noyce dan mengatakan bahwa Revolusi Semikonduktor adalah hasil
karya ribuan orang, bukan dari satu paten.”17
Ketika Kilby diberi
tahu bahwa dia memenangi Nobel pada 2000, sepuluh tahun setelah Noyce
meninggal,*1 salah satu pernyataan pertama yang dia sampaikan berupa pujian untuk
Noyce. “Saya menyesal dia sudah meninggal,” kata Kilby kepada para wartawan.
“Jika dia masih di sini, saya memperkirakan kami akan berbagi hadiah ini.” Saat
seorang fisikawan Swedia memperkenalkan Kilby dalam upacara penganugerahan
dengan mengatakan temuannya berperan dalam meluncurkan Revolusi Digital global,
Kilby menampakkan sikap terperangah nan rendah hati. “Ketika mendengar
kata-kata semacam itu,” responsnya, “saya teringat ucapan si berang-berang
kepada kelinci saat mereka berdiri di dasar Bendungan Hoover, ‘Bukan aku yang
membangunnya, tetapi bendungan ini memang dibuat berdasarkan gagasanku.’”18
MICROCHIP LEPAS LANDAS
Pasar besar pertama untuk microchip
adalah militer. Pada 1962 Strategic Air Command mendesain rudal baru berbasis
darat, Minuteman II, yang masing-masing membutuhkan dua ribu microchip untuk sistem kendalinya saja. Texas Instruments
memenangi hak sebagai supplier utama.
Pada 1965 tujuh
Minuteman dirakit tiap minggu dan Angkatan Laut juga membeli microchip untuk rudal kapal selamnya, Polaris.
Lembaga-lembaga pengadaan logistik militer dengan cerdik berkoordinasi—padahal
mereka ini jarang-jarang melupakan persaingan antar-Angkatan—untuk menstandarkan
desain microchip. Westinghouse dan RCA kemudian mulai
menyuplai sirkuit terpadu juga. Oleh sebab itu, harga pasar segera saja anjlok
sehingga microchip bukan saja ekonomis untuk rudal,
melainkan juga untuk consumer product.
Fairchild pun
menjual chip kepada para pembuat senjata, tetapi
lebih waswas akan kerja sama dengan pihak militer ketimbang para pesaingnya.
Dalam hubungan militer tradisional, kontraktor bekerja diam-diam dengan perwira
berseragam, yang bukan hanya mengatur pembelian, melainkan sekaligus menitahkan
dan mengotak-atik desain.
Noyce yakin
kemitraan semacam itu mengekang inovasi. “Arah penelitian ditentukan oleh
orang-orang yang kurang kompeten.”19 Dia bersikeras agar
Fairchild mendanai pengembangan chip dengan uang
sendiri sehingga berhak terus mengontrol proses tersebut. Jika produk Fairchild
bagus, Noyce meyakini kontraktor militer ujung-ujungnya akan membeli juga. Dan,
ternyata benar.
Program antariksa
sipil Amerika Serikat menjadi faktor berikutnya yang mendongkrak produksi microchip. Pada Mei 1961 Presiden John F. Kennedy
menyatakan, “Saya yakin sebelum dekade ini usai, bangsa ini sudah mencapai
sasaran, yaitu mendaratkan manusia di bulan dan mengembalikannya dengan selamat
ke bumi.”
Misi tersebut, yang
dikenal dengan nama program Apollo, membutuhkan komputer pemandu yang muat di
dalam moncong pesawat ulang alik. Alhasil, dirancanglah komputer semacam itu
dari nol, juga menggunakan microchip paling canggih
yang bisa dibuat.
Akhirnya,
dirakitlah 75 Apollo Guidance Computer, masing-masing memuat lima ribu microchip yang seluruhnya identik. Fairchild memperoleh
kontrak sebagai supplier. Program tersebut tercapai
beberapa bulan sebelum tenggat waktu Kennedy, yakni Juli 1969, ketika Neil
Armstrong menjejakkan kaki di bulan. Saat itu program Apollo telah membeli
lebih dari sejuta microchip.
Permintaan
pemerintah yang besar (dan dapat diprediksi) menyebabkan harga per unit microchip merosot dengan cepat. Chip
purwarupa pertama untuk Apollo Guidance Computer berharga $1.000. Saat microchip dikeluarkan dari jalur produksi biasa, harga per
unitnya hanya $20. Harga rata-rata microchip dalam
rudal Minuteman senilai $50 pada 1962; pada 1968 menjadi $2. Maka, terbukalah
peluang memasukkan microchip ke dalam alat untuk konsumen
biasa.20
Consumer
product pertama yang menggunakan sirkuit terpadu
ialah alat bantu dengar karena ukurannya mesti sangat kecil dan tetap akan
terjual sekalipun agak mahal. Namun, permintaan alat bantu dengar nyatanya
terbatas. Itu sebabnya, Presiden Texas Instruments, Pat Haggerty, mengulangi
taktik yang telah terbukti ampuh pada masa lalu.
Menciptakan alat
baru termasuk ke dalam aspek inovasi juga; begitu pula dengan mengarang-ngarang
cara populer untuk mempergunakan alat baru tersebut. Haggerty dan perusahaannya
piawai melakukan kedua hal itu. Sebelas tahun setelah memperkenalkan radio saku
guna menciptakan pasar besar untuk transistor yang tidak mahal, Haggerty
menjajaki kemungkinan yang sama untuk microchip. Ide
yang terbetik di benaknya ialah kalkulator saku.
Di dalam pesawat
dengan Jack Kilby, Haggerty menggambarkan idenya dan memberi Kilby pesan
berikut: buatlah kalkulator genggam yang fungsinya sama dengan mesin hitung
raksasa ribuan dolar yang bertengger di meja-meja kantor. Usahakan agar mesin
itu efisien sehingga bisa diberdayakan oleh kalkulator, cukup untuk dimasukkan
ke saku baju, dan relatif murah sehingga bisa saja dibeli secara mendadak oleh
konsumen yang impulsif.
Pada 1967 Kilby dan
tim memproduksi kalkulator yang memenuhi hampir semua keinginan Haggerty.
Kalkulator itu hanya bisa mengerjakan empat operasi (tambah, kurang, kali, dan
bagi) serta agak berat (satu kilogram kurang sedikit) dan masih kurang murah
($150).21 Namun, produk itu sukses besar.
Terbukalah pasar
baru untuk peranti yang semula tidak dibutuhkan oleh orang-orang (atau
setidak-tidaknya, demikianlah yang mereka kira). Sesuai kecenderungan yang biasa,
kalkulator pun kian lama kian kecil, kian canggih, dan kian murah. Pada 1972
harga kalkulator saku telah merosot menjadi $100, sedangkan angka penjualan
telah mencapai 5 juta unit. Pada 1975 harga turun menjadi $25 saja, sedangkan
angka penjualan berlipat dua tiap tahunnya. Pada 2014 kalkulator saku Texas
Instruments dijual seharga 3 dolar 62 sen di Walmart.
HUKUM MOORE
Demikianlah pola untuk alat elektronik dewasa
ini. Tiap tahun alat-alat elektronik semakin kecil, murah, cepat, canggih. Pada
1960 dan 1970-an hal itu terjadi karena dua industri yang saling
terkait—komputer dan microchip—tumbuh berkembang
secara berbarengan. “Sinergi antara komponen dan aplikasi baru menyebabkan
keduanya tumbuh secara eksplosif,” tulis Noyce kelak.22
Sinergi semacam itu
terjadi juga setengah abad sebelumnya, antara industri minyak dan kendaraan
bermotor. Terkait inovasi, satu pelajaran penting yang mesti digarisbawahi:
pahami industri-industri mana saja yang bersimbiosis supaya kita bisa mengambil
keuntungan dari efek sinergisnya.
Agar bisa dengan
mudah menerapkan pelajaran tersebut, para wirausahawan dan pemodal ventura
memerlukan panduan akurat yang sederhana untuk memprediksi tren. Untungnya
Gordon Moore menyediakan panduan tersebut. Tepat saat penjualan microchip mulai melambung, dia diminta membuat perkiraan
pasar. Karya tulisnya, yang berjudul “Menjejalkan Semakin Banyak Komponen ke
Sirkuit Terpadu” (“Cramming More Components on to Integrated Circuits”),
diterbitkan di majalah Electronics edisi April 1965.
Moore memulai
artikel dengan meneropong ke masa depan digital. “Sirkuit terpadu akan
membukakan jalan bagi inovasi-inovasi ajaib seperti komputer rumah—atau
setidak-tidaknya, terminal yang terhubung ke komputer sentral—kontrol otomatis
untuk mobil, dan alat komunikasi personal portabel,” tulisnya. Kemudian, Moore
mengutarakan prediksi jitu yang akan membuatnya terkenal. “Kompleksitas
komponen biaya minimum telah meningkat dengan laju berlipat dua per tahun,”
komentarnya. “Tren ini kemungkinan besar akan tetap konstan selama
setidak-tidaknya sepuluh tahun.”23
Sederhananya, Moore
menyampaikan jumlah transistor yang dapat dijejalkan, secara ekonomis, ke microchip berlipat dua tiap tahun dan dia memperkirakan
yang demikian akan terus berlanjut setidak-tidaknya sampai sepuluh tahun.
Seorang profesor di Caltech yang merupakan teman Moore menjuluki pernyataan
tersebut sebagai “Hukum Moore”. Pada 1975, ketika sepuluh tahun telah berlalu,
Moore terbukti benar. Dia lantas memodifikasi hukumnya, meramalkan bahwa jumlah
transistor yang bisa dijejalkan ke dalam chip akan
“berlipat dua per dua tahun daripada per satu tahun”.
Seorang kolega,
David House, mengajukan modifikasi lebih lanjut—yang sekarang sering kali
digunakan—yaitu “performa” chip akan berlipat dua per
18 bulan karena semakin banyak jumlah transistor yang dimasukkan ke chip, semakin meningkat pula kemampuan kerjanya secara
keseluruhan. Setengah abad sesudah dikemukakan, rumus Moore dan macam-macam
variasinya ternyata masih akurat, sekaligus membantu kita memetakan salah satu
periode tersubur penciptaan inovasi dan kekayaan dalam sejarah umat manusia.
Hukum Moore
nyatanya menjadi lebih dari sekadar prediksi. Industri menjadikannya target
juga, yang lantas tercapai—alhasil mewujudkan ramalan Moore. Contoh pertamanya
pada 1964, saat Moore tengah merumuskan hukumnya. Noyce memutuskan Fairchild
akan menjual microchip yang paling sederhana dengan
harga di bawah biaya produksinya. Moore menyebut strategi ini sebagai
“sumbangan jasa Bob bagi industri semikonduktor”.
Noyce tahu harga
murah akan mendorong para pembuat peranti elektronik untuk menginkorporasikan microchip ke dalam produk baru mereka. Dia juga tahu harga
murah akan menstimulasi permintaan, volume tinggi produksi, dan keekonomisan,
sehingga mewujudkan Hukum Moore.24
Tidak mengejutkan
jika Fairchild Camera and Instrument akhirnya memutuskan, pada 1959, membeli
Fairchild Semiconductor. Kedelapan pendiri sontak menjadi kaya, tetapi
benih-benih perselisihan pun tumbuh karenanya. Para eksekutif Fairchild Camera and
Instrument yang bermarkas di Pesisir Timur AS menepis permintaan Noyce untuk
membagi-bagikan opsi saham kepada para insinyur baru dan berjasa, juga mengisap
laba divisi semikonduktor untuk diinvestasikan ke bidang yang relatif
menjemukan dan kurang sukses, semisal kamera film rumahan dan mesin cap.
Masalah internal
merebak pula di Palo Alto. Para insinyur mulai keluar bak kutu loncat, alumni
Fairchild tersebar ke sepenjuru lembah sehingga menumbuhkan dan memekarkan
perusahaan-perusahaan lain. Insiden paling mencolok terjadi pada 1961 ketika
Jean Hoerni dan tiga dari delapan pengkhianat Shockley meninggalkan Fairchild
untuk bergabung dengan usaha rintisan, Teledyne, yang didanai oleh Arthur Rock.
Insinyur lainnya
lantas menyusul dan pada 1968; Noyce sendiri siap untuk angkat kaki. Dia luput
dipromosikan ke jabatan petinggi di Fairchild, membuatnya kesal, tetapi Noyce
juga sadar bahwa dia sesungguhnya tidak ingin naik jabatan. Fairchild, sebagai
satu perusahaan keseluruhan dan bahkan divisi semikonduktornya saja di Palo
Alto, sudah terlampau besar dan birokratis. Noyce ingin menanggalkan tugas
manajerial dan kembali ke lab.
“Bagaimana kalau
kita dirikan perusahaan baru?” tanya Noyce kepada Moore suatu hari.
“Aku suka di sini,”
timpal Moore.25 Noyce dan Moore telah membantu menciptakan kultur baru di dunia
teknologi California—kultur pindah dari perusahaan mapan untuk mendirikan usaha
baru. Namun, pada usia kepala empat, Moore tidak lagi senekat dahulu dalam
mengambil risiko. Noyce terus mendesak sampai, menjelang musim panas 1968, dia
memberi tahu Moore bahwa apa pun yang terjadi, dia akan pergi. “Dia pandai
memengaruhi orang agar ikut-ikutan,” kata Moore bertahun-tahun kemudian sambil
tertawa. “Jadi, saya akhirnya berkata, ‘Ya, sudah, ayo pergi.’”26
“Seiring dengan
semakin besarnya (perusahaan), saya semakin kurang menikmati pekerjaan
sehari-hari,” tulis Noyce dalam surat pengunduran dirinya untuk Sherman
Fairchild. “Mungkin salah satu sebabnya karena saya tumbuh besar di kota kecil.
Saya mendambakan hubungan personal yang dekat layaknya di satu kota kecil pula.
Kini kita mempekerjakan karyawan yang populasinya dua kali lipat ‘kampung
halaman’ terbesar saya.” Noyce mengatakan bahwa dia berharap bisa “berdekatan
lagi dengan teknologi”.27
Saat Noyce
menelepon Arthur Rock, yang berperan menggalang dana dan kesepakatan untuk
mendirikan Fairchild Semiconductor, Rock serta merta bertanya, “Kenapa baru
sekarang?”28
ARTHUR ROCK DAN MODAL VENTURA
Dalam kurun sebelas tahun sejak menengahi
kesepakatan pendirian Fairchild Semiconductor untuk delapan pengkhianat, Arthur
Rock telah membantu menciptakan sesuatu yang sepenting microchip
bagi era digital, yaitu modal ventura.
Hingga pertengahan
abad ke-20 modal ventura dan investasi swasta untuk usaha baru dimonopoli oleh
segelintir keluarga kaya, seperti Vanderbilt, Rockefeller, Whitney, Phipps, dan
Warburg. Sesudah Perang Dunia II, klan hartawan tersebut mendirikan badan hukum
untuk memformalkan bisnis mereka. John Hay “Jock” Whitney, yang mewarisi banyak
usaha dan kekayaan milik keluarga besarnya, mempekerjakan Benno Schmidt Sr.
untuk mendirikan J.H. Whitney & Co. Badan ini mengkhususkan diri untuk
menyediakan—menurut istilah awal mereka—“modal petualang” bagi para
wirausahawan yang memiliki ide menarik, tetapi tidak bisa memperoleh pinjaman
bank.
Keenam putra dan
seorang putri John D. Rockefeller Jr., dipimpin oleh Laurence Rockefeller,
mendirikan badan hukum serupa, yang nantinya menjadi Venrock Associates. Pada
tahun yang sama, 1946, lahir pulalah institusi pemodalan yang dipicu
pertimbangan bisnis dan bukan berasal dari kekayaan keluarga, yaitu American
Research and Development Corporation (ARDC).
Firma tersebut
didirikan oleh Georges Doriot, mantan Dekan Harvard Business School, yang
bermitra dengan mantan Presiden MIT, Karl Compton. ARDC mencetak untung besar
berkat investasi pada 1957 untuk usaha rintisan Digital Equipment Corporation,
yang bernilai 500 kali lipat ketika perusahaan itu go public
sebelas tahun berselang.29
Arthur Rock membawa
konsep ini ke barat, menghadirkan “era silikon” bagi modal ventura. Ketika
mempertemukan delapan pengkhianat dengan Fairchild Camera, Rock dan firmanya
ikut berkepentingan untuk menyukseskan kesepakatan tersebut. Sesudah itu,
barulah Rock sadar bahwa dia bisa menggalang modal dan menjembatani kesepakatan
serupa tanpa perlu mengandalkan pengayom korporat. Rock memiliki latar belakang
di bidang riset bisnis, menggandrungi teknologi, berinsting tajam dalam
mengenali calon pemimpin bisnis yang mumpuni, dan banyak investor dari Pesisir
Timur yang senang akan kinerjanya.
“Uang banyak
berasal dari Pesisir Timur, tetapi perusahaan-perusahaan baru yang menarik
bermarkas di California. Maka, saya putuskan untuk pindah ke barat karena saya
tahu bisa menghubungkan keduanya,” ujar Rock.30
Rock seorang putra
imigran Yahudi Rusia. Dia tumbuh besar di Rochester, New York. Semasa kecil,
dia bekerja sebagai peracik soda di toko permen ayahnya dan belajar mengenali
kepribadian orang lewat pekerjaan tersebut. Salah satu pegangan pokok Rock
dalam berinvestasi ialah utamakan orang ketimbang ide. Selain mengkaji rencana
bisnis, Rock mewawancarai para pencari dana secara saksama.
“Saking yakinnya
saya pada peran manusia dalam menyukseskan bisnis, saya malah merasa bahwa
berbicara kepada individu jauh lebih penting ketimbang mengorek-ngorek rencana
mereka sampai ke sekecil-kecilnya,” dia menjelaskan. Di permukaan Rock berlagak
galak dan kaku. Namun, orang yang memperhatikan baik-baik niscaya melihat
ekspresi berbinar di matanya dan senyum samar di bibirnya—menyiratkan bahwa dia
suka bergaul dan mempunyai selera humor yang hangat.
Sesampai di San
Fransisco, Rock diperkenalkan dengan Tommy Davis, makelar cerewet yang bertugas
menanamkan modal milik Kern County Land Co., konglomerat peternakan dan minyak
yang bersimbah uang. Mereka kemudian bermitra bisnis sebagai Davis and Rock,
menggalang $5 juta dari para investor Rock di Pesisir Timur (termasuk sejumlah
pendiri Fairchild), dan mendanai beberapa perusahaan anyar dengan imbalan
berupa ekuitas.
Fred Terman, Rektor
Stanford yang masih rajin mempererat ikatan antara universitasnya dan para
pemain di bidang teknologi, mendorong Profesor Teknik di kampus agar meluangkan
waktu guna menjadi konsultan Rock, yang bahkan mengambil kuliah malam
elektronika di perguruan tinggi tersebut.
Dari sekian
usaha-usaha rintisan yang kali pertama dia modali dua di antaranya, Teledyne
dan Scientific Data Systems, yang mendatangkan imbal balik menggiurkan. Pada
1968, saat Noyce menelepon Rock untuk meminta strategi selepas meninggalkan
Fairchild, kemitraan Rock dengan Davis telah bubar baik-baik (investasi mereka
telah melonjak 30 kali lipat dalam kurun tujuh tahun) dan Rock kini seorang
diri.
“Andaikan saya
ingin mendirikan perusahaan,” kata Noyce, “bisakah Anda mencarikan uang untuk
saya?” Rock meyakinkan Noyce bahwa mencari modal itu mudah. Apa lagi yang lebih
pas mengilustrasikan idenya untuk bertaruh kepada joki daripada
kuda—berinvestasi berdasarkan penilaian terhadap orang yang akan mengelola
usaha—selain usaha yang dipimpin oleh Robert Noyce dan Gordon Moore?
Rock sangat sedikit
bertanya mengenai usaha apa yang hendak mereka buat. Malahan, dia mula-mula
merasa mereka tidak perlu membuat rencana atau uraian bisnis. “Itulah
satu-satunya investasi buatan saya yang saya yakin, 100%, pasti sukses,”
klaimnya kelak.31
Ketika mencari
rumah untuk delapan pengkhianat pada 1957, Rock merobek selembar kertas,
menuliskan daftar nama, dan secara metodis menelepon orang dalam daftar
tersebut satu-satu, kemudian mencoret nama orang yang tidak berminat. Kini,
sebelas tahun berselang, dia mendata orang-orang yang akan diundang untuk
berinvestasi dan berapa dari total 500 ribu saham*2 seharga $5 per
lembarnya yang akan dia tawarkan kepada masing-masing calon investor. Kali ini
dia hanya mencoret satu nama. (“Johnson di Fidelity”*3 tidak berminat.)
Rock butuh selembar
kertas lagi untuk merevisi alokasi karena kebanyakan orang ingin menanamkan
investasi lebih daripada yang diajukan kepada mereka. Kurang dari dua hari,
modal yang dibutuhkan sudah terkumpul. Para investor yang beruntung antara lain
Rock sendiri, Noyce, Moore, Grinnell College (Noyce ingin supaya almamaternya
kaya dan cita-citanya ternyata kesampaian), Laurence Rockefeller, Fayez Sarofim
(teman sekelas Rock di Harvard), Max Palevsky dari Scientific Data Systems, dan
firma Hayden, Stone & Co.—tempat Rock dahulu bekerja.
Menariknya, enam
orang lain yang keluar dari Shockley untuk mendirikan Fairchild
Semiconductor—banyak di antaranya kini bekerja di firma yang nantinya niscaya
bersaing dengan usaha baru Noyce serta Moore—diberi kesempatan untuk menanamkan
modal juga. Keenam-enamnya sontak ikut berinvestasi.
Kalau-kalau ada
yang menginginkan prospektus, Rock mengetikkan garis besar perusahaan baru
sepanjang tiga setengah halaman. Uraian tersebut dibuka dengan latar belakang
Noyce dan Moore, kemudian menjabarkan—dalam tiga kalimat—bahwa perusahaan itu
bermaksud mengembangkan “teknologi transistor”.
“Para pengacara
kelak merepotkan modal ventura, yakni dengan memaksa kami menulis buku
prospektus yang demikian tebal dan kompleks serta harus ditelaah secara saksama
sebelum diedarkan. Konyol sekali,” Rock belakangan mengeluh sambil mengeluarkan
lembaran kertas dari lemari arsipnya. “Saya tinggal memberi tahu orang bahwa
Noyce dan Moore-lah yang mendirikan bisnis. Cuma itu yang perlu mereka
ketahui.”32
Nama pertama yang
Noyce dan Moore pilih untuk perusahaan anyar itu adalah NM Electronics, diambil
dari inisial mereka. Nama tak menarik itu masuk kotak dan, setelah
memilah-milah sekian banyak usulan yang sama membosankannya—Electronic Solid
State Computer Technology Corp., salah satunya—mereka putuskan untuk memilih
Integrated Electronics Corp. Nama itu sebenarnya “garing” juga, tetapi
setidak-tidaknya dapat disingkat menjadi Intel. Selain singkat, nama tersebut
mudah diingat dan terkesan intelek.
CARA INTEL
Inovasi muncul dalam beragam bentuk. Sebagian
besar yang dijabarkan di buku ini berupa benda fisik, seperti komputer dan
transistor, serta proses-proses terkait, seperti pemrograman, peranti lunak,
dan networking. Yang juga penting ialah inovasi yang
memproduksi layanan baru, seperti modal ventura, dan yang menciptakan struktur
organisasi untuk penelitian dan pengembangan, seperti Bell Labs.
Inovasi yang muncul
di Intel berdampak penting pada era digital, hampir sama penting dengan
temuan-temuan yang sudah dibahas sebelumnya. Inovasi tersebut berupa budaya
korporat dan gaya manajemen yang menjadi antitesis dari tatanan organisasi
hierarkis di perusahaan-perusahaan Pesisir Timur AS.
Sama seperti
kebanyakan tradisi Silicon Valley, gaya manajerial semacam ini berakar dari
Hewlett-Packard. Pada Perang Dunia II, selagi Bill Hewlett berdinas militer,
Dave Packard sering menginap di kantor dan turun tangan langsung mengawasi tiga
shift pekerja, banyak di antaranya perempuan.
Packard
menyadari—karena keadaan—lebih bagus apabila dia memberikan jam kerja fleksibel
dan keleluasaan bagi karyawan untuk menyelesaikan target sesuka mereka.
Struktur organisasi perusahaan menjadi relatif egaliter karenanya. Pada
1950-an, pendekatan ini, yang berpadu dengan gaya hidup kasual California,
menciptakan kultur perusahaan yang termanifestasikan ke dalam acara minum-minum
pada Jumat, jam kerja fleksibel, dan opsi saham.33
Robert Noyce
mendorong kultur ini selangkah lebih jauh. Untuk memahami cara kerja Noyce
sebagai manajer, layak diingat bahwa dia dibesarkan sebagai seorang Kristen
Kongregasionalis. Ayah dan kedua kakek Noyce pendeta aliran Protestan sempalan
yang salah satu ajaran intinya ialah penolakan atas hierarki dan segala embel-embelnya.
Kaum Puritan telah
membersihkan gereja dari kemewahan dan otoritas bertingkat-tingkat, bahkan
meniadakan mimbar yang ditinggikan. Sementara itu, kaum Nasrani yang
menyebarkan doktrin nonkonformis ke Dataran Great Plains—orang-orang Kongregasionalis,
salah satunya—juga tidak menyukai pembeda-bedaan yang hierarkis.
Perlu diingat pula,
sejak masih bersekolah, Noyce menggemari akapela. Tiap Rabu malam Noyce
menghadiri latihan grup vokal yang beranggotakan dua belas orang. Dalam
kelompok akapela, tidak ada penyanyi utama ataupun solois; lagu-lagu polifonik
merangkai beragam suara dan melodi menjadi satu kesatuan, tetapi tak satu pun
dominan. “Bagian Anda bergantung pada (bagian orang lain) dan sekaligus selalu
mendukung yang lain,” demikianlah Noyce pernah menjelaskan.34
Gordon Moore juga
bersahaja, tidak otoriter, enggan berkonfrontasi, dan tidak berminat pada
simbol-simbol kekuasaan. Keduanya bisa saling melengkapi. Noyce, yang supel,
dapat menyihir klien dengan daya pikat yang sudah dimiliki sejak kanak-kanak.
Moore, yang selalu kalem dan bijaksana, suka berada di lab dan tahu cara
membimbing para insinyur dengan pertanyaan-pertanyaan subtil atau (senjata
simpanannya yang paling tajam) keheningan yang menusuk. Noyce piawai menyusun
visi strategis dan melihat gambaran besar, sedangkan Moore memahami hal-hal
detail terutama mengenai teknologi dan rekayasa.
Jadi, mereka mitra
yang sempurna, terkecuali dalam satu perkara: karena sama-sama tidak menyukai
hierarki dan tidak suka main perintah, baik Noyce maupun Moore bukanlah manajer
yang tegas. Karena ingin disukai orang, mereka enggan bersikap galak. Mereka
mampu membimbing, tetapi tidak bisa menyetir. Andaikan ada masalah atau silang
pendapat, mereka tidak suka menghadapinya. Jadi, masalah bisa saja
berlarut-larut.
Di situlah peran
Andy Grove.
Grove, yang lahir
dengan nama András Gróf di Budapest, bukanlah penganut Protestan
Kongregasionalis yang gemar menyanyi akapela. Dia tumbuh besar sebagai orang
Yahudi di Eropa Tengah tepat saat fasisme sedang bangkit, memetik pelajaran
pahit tentang kekuasaan otoriter dan totaliter lewat pengalaman pribadi.
Sewaktu umurnya 8 tahun, Nazi menduduki Hongaria; ayahnya dikirim ke kamp
konsentrasi, sedangkan András dan ibunya dipaksa pindah ke apartemen sempit
khusus warga Yahudi. Ketika keluar rumah, dia harus menyematkan Bintang Daud
kuning.
Suatu hari ketika
dia sakit, ibunya berhasil meyakinkan seorang teman non-Yahudi agar membawakan
bahan masakan untuk membuat sup, yang ujung-ujungnya menyebabkan ibu dan
temannya itu dijebloskan ke penjara. Setelah sang ibu dibebaskan, dia dan
András menggunakan identitas palsu; teman-temannya membantu menampung mereka.
Keluarga Gróf berkumpul kembali sesudah perang, tetapi kemudian pemerintah
komunis mengambil alih.
Grove memutuskan,
pada usia 20 tahun, untuk kabur lewat perbatasan Austria. Sebagaimana dia tulis
dalam memoarnya, Swimming Across, “Saat berusia 20
tahun, saya telah menjadi saksi hidup pemerintahan diktator Fasis Hongaria,
pendudukan militer Jerman, Solusi Akhir Nazi, pengepungan Budapest oleh Tentara
Merah Soviet, periode demokrasi nan kisruh pada tahun-tahun sehabis perang,
sejumlah rezim komunis represif, dan pemberontakan populer yang dikandaskan
todongan senjata api.”35
Masa belia seperti
itu tidaklah semenyenangkan aktivitas memotong rumput untuk menambah uang saku
dan keikutsertaan dalam paduan suara di kota kecil di Iowa, juga tidak
menumbuhkan pembawaan riang yang kalem.
Grove tiba di
Amerika Serikat setahun berselang dan, sambil belajar bahasa Inggris sendiri,
berhasil lulus dengan nilai tertinggi dari City College of New York. Dia
kemudian meraih gelar PhD Teknik Kimia dari Berkeley. Selulus dari Berkeley
pada 1963, Grove langsung masuk ke Fairchild dan, pada waktu luang, menulis
buku pelajaran perguruan tinggi berjudul Physics and
Technology of Semiconductor Devices.
Ketika Moore
memberitahukan rencananya meninggalkan Fairchild, Grove secara sukarela
mengajukan diri untuk ikut. Malahan, dia hampir-hampir memaksa Moore supaya
boleh ikut. “Saya benar-benar menghormatinya dan ingin ikut ke mana pun dia
pergi,” Grove menyatakan. Dia pun menjadi orang ketiga di Intel, bertugas
sebagai Direktur Bidang Rekayasa.
Grove amat
mengagumi kemampuan teknis Moore, tetapi tidak gaya manajemennya. Ini bisa
dipahami, apalagi Moore memang enggan berkonfrontasi—sebagai manajer, dia
paling banter hanya menyampaikan saran yang lembut. Jika terjadi konflik, Moore
akan menonton saja dari jauh. “Entah apakah dia tidak bisa atau tidak mau
berperan layaknya manajer,” kata Grove tentang Moore.36 Sebaliknya
Grove, yang berapi-api, merasa konfrontasi terbuka yang jujur bukan saja
tanggung jawab manajer, melainkan juga bumbu sedap kehidupan.
Grove malah lebih
jengkel lagi dengan gaya manajemen Noyce. Di Fairchild dia kerap naik pitam
ketika Noyce mengabaikan inkompetensi salah satu kepala divisinya, yang datang
terlambat ke kantor dan menenggak minuman keras saat rapat. Itu sebabnya, Grove
mengerang saat Moore memberitahukan bahwa dalam usaha barunya, dia akan
bermitra dengan Noyce. “Saya katakan kepada dia, Bob pemimpin yang lebih baik
daripada yang disangka,” Moore berkata. “Hanya saja, gaya mereka berbeda.”37
Hubungan pribadi
Noyce and Grove lebih mulus ketimbang hubungan profesional mereka. Mereka pergi
dengan keluarga masing-masing ke Aspen dan di sana Noyce membantu Grove belajar
ski dan bahkan mengikatkan tali sepatunya. Walau begitu, Grove merasa agak
waswas karena mendeteksi keberjarakan dalam diri Noyce. “Dialah satu-satunya
orang kenalan saya yang memesona sekaligus cuek.”38 Selain itu,
sekalipun bersahabat pada akhir pekan, Grove sering kesal dan kadang-kadang
muak kepada Noyce di kantor.
“Saya punya banyak
kenangan tak menyenangkan saat menyaksikan Bob mengelola perusahaan yang
dirundung masalah,” kenang Grove. “Jika dua orang bersilang pendapat dan kami
semua memandangnya untuk minta keputusan, dia malah menampakkan mimik jengah
dan mengatakan, ‘Mungkin sebaiknya kalian cari solusi sendiri,’ atau
semacamnya. Malahan, dia lebih sering tidak berkata apa-apa, justru mengubah
topik pembicaraan begitu saja.”39
Hal yang tidak
Grove sadari ketika itu, tetapi akan dia pahami belakangan, manajemen yang
efektif tidak mesti bergantung pada satu pemimpin kuat. Sejumlah orang dengan
karakter berlainan yang kombinasinya tepat bisa saja membentuk kepemimpinan
kolektif yang efektif. Seperti lakur, perpaduan logam yang pas bisa
menghasilkan bahan yang kuat.
Bertahun-tahun
kemudian, setelah memahami hal tersebut, Grove membaca buku Peter Drucker, The Practice of Management, yang mendefinisikan direktur ideal
sebagai orang luar, orang dalam, dan si pelaksana. Grove menyadari, daripada
terejawantahkan dalam satu orang, sifat-sifat tersebut bisa saja dimiliki
sejumlah orang yang membentuk satu tim pemimpin. Demikianlah kondisi di Intel,
kata Grove, dan dia menggandakan bab tersebut untuk Noyce serta Moore. Noyce si
orang luar, Moore si orang dalam, sedangkan Grove si pelaksana.40
Arthur Rock, yang
menghimpun dana untuk trio itu dan awalnya menjadi anggota dewan direksi
perusahaan, paham arti penting menghimpun tim eksekutif yang anggotanya
berkarakter komplementer. Dia juga menyadari satu hal lain: penting pula untuk
menggilir mereka sebagai CEO, sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Dia
menggambarkan Noyce sebagai “seorang visioner yang tahu cara menginspirasi
orang dan menjual perusahaan kepada pihak lain ketika sudah lepas landas”.
Begitu tahap
pertama tercapai, Intel perlu dipimpin oleh seseorang yang bisa menjadikannya
perusahaan terdepan, seiring dengan munculnya gelombang teknologi baru. “Dan,
saking briliannya Gordon sebagai ilmuwan, dia tahu caranya menyetir
perkembangan teknologi.” Lalu, ketika perusahaan itu mesti menghadapi sekian
banyak saingan, “Kami membutuhkan manajer tegas yang mampu memacu bisnis kami.”
Grove-lah orangnya.41
Budaya Intel, yang
nantinya menular ke sepenjuru Silicon Valley, merupakan buah karya ketiga pria
tersebut. Sebagaimana bisa diduga, dalam “kongregasi” pimpinan Noyce tidak
tampak simbol-simbol hierarki. Tiada tempat parkir khusus. Semua orang,
termasuk Noyce dan Moore, bekerja di bilik yang serupa. Michael Malone, seorang
reporter, menjabarkan kunjungannya ke Intel untuk melakukan wawancara. “Saya
tidak bisa menemukan Noyce. Seorang sekretaris harus keluar dan membimbing saya
ke biliknya. Sebab, bilik Noyce hampir tak dapat dibedakan dengan bilik lain di
padang raksasa bersekat-sekat tersebut.”42
Ketika seorang
pegawai periode awal ingin melihat bagan organisasi perusahaan, Noyce menulis X
di tengah selembar kertas dan kemudian menggambar sekian banyak X lain di
sekelilingnya, yang dihubungkan dengan garis-garis satu sama lain. Si pegawai
terletak di tengah, dan yang lain-lain itu rekan kerjanya.43 Noyce memperhatikan di perusahaan-perusahaan Pesisir Timur para kerani
dan sekretaris mendapatkan meja logam kecil, sedangkan para eksekutif top
memperoleh meja mahoni mahal.
Jadi, Noyce
memutuskan akan bekerja menggunakan meja aluminium kelabu kecil. Padahal, staf
pendukung yang baru masuk sekalipun mendapatkan meja kayu lebih besar. Meja
Noyce yang penyok dan beret-beret terletak hampir di tengah ruangan sehingga
terlihat jelas oleh semua orang. Pengaturan semacam itu mencegah siapa pun
meminta simbol kekuasaan.
“Sama sekali tidak
ada privilese untuk siapa pun,” kenang Ann Bowers, Direktur Personalia yang
belakangan menikah dengan Noyce.*4 “Kami menciptakan tradisi
yang lain sekali dengan budaya perusahaan terdahulu. Kami membudayakan
meritokrasi.”44
Inovasi juga
menjadi bagian dari kultur perusahaan. Noyce punya teori yang dia cetuskan
selagi kegerahan di Philco yang berhierarki rigid. Noyce yakin bahwa semakin
tempat kerja terbuka dan tidak terstruktur, semakin cepat ide-ide baru
tersulut, tersebar, disempurnakan, dan diterapkan. “Idenya, birokrasi tidak
harus berbelit-belit,” kata salah seorang insinyur Intel, Ted Hoff. “Jika perlu
bicara dengan seorang manajer, kita tinggal bicara saja kepadanya.”45
Sebagaimana
dituliskan oleh Tom Wolfe dalam riwayatnya, “Noyce menyadari betapa bencinya
dia pada sistem organisasi di perusahaan-perusahaan Pesisir Timur, yang
berjenjang-jenjang bagaikan sistem kelas, dan pada pemuncaknya, CEO dan wakil
presiden, beraktivitas sehari-hari bak aristokrat perusahaan.”
Dengan meniadakan
jalur komando, baik di Fairchild Semiconductor maupun— belakangan—di Intel,
Noyce memberdayakan para karyawan dan memaksa mereka agar proaktif. Walaupun
Grove berjengit ketika perselisihan tidak terselesaikan dalam rapat, Noyce
nyaman-nyaman saja membiarkan karyawan junior memecahkan masalah sendiri
ketimbang menyuruh mereka tunduk pada keputusan jajaran atas. Tanggung jawab dijatuhkan
pula ke tangan para insinyur muda, yang alhasil harus memaksa diri menjadi
inovator.
Seorang staf
adakalanya pusing tujuh keliling karena masalah pelik. Bila demikian, “Dia akan
mendatangi Noyce dan, sambil megap-megap, menanyakan harus berbuat apa,” lapor
Wolfe. “Noyce niscaya menanggapi dengan menunduk, menyorotkan tatapan matanya
yang berkekuatan 100 ampere, lalu mengatakan, ‘Anda sudah punya panduan.
Pertimbangkan aspek A, aspek B, aspek C.’ Kemudian, dia menyunggingkan senyum
bak Gary Cooper sambil mengatakan, ‘Tetapi, kalau Anda mengira saya akan
membuatkan keputusan, Anda keliru. Itu tanggung jawab Anda, kan?!’”
Alih-alih
mengajukan proposal kepada manajemen atas, unit bisnis Intel dipercayai
bertindak sendiri-sendiri bak perusahaan kecil yang lincah. Keputusan yang
membutuhkan keterlibatan unit lain, semisal rencana marketing baru atau
perubahan strategi produk, tetap tidak dilemparkan kepada para bos; melainkan
harus diambil lewat rapat antarunit terkait.
Noyce doyan rapat
dan karena itu, tersedia ruangan yang bisa digunakan oleh siapa saja untuk
rapat dadakan. Dalam berbagai rapat, semua orang diperlakukan setara dan boleh
mempertanyakan kebijakan yang berlaku. Noyce hadir bukan sebagai bos, melainkan
sebagai gembala yang memandu mereka membuat keputusan sendiri. “Ini bukan
korporasi,” simpul Wolfe, “tetapi kongregrasi.”46
Noyce pemimpin
hebat karena inspiratif dan pandai, tetapi dia bukan manajer hebat. “Prinsip
Bob adalah jika kita memberikan saran mengenai tindakan yang tepat, orang-orang
niscaya mengerjakannya. Sebab, mereka tidak bodoh,” kata Moore. “Pokoknya, kita
tidak perlu repot-repot mengawasi dan mengevaluasi pekerjaan mereka.”47 Moore mengakui dirinya sama saja. “Saya sendiri kurang antusias dalam
menegakkan wewenang atau menjadi bos. Singkat kata, kami berdua terlampau
mirip.”48
Di tengah iklim
manajemen seperti itu, disiplin tetap saja perlu ditegakkan. Pada masa-masa
awal Intel, sebelum mendapat giliran menjadi CEO, Grove turun tangan untuk
menerapkan teknik manajemen. Kemalasan tidak dibiarkan begitu saja, sedangkan
kegagalan harus dipertanggungjawabkan. “Andy rela memecat ibunya sendiri jika
mengganggu,” kata seorang insinyur.
Seorang kolega yang
lain menjelaskan, sikap tak kenal kompromi memang diperlukan dalam organisasi yang
dikepalai oleh Noyce, “Bob harus menjadi orang baik. Penting agar dia disukai
dan dia memang ingin disukai. Jadi, harus ada orang lain yang melotot dan
marah-marah. Kebetulan, itulah keahlian Andy.”49
Grove mulai
mengkaji dan menyerap seni manajemen seperti mempelajari ilmu sirkuit saja. Dia
belakangan menjadi penulis buku-buku laris, seperti Only the
Paranoid Survive dan High Output Management.
Dia tidak berusaha menumbuhkan hierarki di organisasi tempaan Noyce. Grove
semata-mata membantu menanamkan budaya kerja keras, ulet, dan penuh perhatian
pada detail—karakter yang takkan tumbuh secara natural di tengah suasana santai
nonkonfrontasional yang digagas oleh Noyce.
Rapat-rapat Grove
berlangsung singkat, padat, dan ditutup dengan kesimpulan tegas nan jelas; lain
dengan rapat bimbingan Noyce yang berkepanjangan karena orang-orang tahu dia
bisa menyetujui pendapat siapa saja, asalkan orang itu mampu menarik
perhatiannya.
Grove tidak
dipandang sebagai tiran semata-mata karena mustahil untuk membencinya. Ketika
Grove tersenyum, matanya sontak berbinar-binar. Dia mempunyai daya tarik anak
badung yang menyebalkan sekaligus menggemaskan. Dengan logat Hongaria dan
seringai jailnya, Grove adalah insinyur paling unik selembah.
Laiknya stereotipe
imigran culun yang bercita-cita menjadi gaul dan keren, Grove tanpa sungkan-sungkan mengadopsi gaya busana
norak khas 1970-an, lengkap dengan cambang, kumis menjuntai, kemeja tak
dikancingkan yang menampakkan dada berbulu, dan kalung emas. Penampilan
tersebut tetap tak dapat menyembunyikan identitas aslinya sebagai insinyur
tulen, pionir pencipta transistor semikonduktor oksida yang merupakan otot microchip modern.
Grove memupuk
pendekatan Noyce yang egalitarian—seumur hidup Grove bekerja di bilik terbuka,
yang memang dia sukai. Namun, dia menanamkan pelengkap yang disebut
“konfrontasi konstruktif”. Grove tidak pernah sok, sekaligus tidak pernah
lengah. Kontras dengan Noyce yang ramah dan santun, Grove selalu blakblakan.
Gayanya sama seperti Steve Jobs kelak: jujur hingga menusuk hati, jernih dalam
menyampaikan sasaran, dan bersikeras menuntut kesempurnaan.
“Andy orang yang
memastikan agar semua berlangsung mulus dan sesuai jadwal,” kenang Ann Bowers.
“Dia seorang mandor. Pendapatnya—mengenai apa yang harus atau tidak boleh kita
lakukan—sama sekali tak bisa diganggu gugat dan dia sangat lugas dalam
menyatakan pendapat.”50
Walaupun gaya
mereka lain-lain, Noyce, Moore, dan Grove memiliki satu persamaan: keseriusan
dan keteguhan dalam menyuburkan inovasi, eksperimentasi, serta kewirausahaan di
Intel. Grove punya mantra, “Sukses melahirkan rasa puas diri. Rasa puas diri
melahirkan kegagalan. Hanya orang yang paranoid yang mampu bertahan hidup.”
Noyce dan Moore mungkin tidak paranoid, tetapi mereka tidak pernah berpuas
diri.
MIKROPROSESOR
Inovasi kadang tercetus dalam situasi kepepet
untuk memecahkan masalah. Kali lain inovasi lahir dari cita-cita nan visioner.
Kisah penemuan mikroprosesor oleh Tedd Hoff dan tim di Intel memadukan
keduanya.
Hoff, yang semula
dosen muda di Stanford, menjadi karyawan kedua belas di Intel. Di perusahaan
itu dia ditugasi untuk mengerjakan desain chip. Hoff
menyadari bahwa merancang macam-macam microchip, yang
memiliki fungsi berbeda—sebagaimana dilakukan di Intel—bukan saja merepotkan,
melainkan juga tidak efisien.
Perusahaan yang
membutuhkan sirkuit terpadu datang ke Intel, kemudian memesan microchip yang didesain untuk mengerjakan tugas tertentu.
Hoff, begitu pula Noyce dan yang lainnya, mengangankan pendekatan alternatif,
yakni pembuatan chip serbaguna yang bisa diperintah,
atau diprogram, untuk mengerjakan beragam tugas sesuai keinginan. Dengan kata
lain, komputer serbaguna di dalam satu chip.51
Visi ini muncul
bersamaan dengan datangnya masalah ke meja Hoff pada musim panas 1969.
Perusahaan Jepang bernama Busicom merencanakan pembuatan kalkulator meja baru
supercanggih dan telah menguraikan spesifikasi dua belas microchip
berkegunaan khusus (satu untuk monitor, satu untuk kalkulasi, satu untuk
memori, dan sebagainya) guna digarap oleh Intel. Intel setuju mengerjakan
proyek tersebut dan harga telah disepakati. Noyce kemudian menunjuk Hoff
sebagai penanggung jawab proyek.
Tidak lama
berselang, muncullah tantangan. “Semakin saya mengkaji desain tersebut, semakin
saya khawatir Intel telah menerima pesanan melampaui yang sanggup dikerjakan,”
kenang Hoff. “Jumlah chip dan kompleksitasnya jauh
lebih besar daripada yang saya sangka-sangka.” Mustahil Intel memenuhi pesanan
dengan harga yang telah disepakati. Yang lebih parah, popularitas kalkulator
saku Jack Kilby yang kian melonjak telah memaksa Busicom untuk memangkas harga.
“Kalau Anda punya
gagasan untuk menyederhanakan desain, silakan dicoba,” saran Noyce.52
Hoff mengusulkan
agar Intel mendesain satu chip logika yang dapat
mengerjakan semua tugas pesanan Busicom. “Saya tahu pasti bisa,” kata Hoff
mengenai chip serbaguna. “Chip
bisa dibuat menyerupai komputer.” Noyce menyuruhnya mencoba.
Sebelum mereka
menjual ide itu kepada Busicom, Noyce menyadari harus membujuk seseorang yang
mungkin malah lebih sukar diyakinkan, yaitu Andy Grove yang—secara
teori—merupakan bawahan Noyce. Menurut Grove, salah satu kewajibannya ialah
mengawal Intel agar tetap fokus. Noyce mengiyakan praktis apa saja, sedangkan
Grove bertugas untuk menolak. Ketika Noyce menghampiri Grove dan duduk di sudut
mejanya, Grove langsung siaga satu. Grove tahu lagak cuek Noyce merupakan
pertanda dia membawa agenda terselubung.
“Kita hendak
memulai proyek baru,” kata Noyce sambil pura-pura tertawa.53 Reaksi pertama Grove ialah memberi tahu Noyce bahwa dia sinting. Intel
perusahaan anyar yang masih kerepotan memenuhi pesanan chip
memori dan tidak boleh diganggu dengan proyek sampingan. Namun, sesudah
menyimak paparan Noyce mengenai ide Hoff, Grove menyadari tantangannya
barangkali keliru dan sudah pasti percuma saja.
Pada September 1969
Hoff dan koleganya, Stan Mazor, telah membuat rancang bangun kasar chip logika serbaguna yang dapat menuruti instruksi
pemrograman. Chip tersebut bisa mengerjakan fungsi
sembilan dari dua belas sirkuit terpadu yang dipesan oleh Busicom. Noyce dan
Hoff mempresentasikan opsi itu kepada para eksekutif Busicom, yang setuju bahwa
pendekatan itu lebih baik.
Ketika tiba saatnya
untuk menegosiasikan ulang harga, Hoff menyampaikan satu rekomendasi penting
kepada Noyce—rekomendasi yang berperan dalam menciptakan pasar besar bagi chip serbaguna dan menjamin posisi Intel sebagai salah satu
pemain terdepan pada era digital. Poin kesepakatan semacam itu akan ditiru oleh
Bill Gates dan Microsoft kala meneken perjanjian dengan IBM sedasawarsa
kemudian. Intel akan memberikan harga yang terjangkau untuk Busicom, tetapi
sebagai gantinya, Intel boleh memegang hak atas chip
baru tersebut dan boleh melisensikannya pada perusahaan lain untuk kegunaan
selain kalkulator.
Noyce menyadari chip yang bisa diprogram untuk mengerjakan fungsi logika
apa pun niscaya menjadi komponen standar dalam peranti elektronik, sebagaimana
semen yang menjadi komponen standar pembangunan rumah. Chip
serbaguna akan menggantikan chip berfungsi khusus
sehingga bisa diproduksi secara massal dan harga per unitnya akan terus turun.
Chip serbaguna juga akan menghasilkan pergeseran subtil di dalam industri
elektronik: peran penting insinyur perangkat keras, yang mendesain penempatan
komponen di atas papan sirkuit, lambat laun akan digantikan oleh kelompok
anyar, yakni insinyur perangkat lunak yang bertugas memprogram instruksi untuk
sistem.
Karena pada
dasarnya berupa prosesor komputer di dalam chip, alat
itu dinamai mikroprosesor. Pada November 1971 Intel
memperkenalkan produk tersebut, Intel 4004, kepada publik. Intel memasang iklan
di majalah industri elektronik yang mengumumkan, “Era baru komponen elektronik
terpadu—komputer mikro yang bisa diprogram berukuran sebesar chip!” Mikroprosesor tersebut dihargai $200 dan
pesanan—begitu pula ribuan permohonan akan manualnya—mulai membanjir. Noyce
menghadiri pameran komputer di Las Vegas pada hari pengumuman dan antusias
ketika melihat para calon konsumen berdesak-desakan ke stan Intel.
Noyce kemudian
menjadi pewarta mikroprosesor. Dalam reuni keluarga besarnya di San Fransisco
pada 1972, dia berdiri di dalam bus carteran dan melambai-lambaikan sekeping
wafer ke atas kepala. “Ini akan mengubah dunia,” Noyce memberi tahu kerabatnya.
“Ini akan menciptakan revolusi di rumah kalian. Kalian akan memiliki komputer,
di rumah kalian sendiri. Kalian akan bisa mengakses segala macam informasi.”
Para kerabat Noyce lalu mengoperkan wafer itu ke sepenjuru bus bagaikan barang
keramat. “Nanti kalian takkan membutuhkan uang tunai lagi,” ramalnya. “Semuanya
bisa dibayar secara elektronik.”54
Noyce ternyata tak
terlalu berlebihan. Mikroprosesor mulai menjalar ke lampu lalu lintas dan rem
mobil pintar, mesin pembuat kopi dan kulkas, lift dan alat medis, serta ribuan
perangkat lainnya. Namun, kesuksesan utama mikroprosesor ialah perannya dalam
menciptakan komputer kecil, khususnya PC yang bisa kita simpan di atas meja dan
di rumah. Jika Hukum Moore masih akurat, industri PC akan tumbuh secara
sinergis dengan industri mikroprosesor.
Demikianlah yang
terjadi pada 1970-an. Mikroprosesor menyemai benih ratusan perusahaan baru
pembuat perangkat keras dan perangkat lunak untuk PC. Intel bukan saja
mengembangkan chip mutakhir, melainkan juga
menciptakan budaya yang mengilhami berdirinya usaha rintisan dengan modal
ventura. Usaha-usaha tersebut kemudian mentransformasi perekonomian dan
mencerabut pohon-pohon aprikot di Lembah Santa Clara, bentang alam datar
selebar 60 kilometer dari selatan San Fransisco, Palo Alto, hingga ke San Jose.
Nadi utama lembah
itu, jalan raya ramai bernama El Camino Real, dahulu merupakan jalan agung yang
menghubungkan dua puluh gereja misi California. Pada awal 1970-an—berkat
Hewlett-Packard, Stanford Industrial Park kreasi Fred Terman, William Shockley,
Fairchild dan alumninya—jalan itu menghubungkan sekian banyak perusahaan
teknologi. Pada 1971 kawasan ini memperoleh julukan baru. Don Hoefler, kolumnis
koran mingguan industri elektronika, Electronic News,
mulai menulis artikel berseri yang berjudul “Silicon Valley AS”, nama yang
kemudian terpatri dalam kesadaran masyarakat.55
Dan Edwards dan Peter Samson memainkan Spacewar
di MIT pada 1962.
Nolan Bushnell (1943–...).
*1 Hanya tokoh yang masih
hidup yang boleh dipilih sebagai penerima Nobel.
*2 Instrumen keuangan yang
Rock gunakan adalah convertible debenture, yakni
pinjaman yang dapat dikonversi menjadi saham biasa apabila perusahaan itu
sukses, tetapi tidak bernilai (menurut kreditor) jika usaha tersebut gagal.
*3 Edward “Ned” Johnson III,
yang saat itu mengelola Fidelity Magellan Fund. Pada 2013 Rock menemukan dua
lembar kertas berisi nama-nama, berikut selembar lagi yang memuat nama calon
pemodal untuk Fairchild, masih tersimpan dalam lemari arsip di kantornya yang
menghadap ke Teluk San Francisco.
*4 Setelah menikah dengan
Noyce, Bowers harus meninggalkan Intel dan dia pun pindah ke sebuah perusahaan
yang masih seumur jagung, yakni Apple Computer. Di sana Bowers menjadi Direktur
SDM Apple yang pertama dan memberikan pengaruh maternal nan menenangkan bagi
Steve Jobs.
Comments
Post a Comment