Intelligent Investor - Benjamin Graham - 01

BAB 1
Investasi versus Spekulasi:
Hasil yang Diharapkan Investor Pintar


Bab ini meringkas berbagai pandangan yang akan dikemukakan dalam buku ini. Khususnya, kami pertama tama ingin mengembangkan konsep kami tentang kebijakan portofolio yang tepat untuk investor individual, yakni investor nonprofesional.


Investasi versus Spekulasi

Apa yang kami maksud dengan “investor"? Di seluruh buku ini, istilah itu akan digunakan sebagai lawan kata dari "spekulator". Merunut ke tahun 1934, dalam buku kami Security Analysis,i kami telah berusaha mencari rumusan yang tepat tentang perbedaan keduanya: "Tindakan investasi adalah tindakan yang, melalui analisis menyeluruh, menjanjikan keamanan dana pokok dan memberikan keuntungan memadai. Tindakan yang tidak memenuhi persyaratan ini berarti tindakan spekulatif." Kendati kami telah berpegang teguh pada definisi ini selama 38 tahun, ada gunanya untuk mencatat berbagai perubahan radikal yang terjadi dalam penggunaan istilah "investor" selama periode ini. Setelah penurunan pasar yang sangat luar biasa pada 1929-1932, semua saham biasa (common stock) dianggap memiliki sifat spekulatif. (Sebuah otoritas utama mengeluarkan pernyataan tegas bahwa hanya obligasi (bond) yang bisa dibeli untuk investasi.!) Oleh karena itu, pada masa tersebut, kami
harus mempertahankan definisi kami dari tudingan bahwa definisi tersebut membuat konsep investasi menjadi terlalu luas.

Namun, sekarang, keprihatinan kami justru berbalik. Kami harus mencegah pembaca dari menerima jargon umum yang mengartikan "investor'' sebagai: siapa saja dan siapa pun yang berada di pasar modal. Dalam edisi sebelumnya, kami mengutip headline artikel halaman depan dari jurnal keuangan terkemuka kami pada Juni 1962: INVESTOR KECIL AKSI JUAL, SHORT-SELLING SISA SAHAM. Pada Oktober 1970, jurnal yang sama memasang editorial yang mengkritik mereka sebagai "investor ceroboh", yang kali ini justru berbondong-bondong melakukan pembelian.

Berbagai kutipan ini menggambarkan secara jelas kebingungan yang dominan selama bertahun-tahun tentang penggunaan kata investasi dan spekulasi. Coba Anda pikirkan kembali definisi investasi yang telah kami ajukan di atas, lalu bandingkan dengan penjualan sejumlah bagian saham dari seseorang yang tidak berpengalaman, yang bahkan tidak memiliki apa yang ia jual, yang dengan emosional meyakini bahwa ia akan bisa membeli kembali saham tersebut dengan harga yang jauh lebih murah. (Relevan untuk diingat, ketika artikel tahun 1962 ini muncul, pasar sedang mengalami penurunan drastis, dan mulai menunjukkan gejala akan naik kembali dengan tajam. Masa itu merupakan masa yang sangat buruk untuk melakukan short-selling.) Dalam pemahaman yang lebih umum, istilah "investor ceroboh" yang digunakan setelah itu bisa dipandang sebagai kontradiksi istilah yang menggelikan—seperti halnya "si pelit yang boros"—seandainya saja kesalahan penggunaan bahasa
ini tidak terlalu berakibat buruk.

Koran-koran menggunakan kata "investor" dalam berbagai kasus ini karena, dalam bahasa sederhana Wall Street, setiap orang yang membeli atau menjual efek berarti telah menjadi seorang investor, tak peduli apa yang ia beli, atau untuk tujuan apa, seharga berapa, atau apakah untuk tujuan mendapatkan uang tunai ataukah marjin. Bandingkan ini dengan perilaku publik terhadap saham biasa pada 1948, ketika lebih dari 90% mereka yang disurvei menyatakan tentangan terhadap pembelian saham biasa.3 Sekitar setengah dari mereka beralasan “tidak aman, sebuah perjudian," dan sebagian lagi beralasan "tidak familiar". - Ironis (walaupun tidak mengejutkan) bahwa pembelian saham biasa umumnya dipandang sebagai tindakan sangat spekulatif atau berisiko tinggi justru ketika harga saham tersebut berada pada level paling menarik, dan mulai mengalami peningkatan tertingginya dalam sejarah. Sebaliknya, kenyataan bahwa harga saham telah mencapai level yang—jika dipandang dengan pengalaman masa lalu—berbahaya telah mengubah tindakan pembelian saham tersebut menjadi tindakan "investasi", dan setiap orang yang melakukan pembelian saham akan berubah menjadi "investor".

Pembedaan antara investasi dan spekulasi pada saham biasa sangatlah berguna, dan menghilangnya pembedaan keduanya patut membuat kita prihatin. Kami telah sering mengatakan bahwa Wall Street sebagai sebuah institusi perlu mendudukkan kembali pembedaan ini dan menekankannya dalam setiap kesepakatan perdagangan saham yang dibuat dengan publik. Jika tidak, pasar modal akan menjadi pihak yang disalahkan atas kerugian akibat tindakan spekulatif orang-orang yang tidak diberi peringatan memadai tentang tindakan yang mereka ambil. Sayangnya, sekali lagi, sebagian besar insiden finansial memalukan dewasa ini di berbagai perusahaan pialang saham tampak disebabkan oleh penyertaan saham-saham spekulatif dalam portofolio mereka. Kami yakin, pembaca buku ini akan memperoleh pemahaman cukup jelas tentang risiko yang melekat pada komitmen saham biasa—risiko tak terpisahkan dari keuntungan yang ditawarkannya, dan bahwa risiko berbanding keuntungan tersebut harus dimasukkan ke dalam kalkulasi seorang investor.

Apa yang baru saja kami kemukakan mengindikasikan bahwa sepertinya tidak ada lagi yang disebut dengan kebijakan investasi murni yang terdiri atas saham-saham biasa yang representatif—dalam pengertian bahwa setiap orang selalu bisa menunggu untuk membeli saham pada tingkat harga yang tidak memiliki risiko kerugian pasar atau "harga" yang jumlahnya cukup besar untuk menimbulkan kekhawatiran. Investor harus menyadari
bahwa hampir selalu terdapat faktor spekulatif pada saham biasa yang dimilikinya. Adalah tugas si investor untuk menjaga agar komponen spekulatif ini berada pada batas minimal, dan bersiap secara finansial dan psikologis untuk situasi yang tidak diharapkan, baik yang berlangsung sebentar maupun lama.

Dua paragraf harus ditambahkan untuk membahas masalah spekulasi saham itu sendiri, berbeda dengan komponen spekulatif yang saat ini melekat pada sebagian besar saham biasa representatif. Spekulasi penuh tidak dapat dikatakan salah, tidak bermoral, ataupun (bagi sebagian besar orang) memperkaya diri sendiri. Lebih dari itu, spekulasi terkadang diperlukan dan tidak bisa dihindari, karena biasanya ketika kita memegang saham terdapat banyak kemungkinan kita akan mendapatkan keuntungan atau kerugian, dan harus ada seseorang yang siap menerima risiko ini,- Ada yang disebut dengan spekulasi pintar, seperti juga halnya investasi pintar. Namun, terdapat banyak situasi yang menjadikan spekulasi bukan tindakan yang pintar. Contoh yang paling utama adalah: (1) berspekulasi saat Anda menyangka bahwa Anda berinvestasi; (2) berspekulasi dengan serius, bukannya sekadar iseng, sementara Anda tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk melakukannya; dan (3) mempertaruhkan uang untuk berspekulasi dalam jumlah yang lebih besar dari risiko yang sanggup Anda tanggung.

Dalam pandangan konservatif kami, setiap non­profesional yang bertindak on margin * harus menyadari bahwa ia ipso facto (karena sifat perbuatan itu sendiri) sedang berspekulasi, dan adalah tugas brokernya untuk menasihatinya. Setiap orang yang membeli saham biasa yang tampaknya sedang hot, atau melakukan pembelian dengan cara apapun yang serupa itu, bisa dikatakan melakukan spekulasi atau berjudi. Spekulasi memang menarik dan menantang, serta bisa menjadi sangat mengasyikkan bila Anda sedang unggul. Jika Anda ingin menguji keberuntungan dengan spekulasi, sisihkan sebagian—makin sedikit makin baik—modal Anda di dalam rekening yang berbeda untuk tujuan ini. Jangan pernah menambah uang ke dalam rekening ini hanya karena pasar sedang mengarah ke atas dan keuntungan meningkat. (Justru inilah saatnya berpikir untuk menarik keluar dan spekulatif Anda.) Jangan pernah mencampuradukkan tindakan spekulasi dengan investasi di dalam rekening yang sama, atau di dalam pikiran Anda.


Hasil yang Diekspektasikan oleh Investor Defensif

Kami telah mendefinisikan investor defensif sebagai orang yang tertarik terutama pada keamanan dana dan tidak mau repot. Secara umum, jalur mana yang harus ia ikuti dan return apa yang dapat ia harapkan dalam "kondisi normal rata-rata"—jika kondisi demikian memang ada? Untuk menjawab pertanyaan ini, kami terlebih dahulu harus mempertimbangkan apa yang telah kami tulis tentang hal ini tujuh tahun yang lalu, kemudian perubahan signifikan apa yang telah terjadi sejak saat itu terkait dengan faktor-faktor yang melatarbelakangi dan menentukan return si investor, dan terakhir apa yang harus ia lakukan dan apa yang bisa ia harapkan dengan kondisi saat ini (awal tahun 1972).


1. Apa yang Kami Katakan Enam Tahun yang Lalu

Kami merekomendasikan investor untuk membagi kepemilikannya antara obligasi kelas atas dan saham biasa terkemuka; proporsi dalam bentuk obligasi jangan kurang dari 25% atau lebih dari 75%, untuk komponen saham biasa berlaku sebaliknya; bahwa pilihan paling mudah adalah mempertahankan proporsi 50-50 antara keduanya, dengan sejumlah penyesuaian untuk pemulihan seandainya perkembangan pasar mengganggu keseimbangan tersebut, katakanlah sebesar 5%. Sebagai alternatif kebijakan, ia bisa memilih untuk mengurangi komponen saham biasa menjadi 25% "jika ia merasa bahwa pasar meningkat drastis", dan sebaliknya meningkatkannya ke jumlah maksimum 75% "jika ia merasa bahwa penurunan harga menjadikan saham tersebut semakin menarik".

Pada tahun 1965, investor bisa mendapatkan 414% dari kepemilikan obligasi kualitas tinggi sebelum pajak, dan 31A% dari obligasi kualitas baik yang bebas pajak. Return dividen yang bisa diperoleh dari saham terkemuka (indeks
DJIA 892) hanya sekitar 3,2%. Fakta ini, dan yang lain, memberikan peringatan untuk berhati-hati. Yang kami indikasikan adalah "pada tingkat pasar yang normal" investor bisa memperoleh return dividen awal antara 31Zt% dan 41/z% dari saham yang ia beli, dan ini masih akan ditambahkan lagi dengan peningkatan nilai dasar secara teratur (dan juga ''harga pasar yang normal") dari saham representatif dengan jumlah kurang lebih sama. Hasil ini akan memberikan return dividen plus apresiasi sekitar 7Vz% per tahun. Proporsi setengah-setengah antara obligasi dan saham akan menghasilkan sekitar 6% keuntungan sebelum pajak pendapatan. Kami juga menambahkan bahwa komponen saham harus memiliki tingkat perlindungan yang memadai terhadap penurunan daya beli yang disebabkan oleh inflasi tinggi.

Perlu ditekankan bahwa aritmatika di atas me­nunjukkan ekspektasi tingkat kemajuan pasar modal yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan yang terjadi antara tahun 1949 dan 1964. Tingkat pertumbuhan tersebut telah mencapai rata-rata yang baik, yaitu di atas 10% untuk saham terdaftar secara keseluruhan, dan secara umum dipandang sebagai semacam jaminan bahwa hasil bagus yang serupa dapat diharapkan di masa datang. Hanya sebagian kecil orang mau mempertimbangkan secara serius kemungkinan tingkat pertumbuhan yang tinggi di masa lalu memberi arti bahwa harga saham "sekarang terlalu tinggi," dan dengan demikian "hasil yang sangat baik sejak tahun 1949 tidak mengindikasikan hasil yang sangat baik di masa depan, tetapi justru hasil yang buruk."4


2. Apa yang Terjadi Sejak Tahun 1964

Perubahan besar sejak tahun 1964 adalah kenaikan tingkat bunga obligasi kelas satu hingga mencapai rekor tertinggi, walaupun juga terdapat pemulihan yang cukup besar dari harga terendah di tahun 1970. Return yang bisa diperoleh dari surat berharga korporat berkualitas baik saat ini adalah sekitar 7Vi% atau lebih dibandingkan dengan 41A% pada tahun 1964. Pada saat ini, return dividen dari saham tipe-DJIA juga mengalami kenaikan wajar selama masa penurunan pasar antara tahun 1969 1970. Namun, ketika kami menulis (saat Dow pada level 900), return tersebut kurang dari 314% dibandingkan dengan 3,2% pada akhir tahun 1964. Perubahan pada tingkat bunga berjalan mengalami penurunan tertinggi sekitar 38% untuk harga pasar obligasi jangka menengah (katakan 20 tahun) selama periode ini.

Ada sebuah aspek yang paradoksikal pada berbagai perkembangan ini. Pada tahun 1964, kami mendiskusikan panjang lebar kemungkinan harga saham terlalu tinggi dan rentan terhadap penurunan tajam. Namun, kami tidak mempertimbangkan secara khusus kemungkinan bahwa hal yang sama dapat terjadi pada harga obligasi kelas atas. (Juga tidak seorang pun dalam sepengetahuan kami.) Yang jelas kami telah memberikan peringatan (pada halaman 90) bahwa "harga obligasi jangka panjang bisa menjadi sangat bervariasi sebagai reaksi atas perubahan tingkat bunga." Memerhatikan apa yang telah terjadi, kami merasa bahwa peringatan ini—dengan berbagai contoh yang menyertainya—kurang begitu ditekankan. Jika seorang investor menanamkan uangnya ketika indeks DJIA saat penutupan sebesar 874 pada tahun 1964, maka ia akan memperoleh keuntungan kecil pada akhir tahun
1971. Bahkan pada level terendah (631) pada tahun 1970, perhitungan kerugiannya akan lebih rendah dibandingkan dengan yang ditunjukkan oleh obligasi jangka panjang kualitas baik. Sebaliknya, jika ia membatasi investasi obligasinya dalam bentuk obligasi simpanan pemerintah AS, surat berharga korporat jangka pendek, atau rekening tabungan, ia tidak akan kehilangan nilai pasar dana pokoknya selama periode ini. Ia akan menikmati return pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan yang ditawarkan oleh saham yang baik sekalipun. Dengan demikian, terbukti bahwa "ekuivalen kas" adalah investasi yang lebih baik pada tahun 1964 dibandingkan dengan saham biasa—terlepas dari terjadinya inflasi yang secara teoretis menjadikan saham lebih menarik dibandingkan uang tunai. Penurunan nilai pasar dari dana pokok obligasi jangka panjang yang berkualitas baik disebabkan oleh perkembangan dalam pasar uang, suatu wilayah yang samar yang biasanya tidak memiliki hubungan yang berarti terhadap kebijakan investasi individu.

Ini hanya salah satu contoh dari rangkaian pe­ngalaman tanpa akhir yang membuktikan bahwa masa depan harga saham tidak pernah bisa diprediksi.* Fluktuasi harga obligasi hampir selalu lebih rendah daripada harga saham. Investor biasanya dapat membeli obligasi berkualitas baik dengan waktu jatuh tempo kapan pun tanpa perlu khawatir dengan perubahan nilai pasarnya.

Sebenarnya ada beberapa pengecualian terhadap aturan ini, dan periode setelah tahun 1964 adalah buktinya. Kami akan berbicara lebih lanjut tentang perubahan harga obligasi pada bab yang lain.


3. Ekspektasi dan Kebijakan pada Akhir 1971 dan Awal 1972

Menjelang akhir 1971, kita dapat memperoleh bunga sebelum pajak sebesar 8% untuk obligasi korporat berkualitas baik jangka menengah, dan bebas pajak sebesar 5,7% untuk surat berharga kualitas baik yang dikeluarkan negara atau pemerintah kota. Untuk jenis jangka pendek, investor bisa memperoleh 6% dari surat berharga pemerintah AS yang jatuh tempo dalam lima tahun. Pada kasus terakhir ini, pembeli tidak perlu khawatir dengan kemungkinan penurunan nilai pasar, karena pasti akan dibayar penuh, termasuk bunga sebesar 6% di akhir periode yang komparatif pendek. DJIA yang tahun 1971 itu kembali ke angka 900 hanya memberikan 3,5%.

Mari kita asumsikan bahwa sekarang, sama dengan di masa lalu, dasar keputusan kebijakan yang harus diambil adalah bagaimana membagi dana antara obligasi kelas tinggi (atau yang disebut dengan "ekuivalen kas") dan saham DJIA terkemuka. Arah mana yang harus diikuti investor dalam kondisi ini, jika kita tidak memiliki dasar yang kuat untuk memprediksi baik pergerakan naik atau turun di masa datang? Pertama, mari kita tekankan bahwa jika tidak ada situasi buruk yang serius, investor defensif dapat memperoleh 3,5% return dividen dari saham yang ia miliki dan juga kenaikan rata-rata tahunan
sekitar 4%. Seperti yang akan kami jelaskan nanti, kenaikan ini intinya disebabkan oleh reinvestasi tahunan perusahaan sesuai jumlah laba ditahan. Sebelum pajak, return gabungan dari saham investor akan memiliki ratarata, katakan, 7,5%, lebih rendah dibandingkan bunga obligasi kelas atasnya.- Setelah pajak, return rata-rata saham akan berkisar 5,3%.5 Nilai ini kurang lebih sama dengan yang bisa diperoleh dari obligasi kualitas baik jangka menengah setelah pajak.

Berbagai ekspektasi ini menunjukkan obligasi lebih baik dari saham, bila dibandingkan dengan situasi yang kami analisis tahun 1964. (Kesimpulan ini didapat dari fakta bahwa imbal hasil obligasi naik lebih tinggi dibandingkan dengan imbal hasil saham sejak tahun 1964.) Kita tidak boleh lupa pada kenyataan bahwa pembayaran bunga dan dana pokok obligasi berkualitas baik lebih terproteksi, dengan demikian lebih pasti ketimbang dividen dan kenaikan harga pada saham. Dari itu, kami harus menyimpulkan bahwa sekarang, menjelang akhir tahun 1971, investasi obligasi terlihat jelas lebih disukai ketimbang investasi saham. Jika kami bisa meyakinkan diri bahwa kesimpulan ini benar, kami akan menyarankan investor defensif untuk menanam seluruh
uangnya dalam obligasi dan bukan dalam bentuk saham biasa, sampai situasi berubah hingga hubungan imbal hasil saham lebih baik dari obligasi.

Namun, tentu saja kami tidak bisa memastikan bah­wa obligasi akan lebih baik daripada saham dengan menggunakan standar hari ini. Pembaca akan serta-merta berpikir bahwa inflasi adalah salah satu faktor yang harus dipertimbangkan. Pada bab selanjutnya kami akan memberikan pendapat bahwa pengalaman kami yang luas dengan inflasi di AS sepanjang abad ini tidak akan mendukung pemilihan saham ketimbang obligasi dalam kondisi saat ini. Namun, selalu ada kemungkinan—walau kami anggap kecil—adanya percepatan inflasi, yang bisa membuat saham lebih menarik dibanding obligasi dalam jumlah dolar yang tetap.- Ada kemungkinan lain—yang juga bisa dikatakan sangat kecil—yaitu bahwa perusahaan di AS akan menjadi sangat mampulaba, tanpa kenaikan inflasi, dan ini akan menjustifikasi kenaikan nilai saham biasa dalam beberapa tahun mendatang. Terakhir, ada kemungkinan yang lebih familiar bahwa kita akan menyaksikan munculnya kenaikan spekulasi besar di pasar saham tanpa justifikasi terhadap nilai fundamental. Setiap macam dari logika ini, dan barangkali juga yang lain yang belum kami pikirkan, bisa menyebabkan investor menyesali penempatan 100% dananya pada obligasi, walaupun pada tingkat imbal hasil yang paling memuaskan.

Dengan demikian, setelah diskusi singkat tentang beberapa hal yang menjadi pertimbangan utama, sekali lagi kami menyatakan kebijakan kompromi mendasar bagi para investor defensif—yaitu bahwa mereka selalu menanam bagian dana yang signifikan dalam bentuk obligasi dan bagian yang juga signifikan dalam bentuk saham. Masih benar adanya bahwa mereka bisa memilih antara mempertahankan pembagian 50-50 antara kedua komponen tersebut, ataupun suatu rasio, bergantung pada pertimbangan mereka, yang bervariasi antara 25% hingga 75%. Kami akan memberikan pandangan yang lebih teperinci tentang berbagai kebijakan alternatif ini pada bab selanjutnya.

Karena pada saat ini return keseluruhan masa da­tang yang diperkirakan dari saham biasa hampir sama dengan obligasi, return yang bisa diekspektasi saat ini (termasuk pertumbuhan nilai saham) bagi investor tidak akan banyak berubah, terlepas dari bagaimana ia membagi dananya antara dua komponen tersebut. Seperti yang dihitung di atas, return agregat dari keduanya adalah sekitar 7,8% sebelum pajak atau 5,5% setelah pajak. Return ini lebih tinggi dari yang direalisasi oleh tipikal investor konservatif dalam jangka panjang di masa lalu. Ini mungkin tidak terlihat menarik dibanding angka sekitar 14% yang ditunjukkan oleh saham biasa selama 20 tahun ketika pasar bullish mendominasi setelah tahun 1949. Namun, perlu diingat bahwa antara tahun 1949 dan 1969, harga saham DJIA meningkat lebih dari lima kali lipat, sementara laba dan dividennya berlipat dua. Oleh karena itu, rekor pasar yang impresif dalam periode tersebut lebih disebabkan oleh perubahan perilaku investor dan spekulator ketimbang perubahan nilai fundamental korporat. Kondisi ini barangkali pantas
disebut dengan "bisnis modal dengkul".

Dalam mendiskusikan portofolio saham biasa dari investor defensif, kami hanya membicarakan berbagai tipe saham terkemuka yang termasuk dalam 30 komponen DJIA. Kami melakukan ini untuk kemudahan saja, dan tidak berarti bahwa hanya 30 macam ini saja yang pantas dimiliki si investor. Sebenarnya, banyak perusahaan lain yang punya kualitas yang setara atau lebih baik dari rata-rata DJIA; ini termasuk sejumlah perusahaan layanan publik (yang memiliki rata-rata Dow Jones terpisah untuk mewakilinya.)- Namun, pokok yang penting di sini adalah bahwa return keseluruhan dari seorang investor defensif sepertinya tidak akan jauh berbeda dari portofolio terdiversifikasi ataupun representatif yang satu dengan yang lainya, atau—lebih tepatnya—tak seorang pun, baik si investor maupun penasihatnya, bisa memprediksi dengan pasti perbedaan apa yang akhirnya akan terjadi. Benar adanya bahwa seni berinvestasi yang tepat dan tajam didasarkan terutama pada pemilihan surat-surat berharga yang akan memberikan hasil yang lebih baik ketimbang pasaran umum. Karena berbagai alasan yang akan dijabarkan di bagian lain, kami skeptis akan kemampuan investor defensif secara umum untuk mendapatkan hasil di atas rata-rata—dengan kata lain
mengalahkan performance keseluruhan mereka sendiri.« (Skeptisisme kami juga mencakup hingga manajemen dana dalam jumlah besar oleh para ahli.)

Kami akan mengilustrasikan pendapat kami ini dengan sebuah contoh yang sekilas tampaknya seakan berlawanan. Antara Desember 1960 sampai dengan Desember 1970, DJIA naik dari 616 ke 839, atau 36%. Namun, pada periode yang sama, indeks tertimbang 500 saham S&P yang jauh lebih besar naik dari 58,11% menjadi 92,15%, atau 58%. Jelas bahwa kelompok kedua terbukti sebagai "buy" yang lebih baik ketimbang yang pertama. Namun, pada tahun 1960, siapa yang bisa memprediksi bahwa apa yang sepertinya tampak sebagai koleksi serabutan yang terdiri dari segala jenis saham biasa bisa mengalahkan "30 tiran" milik Dow? Semua ini membuktikan bahwa, lagi-lagi, jarang sekali orang bisa membuat prediksi perubahan harga yang dapat diandalkan, baik relatif maupun absolut.

Kami akan mengulangi sekali lagi tanpa minta maaf—karena tidak akan pernah ada kata terlalu sering untuk peringatan ini—bahwa investor tidak bisa berharap akan memperoleh hasil di atas rata-rata dengan membeli penawaran surat berharga baru, atau emisi “hot" dalam bentuk apa pun, yang bertujuan mengejar keuntungan yang cepat.+ Hal yang sebaliknya hampir pasti dapat dikatakan benar untuk jangka panjang. Investor defensif harus membatasi dirinya untuk hanya membeli saham saham perusahaan terkemuka yang memiliki sejarah panjang operasi yang menguntungkan dan kondisi keuangan yang sehat. (Analis sekuritas yang baik pasti mampu membuat daftar ini.) Investor agresif akan
membeli berbagai jenis saham biasa yang lain, bila benar benar menarik dan berdasarkan analisis yang cermat.

Untuk menyimpulkan bagian ini, kami ringkaskan tiga konsep atau praktik tambahan bagi investor defensif. Pertama, belilah saham-saham yang ditawarkan perusahaan investasi yang telah mapan sebagai alternatif dari menyusun sendiri portfolio saham biasa Anda. Kedua, Anda juga bisa menggunakan salah satu dari "dana amanah bersama" (trust fund) atau "dana arisan", yang dijalankan oleh perusahaan dana amanah (trust company') dan bank di banyak negara bagian; atau, jika jumlah dana Anda substansial, gunakan jasa perusahaan konsul-investasi yang terkenal. Ini akan memberi Anda pengelolaan profesional terhadap program investasi Anda dalam standar jalur yang ada. Ketiga, penggunaan "rata rata dolar-biaya", yang berarti bahwa Anda berinvestasi pada saham biasa dengan jumlah uang yang sama setiap bulan atau setiap tiga bulan. Dengan cara ini, Anda membeli lebih banyak saham ketika pasar berada pada level yang rendah ketimbang pada level yang tinggi, dan Anda sangat berpeluang untuk mendapatkan harga memuaskan atas keseluruhan saham yang Anda pegang. Singkat kata, metode ini adalah aplikasi dari pendekatan yang lebih luas yang disebut dengan "formula investing". Yang disebut terakhir ini telah kami singgung di dalam saran kami bahwa investor bisa mengatur proporsi saham biasa yang ia miliki antara minimum 25% dan maksimum 75%, bergantung pada arah gerakan pasar. Tiga konsep ini menguntungkan bagi investor defensif, dan akan didiskusikan lebih banyak di bab-bab berikutnya.•


Hasil yang Diekspektasi oleh Investor Agresif

Pembeli saham yang berani mengambil risiko, tentu saja, menginginkan dan mengharapkan untuk memperoleh hasil keseluruhan yang lebih besar dibandingkan dengan investor defensif atau pasif. Namun, terlebih dahulu ia harus memastikan bahwa hasil yang ia peroleh tidak akan lebih buruk. Bukan hal aneh, jika begitu banyak orang yang penuh energi, terpelajar, dan berbakat datang ke Wall Street lalu menderita kerugian dan bukannya keuntungan. Berbagai keunggulan di atas, jika pe­nyalurannya keliru, sama saja dengan sebuah kecacatan. Jadi, yang paling penting adalah bahwa investor agresif harus mulai dengan konsepsi yang jelas tentang tindakan mana yang memberikan kesempatan sukses yang masuk akal dan mana yang tidak.

1. Pertama-tama, mari kita pertimbangkan beberapa cara yang umum digunakan oleh investor dan spekulator untuk mendapatkan hasil di atas rata-rata. Di antaranya: kutipan kami dari Wall Street Journal halaman 19 yang mengindikasikan bahwa bahkan "investor kecil"—istilah mengerikan— sekalipun, walau tidak ahli kadang-kadang iseng melakukan short selling.')

2. SELEKTIVITAS JANGKA PENDEK. Maksudnya adalah membeli saham perusahaan yang sedang mengalami atau diharapkan akan mengalami kenaikan laba, atau akan adanya perkembangan lain yang menggembirakan di masa datang.

3. SELEKTIVITAS JANGKA PANJANG. Di sini penekanan biasanya diberikan pada catatan pertumbuhan yang sangat baik di masa lalu, yang diperkirakan akan terus berlanjut di masa datang. Dalam beberapa kasus, "investor" juga mungkin memilih perusahaan-perusahaan yang belum menunjukkan hasil memuaskan, namun diekspektasikan akan memiliki kemampuan meraup laba yang tinggi di masa datang. (Perusahaanperusahaan demikian umumnya adalah yang berbasis teknologi— misalnya, komputer, obat-obatan, elektronika—dan sering kali sedang mengembangkan proses atau produk baru yang dianggap sangat menjanjikan.)


Sebelumnya, kami telah menunjukkan pandangan yang negatif tentang peluang sukses secara umum seorang investor dengan aktivitas seperti ini. Kami telah mencoret yang pertama, baik secara teoretis maupun realistis, dari domain investasi. Perdagangan saham bukanlah sebuah operasi "yang, berdasarkan analisis menyeluruh, memberikan keamanan pada dana pokok dan return memuaskan". Pada bab selanjutnya kami akan
paparkan lebih luas tentang perdagangan saham.«

Dalam usaha memilih saham yang paling menjanjikan, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang, investor menghadapi dua jenis kesulitan—yang pertama berasal dari kekhilafan manusiawi, dan yang kedua dari kondisi persaingan. Ia bisa salah dalam memperkirakan masa datang; atau kalaupun ia benar, harga pasar saat ini mungkin sudah sepenuhnya mencerminkan apa yang ia antisipasi. Di area seleksi jangka pendek, hasil yang diperoleh perusahaan tahun ini adalah hal yang lumrah didapat di Wall Street; hasil tahun depan, sejauh hasil tersebut bisa diprediksi, telah dipertimbangkan dengan hati-hati. Dengan demikian, investor yang memilih sekuritas hanya atas dasar hasil superior yang diperoleh tahun ini, atau atas dasar informasi yang ia terima tentang ekspektasi tahun depan, cenderung akan mendapati orang lain yang juga melakukan hal yang sama dengan alasan yang sama.

Dalam memilih saham berdasarkan prospek jangka panjangnya, kelemahan investor pada dasarnya sama. Kemungkinan kesalahan prediksi—yang kami ilustrasikan dengan menggunakan contoh perusahaan penerbangan di halaman 24—tidak diragukan lagi justru lebih besar ketimbang ketika memprediksi laba jangka pendek. Karena para ahli sering membuat ramalan yang tidak tepat, secara teoretis seorang investor dapat memperoleh keuntungan yang besar dengan membuat prediksi yang benar ketika Wall Street secara keseluruhan membuat prediksi yang keliru. Namun, ini hanya secara teoritis. Berapa banyak investor agresif hanya dengan mengandalkan kecerdasan dan bakat meramal bisanmengalahkan para analis profesional dalam permainan favorit mereka, yaitu memperkirakan laba jangka panjang di masa datang?

Dengan demikian kita sampai pada kesimpulan be­rikut yang logis meski membingungkan: Untuk menikmati peluang memperoleh hasil masa depan di atas rata-rata yang berkelanjutan, investor harus mengikuti kebijakan yang (1) secara inheren bagus dan menjanjikan, dan (2) tidak populer di Wall Street.

Apakah kebijakan seperti itu tersedia bagi investor agresif? Sekali lagi di dalam teori, jawabannya adalah ya; dan ada setumpuk alasan untuk yakin bahwa jawaban positif yang sama akan ditemukan di dalam praktik. Setiap orang tahu bahwa pergerakan saham spekulatif melewati batas pada kedua sisi, sering kali pada pasar secara umum, bahkan setiap saat setidaknya untuk sejumlah surat berharga individual. Selain itu, sebuah saham biasa bisa dinilai terlalu rendah karena kurangnya minat investor atau karena adanya prasangka yang tidak benar. Kami bisa memaparkan lebih jauh lagi dan menegaskan bahwa dalam sebagian besar perdagangan saham biasa, mereka yang terlibat bahkan tidak bisa membedakan—dalam istilah yang sopan—satu bagian pun dari tubuh mereka sendiri. Di dalam buku ini kami akan menunjukkan banyak contoh ketidaksesuaian (di masa lalu) antara harga (price) dan nilai (va/ue). Dengan demikian, setiap orang yang pintar, yang cerdas dengan angka-angka, seharusnya benar-benar berpesta di Wall Street, memanfaatkan kebodohan orang lain. Demikianlah yang terlihat, walau hal tersebut sebetulnya tidak sesederhana itu. Membeli saham yang diabaikan dan nilainya terlalu murah untuk mengejar keuntungan biasanya merupakan
tindakan yang memakan waktu panjang dan menguji kesabaran. Demikian pula menjual secara short: selling saham yang terlalu populer dan nilainya terlalu mahal, tidak hanya merupakan ujian keberanian dan stamina, tetapi juga ujian kedalaman kantung seseorang.' Prinsip ini memang bagus, keberhasilan penerapannya bukan tidak mungkin dicapai, namun juga sama sekali bukan hal yang mudah untuk dikuasai.

Terdapat juga cukup banyak kelompok "situasi khu­sus", yang selama bertahun-tahun bisa diandalkan untuk memberikan return tahunan sebesar 20% atau lebih, dengan risiko keseluruhan yang minimal bagi orang-orang yang tahu seluk-beluk di bidang ini. Termasuk di dalamnya adalah arbitrase antarsekuritas, pelunasan atau penyelesaian likuidasi, dan hedge (lindung nilai) terproteksi dalam bentuk tertentu. Kasus paling tipikal adalah merger atau akuisisi yang menawarkan nilai yang jauh lebih tinggi untuk saham-saham tertentu dibandingkan harganya saat pengumuman. Jumlah transaksi seperti itu meningkat tajam pada tahun-tahun terakhir, dan seharusnya merupakan periode yang sangat menguntungkan bagi mereka yang benar-benar ahli.

Namun, seiring berlipatgandanya pengumuman merger, berlipat ganda pula munculnya rintangan terhadap merger tersebut selain juga kesepakatan yang macet di tengah jalan; sehingga cukup banyak kerugian individual yang terjadi dalam operasi yang pernah menjadi andalan ini. Barangkali juga, tingkat laba secara keseluruhan jadi berkurang karena terlalu banyaknya kompetisi. +

Profitabilitas yang makin berkurang dari berbagai situasi khusus ini terlihat seperti manifestasi suatu proses penghancuran diri—sama dengan hukum hasil yang makin berkurang (law of diminishing returns}—yang telah berkembang sepanjang usia buku ini. Pada tahun 1949, kami bisa menyajikan sebuah penelitian tentang fluktuasi pasar modal selama 75 tahun sebelumnya, yang mendukung sebuah rumusan—didasarkan pada laba dan tingkat suku bunga berjalan—untuk menentukan level untuk membeli saham-saham DJIA di bawah nilai "sentral" atau "intrinsik"- nya, dan menjualnya di atas nilai tersebut. Ini adalah penerapan maksim Rothschild yang berlaku umum: "Beli murah dan jual mahal".Prinsip ini memiliki kelebihan untuk bisa menentang maksim Wall

Street yang sudah mendarah-daging dan merusak yang mengatakan bahwa saham hendaknya dibeli karena harganya naik dan dijual karena harganya turun. Sayangnya, setelah tahun 1949, rumusan ini tidak lagi berlaku. Ilustrasi kedua diberikan oleh "Teori Dow" yang terkenal tentang pergerakan pasar modal, sebagai perbandingan bagi catatan hasil cemerlangnya untuk tahun 1897-1933 dan kinerjanya yang lebih banyak dipertanyakan sejak tahun 1934.

Contoh ketiga dan terakhir tentang kesempatan emas sudah ada sejak lama: Bagian yang paling baik di dalam operasi kami di Wall Street terfokus pada pembelian saham-saham murah yang dapat dengan mudah dikenali karena harganya yang lebih rendah dari kontribusinya dalam aktiva lancar netto (modal kerja), tidak termasuk aktiva tetap dan aktiva lainnya, dan setelah dikurangi semua kewajiban yang ada. Jelas bahwa saham-saham ini dijual dengan harga yang jauh di bawah nilai perusahaan itu sendiri sebagai sebuah usaha swasta. Tidak seorang pun pemilik atau pemegang saham mayoritas yang akan berpikir untuk menjual miliknya dengan harga yang luar biasa rendah tersebut. Anehnya,berbagai anomali seperti itu tidaklah sulit untuk ditemukan. Pada tahun 1957, terbit sebuah daftar yang menunjukkan hampir 200 saham jenis seperti ini tersedia di pasar. Dalam berbagai cara, praktis semua saham murah ini terbukti menguntungkan, dan return rata-rata tahunannya ternyata lebih besar dibandingkan dengan sebagian besar investasi lain. Namun, saham-saham ini juga menghilang dari pasar modal pada dasawarsa berikutnya, dan menghilang pula lahan untuk operasi yang tajam dan sukses bagi investor agresif. Namun, ketika tingkat harga kembali menurun
pada tahun 1970, kembali banyak bermunculan saham saham "di bawah-modal-kerja" semacam itu, dan terlepas dari pemulihan pasar yang kuat, cukup banyak di antara saham-saham tersebut yang bertahan hingga akhir tahun untuk membentuk sebuah portofolio penuh.

Investor agresif dalam kondisi sekarang masih me­miliki banyak kesempatan untuk memperoleh hasil di atas rata rata. Di antara sedemikian banyak surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal pasti ada yang dinilai terlalu rendah berdasarkan standar yang logis dan beralasan. Surat-surat berharga seperti itu akan memberikan hasil yang rata-rata lebih memuaskan dibandingkan saham-saham DJIA atau daftar peringkat lainnya. Menurut pandangan kami, investor tidak akan mendapatkan keuntungan yang layak jika mencari saham saham seperti ini, kecuali jika ia dapat menambah, katakan, 5% sebelum pajak ke dalam rata-rata return tahunan saham yang ada di dalam portofolionya. Kami akan mencoba mengembangkan satu atau lebih pendekatan seperti ini untuk tujuan pemilihan saham bagi investor aktif.


KOMENTAR BAB 1


Semua kesedihan manusia berasal dari satu hal: tidak tahu bagaimana caranya tetap tenang di dalam sebuah ruangan.

—Blaise Pascal


Menurut Anda, mengapa kira-kira para broker di lantai Bursa Efek New York selalu bergembira ketika bel tanda penutupan perdagangan berbunyi— apa pun yang terjadi di pasar hari itu? Karena setiap kali Anda melakukan perdagangan, mereka mendapatkan uang—tak peduli apakah Anda juga mendapatkan uang atau tidak. Dengan melakukan spekulasi ketimbang berinvestasi. Anda mengurangi peluang untuk menambah kekayaan Anda sendiri dan justru menambah kekayaan orang lain.

Definisi Graham tentang investasi sudah sangat je­las: “Tindakan investasi adalah tindakan yang, melalui analisis menyeluruh, menjanjikan keamanan dana pokok dan memberikan return (keuntungan/pengembalian)
memadai.”* Perhatikan bahwa berinvestasi, menurut Graham, terdiri dari tiga elemen:

Anda harus menganalisis sebuah perusahaan secara menyeluruh, dan kokoh atau tidaknya fondasi » bisnisnya, sebelum Anda membeli sahamnya;

Anda harus mengambil tindakan untuk melindungi diri » Anda dari kerugian besar;

Anda harus memasang target untuk mencapai kinerja yang "lumayan", bukan yang luar biasa.

Seorang investor mengalkulasi berapa nilai suatu saham, berdasarkan nilai bisnis perusahaan tersebut. Seorang spekulator berjudi bahwa suatu saham akan naik harganya karena ada orang lain yang mau membayar lebih tinggi lagi nanti. Seperti yang pernah dikatakan oleh Graham, investor memperhitungkan "harga pasar menggunakan standarstandar nilai yang telah ada, sedangkan spekulator "mendasarkan standar nilai (mereka) pada harga pasar."* Bagi seorang spekulator, aliran harga saham yang terus-menerus bagaikan oksigen; jika terhenti maka ia akan mati. Bagi seorang investor, apa yang Graham sebut sebagai nilai "pasar" tidaklah begitu penting. Graham mengimbau Anda untuk melakukan investasi hanya jika Anda merasa nyaman memiliki suatu saham walaupun Anda tak tahu harga harian saham itu.*

Seperti berjudi di kasino atau di pacuan kuda, melakukan spekulasi di pasar bisa menyenangkan dan memberikan keuntungan (jika Anda sedang beruntung).
Namun, ini adalah cara paling buruk yang bisa dibayangkan untuk membangun kekayaan Anda. Ini karena Wall Street, seperti Las Vegas atau arena pacuan, telah mengalibrasi semua kemungkinan sehingga bagaimanapun bandar akan selalu menang, pada akhirnya, atas semua orang yang mencoba untuk mengalahkan bandar dalam permainan spekulatifnya.

Pada sisi lain, investasi adalah jenis kasino yang unik—di sini Anda tidak akan bisa rugi pada akhirnya, selama Anda selalu bermain dalam aturan yang menempatkan semua kemungkinan bagi keuntungan Anda. Orang yang berinvestasi memperoleh uang untuk dirinya sendiri; orang yang berspekulasi menghasilkan uang untuk brokernya. Itulah sebabnya Wall Street terus-menerus menyembunyikan kebaikan kegiatan investasi dan selalu menggembar-gemborkan daya tarik kegiatan spekulasi yang gemerlap.


TAK AMAN DALAM KECEPATAN TINGGI

Mencampuradukkan spekulasi dengan investasi, Graham memperingatkan, selalu merupakan kesalahan. Pada 1990-an, pencampuradukan tersebut menyebabkan kehancuran massal. Hampir semua orang, sepertinya, langsung kehilangan kesabaran, dan Amerika menjadi Negara Spekulasi, dihuni oleh traders yang berpindah pindah dari satu saham ke saham lain seperti belalang mendengung di ladang jerami bulan Agustus.

Orang mulai percaya bahwa pengujian terhadap suatu teknik investasi semata-mata soal apakah teknik tersebut ''berhasil" atau tidak. Jika mereka bisa mengalahkan pasar dalam suatu periode, tanpa peduli
seberapa berbahaya dan dungunya taktik mereka, mereka dengan bangga mengatakan bahwa mereka "benar". Namun, seorang investor pintar tidak ingin hanya menjadi benar untuk sementara waktu. Untuk mencapai tujuan keuangan jangka panjang, Anda harus terus-menerus dan pasti benar. Teknik-teknik yang menjadi sangat terkenal pada 1990-an-day trading membeli dan menjual saham dalam satu hari), engabaikan iversifikasi, mem­perjualbelikan mutual fund yang sedang aik daun, an mengikuti berbagai "sistem" pemilihan aham—sepertinya berhasil. Namun berbagai teknik tersebut tak memiliki peluang untuk bertahan dalam jangka panjang, karena semuanya tidak bisa memenuhi ketiga kriteria Graham untuk berinvestasi.

Untuk bisa memahami mengapa return temporer yang tinggi tidak bisa membuktikan apa pun, bayangkan dua tempat yang berjarak 130 mil. Jika saya mematuhi rambu rambu batas kecepatan 65 mil per jam, maka saya bisa menempuh jarak tersebut dalam dua jam. Namun, jika saya berkendara dengan kecepatan 130 mil per jam, saya bisa mencapai tujuan dalam satu jam. Jika saya mencoba melakukan ini dan saya selamat, apakah saya "benar"? Haruskah Anda tergoda untuk mencobanya juga, karena saya menyombongkan diri bahwa saya "berhasil"? Trik-trik super untuk bisa mengalahkan pasar sama saja seperti contoh di atas: Dalam jangka pendek, sepanjang Anda memiliki keberuntungan, Anda akan berhasil. Lebih dari itu, Anda akan celaka.

Pada 1973, ketika Graham untuk terakhir kali me­revisi buku The Intelligent Investor, tingkat turnover tahunan di NYSE adalah 20%, yang berarti bahwa tipikal pemegang saham menyimpan sahamnya selama lima
tahun sebelum menjualnya kembali. Pada tahun 2002, tingkat turnover mencapai 105%—berarti periode kepemilikan hanya 11,4 bulan. Kembali ke 1973, rata-rata mutual fund menyimpan saham selama hampir tiga tahun; pada 2002, periode kepemilikan menyusut menjadi 10,9 bulan. Hal ini menyiratkan bahwa seakan-akan para manajer mutual fund telah mempelajari saham-saham tersebut cukup lama untuk kemudian mengetahui bahwa mereka tidak seharusnya membeli sejak awal, kemudian segera menyingkirkannya dan mulai kembali dari nol.

Bahkan, berbagai perusahaan manajemen-uang yang paling disegani pun menjadi gelisah. Pada awal 1995, Jeffrey Vinik, Manajer Fidelity Magellan (pada saat itu merupakan perusahaan mutual fund terbesar di dunia) menanam 42,5% aset perusahaannya ke dalam saham- saham perusahaan berbasis teknologi. Vinik menyatakan "Sebagian besar pemegang sahamnya telah berinvestasi untuk tujuan yang akan diperoleh dalam jangka panjang .... Saya pikir tujuan mereka sama dengan saya, dan mereka percaya, seperti juga saya, bahwa pendekatan jangka panjanglah yang terbaik." Namun, enam bulan setelah ia menulis kata-katanya yang idealistis itu, vinik menjual murah hampir semua saham berbasis teknologinya, melepas hampir s 19 miliar harta dalam delapan minggu yang membabi-buta. "Jangka panjang" apanya? Lalu pada 1999, divisi pialang diskon (discount brokerage) Fidelity mendesak klien-kliennya untuk melakukan perdagangan di mana saja, kapan saja, menggunakan komputer tangan Palm—yang sangat sesuai dengan slogan baru perusahaan itu, "Setiap detik berharga."

Sementara di bursa NASDAQ, turnover terjadi luar biasa cepat, seperti terlihat pada Gambar 1-1.-

Pada 1999, saham Puma Technology, misalnya, berpindah tangan rata-rata sekali dalam S,7 hari. Terlepas dari motto impresif NASDAQ-"Pasar Modal untuk Seratus Tahun Mendatang"—banyak pelanggannya hampir tak bisa menyimpan saham yang mereka miliki selama seratus jam.


VIDEO GAME FINANSIAL

Wall Street membuat perdagangan online terdengar seperti cara instan untuk mencetak uang: Discover Brokerage, cabang online dari perusahaan yang sangat dihormati, Morgan Stanley, menyiarkan iklan TV yang menggambarkan seorang sopir truk kumal yang memberi tumpangan kepada seorang eksekutif bertampang sukses. Ketika melihat selembar foto pantai tropis terletak di dasbor mobil, sang eksekutif bertanya, "Liburan?" "Sebenarnya," balas si sopir, "itu rumah saya." Tak percaya dan takjub, si eksekutif kembali berkata, "Seperti sebuah pulau." Dengan senyum kemenangan yang disembunyikan, si sopir menjawab, "Secara teknis, itu sebuah negara."

Propaganda kemudian berlanjut. Perdagangan online tak membutuhkan usaha keras dan tak memerlukan pemikiran. Sebuah iklan televisi dari Ameritrade, sebuah broker online, menggambarkan dua orang ibu rumah tangga yang baru kembali dari jogging; yang satu duduk di depan komputernya dan online, dan setelah beberapa klik, bersorak-sorak, "Saya baru saja mendapatkan $1.700!" Dalam sebuah iklan TV tentang perusahaan broker Waterhouse, seseorang bertanya kepada pelatih bola basket Phil Jackson, "Apakah Anda tahu tentang perdagangan efek?" Jawabannya, "Saya akan segera melakukannya sekarang." (Berapa pertandingan NBA bisa dimenangkan oleh klub-klub yang dilatih Phil Jackson jika ia membawa filosofi seperti itu ke lapangan basket? Bagaimanapun, buta tentang tim lawan, namun berkata, "Saya siap melawan mereka sekarang," tidak terdengar seperti resep jadi juara.}

Pada 1999 setidaknya enam juta orang melakukan perdagangan secara online—dan sekitar satu dari sepuluh orang melakukan kegiatan jual-beli dalam satu hari (day trading), menggunakan internet untuk membeli dan menjual saham secepat kilat. Setiap orang, mulai dari showbiz diva Barbra Streisand sampai Nicholas Birbas, seorang berusia 25 tahun mantan waiter di Queens, New York, melempar-lempar saham seperti sedang menggenggam bara api. "Sebelumnya," ejek Birbas, "saya melakukan investasi untuk jangka panjang dan saya menyadari bahwa itu tidak cerdas." Sekarang, Birbas memperdagangkan saham hingga 10 kali dalam sehari dan berharap memperoleh $100.000 dalam setahun. "Saya tidak tahan melihat ada tinta merah di dalam kolom laba-rugi saya," Streisand bergidik dalam sebuah wawancara dengan Fortune. Saya seorang Taurus, banteng, jadi saya bereaksi terhadap warna merah. Jika saya melihat warna merah, saya akan menjual saham saya secepatnya."«

Dengan mengalirkan data tentang saham tanpa henti ke bar dan salon, kafe dan restoran, taksi dan terminal truk, situs keuangan dan TV finansial, mengubah pasar modal menjadi video game nonstop nasional. Publik merasa lebih paham tentang pasar modal dibandingkan dengan sebelumnya. Sayangnya, ketika orang kebanjiran data, pemahaman sebenarnya tidak ada. Saham menjadi benar-benar terpisah dari perusahaan yang menerbitkannya—murni abstraksi, hanya kedipan yang bergerak di sepanjang layar TV atau komputer. Jika
kedipan tersebut bergerak ke atas, semua persoalan selesai.

20 Desember 1999, Juno Online Services memperkenalkan rencana bisnis yang sama sekali baru: menghabiskan uang sebanyak mungkin, secara sengaja. Juno mengumumkan bahwa mulai sekarang mereka akan menawarkan semua layanan ritel mereka secara gratis—tak ada biaya e-mail, tak ada biaya akses internet—dan bahwa perusahaan mereka akan membelanjakan jutaan dollar lagi untuk iklan tahun depan. Atas pengumuman bagaikan hara-kiri tingkat korporat ini, saham Juno meroket dari $16,375 menjadi $66,75 dalam dua hari.«

Mengapa harus repot mempelajari apakah sebuah perusahaan mampulaba; atau barang-jasa apa yang dihasilkan oleh perusahaan; atau siapa manajemennya; atau bahkan apa nama perusahaan itu? Bukannya yang Anda butuhkan untuk mengetahui tentang saham adalah kode catchy dari simbol ticker mereka: CBLT, INKT, PCLN, TGLO, VRSN, WBVN.7+ Dengan cara tersebut Anda bisa membeli saham dengan lebih cepat, tanpa harus jengkel tiap dua detik untuk mencari informasi lewat search engine internet. Pada akhir 1998, sebuah saham yang jarang diperdagangkan, milik sebuah perusahaan kecil bidang jasa pemeliharaan bangunan, Temco Services, melonjak volume perdagangannya hampir tiga kali lipat dan mencapai rekor dalam hitungan menit. Mengapa? Entah karena semacam dyslexia (nyaris buta huruf) finansial yang aneh, ribuan traders membeli Temco
setelah salah mengenali simbol t/cker-nya, TMCO. Padahal yang hendak mereka beli adalah Ticketmaster Online (TMCS), sebuah perusahaan favorit berbasis internet yang sahamnya baru pertama kali diperdagangkan untuk umum hari itu.«

Oscar Wilde menulis bahwa orang sinis: "tahu harga semuanya, dan tidak tahu nilai apa pun." Berdasarkan definisi itu, pasar modal selalu sinis, namun pada akhir 1990-an Oscar sendiri akan shock andaikan ia melihat yang terjadi. Satu opini tunggal yang belum sempurna tentang harga, bisa melipatduakan saham sebuah perusahaan walau nilainya sama sekali tak teruji. Pada akhir 1998, Henry Blodget, seorang analis di CIBC Oppenheimer, memperingatkan bahwa "seperti semua saham perusahaan berbasis internet, jelas bahwa suatu penilaian lebih merupakan seni ketimbang sains." Kemudian, hanya dengan mengutip peluang pertumbuhan di masa datang, ia mendongkrak “target harga"-nya untuk Amazon.com dari S150 menjadi 5400 dengan sekali gebrak. Amazon, com meningkat 19% hari itu dan—terlepas dari protes Blodget bahwa target harganya adalah ramalan untuk satu tahun—membubung melewati 5400 hanya dalam tiga minggu. Setahun kemudian, analis PaineWebber, Walter Piecyk, memprediksi bahwa saham Qualcomm akan menembus 51.000 per saham dalam 12 bulan ke depan. Saham tersebut —yang telah naik 1.842% pada tahun itu juga—naik lagi 31% pada hari itu, mencapai 5659 per saham.*


DARI FORMULA MENJADI KEGAGALAN TOTAL

Namun melakukan perdagangan dengan berperilaku seakan-akan celana dalam Anda sedang terbakar bukanlah satu-satunya bentuk spekulasi. Sepanjang dasawarsa terakhir, formula spekulatif diperkenalkan satu demi satu, dipopulerkan, kemudian dicampakkan. Semuanya memiliki sejumlah ciri yang sama—Ini cepat! Ini mudah! Ini tak akan membuat Anda rugi sedikit pun—sementara semuanya melanggar setidaknya satu dari beberapa rumusan yang dibuat Graham untuk membedakan antara investasi dan spekulasi. Berikut ini sejumlah formula trendy yang gagal total:

Ambil untung di tahun baru. "Efek Januari" (The January effect}—kecenderungan saham-saham kecil untuk menghasilkan keuntungan besar pada sekitar pertukaran tahun—diperkenalkan secara luas dalam berbagai artikel ilmiah dan buku-buku populer yang diterbitkan pada 1980-an. Berbagai studi ini menunjukkan bahwa jika Anda menimbun saham-saham kecil pada pertengahan kedua

Desember dan menyimpannya hingga Januari, Anda akan mengalahkan pasar antara lima hingga 10 poin persentase. Ini mengejutkan para ahli. Karena, jika ini sedemikian mudahnya, pasti semua orang akan mendengar tentang ini, banyak orang akan melakukannya, dan kesempatan justru akan sirna.

Apa penyebab fluktuasi bulan Januari? Pertama, banyak investor menjual saham mereka yang terjelek pada akhir tahun untuk dengan sengaja memperoleh kerugian sehingga situasi ini akan memangkas pajak penghasilan mereka. Kedua, para manajer dana
profesional menjadi makin hati-hati menjelang akhir tahun, berusaha menjaga kinerja bagus mereka selama ini (atau meminimalkan kinerja buruk mereka). Hal ini membuat mereka enggan membeli (atau terus menyimpan) saham yang harganya sedang jatuh. Sementara, jika saham berkinerja rendah itu juga kecil dan tak terkenal, seorang manajer dana akan makin tidak ingin lagi untuk menunjukkannya dalam daftar saham yang mereka miliki pada akhir tahun. Semua faktor ini mengubah saham-saham kecil menjadi saham murah temporer; ketika penjualan yang bermotif pajak berhenti pada bulan Januari, saham-saham tersebut biasanya melambung kembali, menghasilkan keuntungan besar dengan cepat. Efek Januari tidaklah hilang, namun melemah. Menurut profesor keuangan William Schwert dari University of Rochester, jika Anda membeli saham-saham kecil pada akhir Desember dan menjualnya kembali pada awal Januari, Anda akan mengalahkan pasar sebesar 8,5 poin persentase antara tahun 1962 sampai dengan 1979, 4,4 poin dari tahun 1980 hingga 1989, dan sebesar 5,8 poin dari tahun 1990 hingga 2001.*

Dengan makin banyaknya orang yang tahu ten­tang efek Januari, semakin banyak traders yang membeli saham saham kecil pada Desember, menjadikan saham tersebut tak lagi semurah sebelumnya dan dengan demikian menurunkan return. Selain itu, dampak terbesar dari efek Januar justru diciptakan oleh saham-saham yang paling
kecil—namun menurut Plexus Group, otoritas utama yang mengawasi pengeluaran perusahaan pialang, total biaya pembelian dan penjualan saham-saham yang sangat kecil tersebut bisa mencapai hingga 8% dari semua nilai investasi Anda.. Sayangnya, ketika Anda telah selesai melakukan pembayaran kepada pialang Anda, semua keuntungan yang Anda peroleh dari efek Januari akan lenyap.

Lakukan saja "apa yang bisa berhasil". Pada 1996, seorang manajer dana tidak terkenal bernama James O'Shaughnessy menerbitkan sebuah buku bertajuk What Works on Wall Street (Apa yang Berhasil di Wall Street). Dalam buku tersebut ia berpendapat bahwa investor bisa jauh lebih baik ketimbang pasar. O'Shaugnessy membuat klaim yang menarik perhatian: Dari tahun 1954 sampai dengan 1994, Anda bisa mengubah SIO.000 menjadi S8.074.504, mengalahkan pasar sebesar lebih dari 10 kali lipat—dengan ratarata return tahunan raksasa, 18,2%. Bagaimana caranya? Dengan membeli sekeranjang saham, berisi 50 saham dengan return satutahun tertinggi, ditambah peningkatan laba lima tahun beruntun, dan harga saham-saham itu kurang dari 1,5 kali pendapatan perusahaannya.. Seakan-akan ia adalah Edison dari Wall Street, O'Shaughnessy mendapatkan Hak Paten AS No. 5.978.778 untuk "strategi
otomatis"-nya dan meluncurkan sebuah grup yang terdiri dari empat mutual funds berdasarkan temuannya. Pada akhir 1999, perusahaan tersebut telah menyerap dana masyarakat hingga lebih dari S175 juta—dan, dalam surat tahunannya kepada para pemegang saham, O'Shaughnessy berkata dengan bangga: "Seperti biasa, saya berharap bersama sama kita bisa mencapai tujuan jangka panjang kita dengan tetap berada di jalur ini dan berpegang teguh pada strategi investasi kita yang telah teruji oleh waktu.

Namun, "apa yang berhasil di Wall Street" tak lagi berhasil segera setelah O'Shaughnessy mem- publikasikan buku tersebut. Seperti ditunjukkan Gambar 1-2, dua dari mutual funds tersebut memiliki kinerja yang buruk sekali hingga terpak: harus ditutup pada awal 2000, dan pasar saham secara keseluruhan (diukur dengan indeks S & P 500) menghajar setiap fund milik O'Shaughnessy hampir tiada henti selama empat tahun.

Pada Juni 2000, O'Shaughnessy bergerak ma­kin mendekati "tujuan jangka panjang" versinya sendiri dengan mengalihkan mutual funds tersebut kepada seorang manajer baru, membiarkan para pelanggannya menanggung sendiri akibat "strategi investasi yang telah teruji oleh waktu" ciptaannya itu.- Kemarahan para pemegang saham

andaikan ia memberi bukunya tersebut judul yang lebih tepat—misalnya, What Used to Work on Wall Street ... Until I Wrote This Book (Apa yang Berhasil di Wall Street... Sebelum Buku Ini Saya Tulis.) ikuti "The Foolish Four." Pada pertengahan 1990 an, situs Motley Fool (dan beberapa bukunya) menggembar-gemborkan kehebatan teknik bernama “The Foolish Four1' (Empat Hal Bodoh). Menur Motley Fool, Anda bisa "mengalahkan rata-rata pasar selama 25 tahun terakhir” dan bisa "memadatkan mutual funds Anda" dengan "hanya menghabiskan 15 menit dalam setahun" untuk merencanakan investasi Anda. Yang terbaik dari teknik ini adalah "memiliki risiko minimal." Anda cukup melakukan:

1. Ambil lima saham dari DJIA yang memiliki harga terendah dan imbal hasil dividen tertinggi.

2. Buang saham dengan harga terendah.

3. Letakkan 40% uang Anda pada saham dengan harga terendahkedua.

4. Letakkan masing-masing 20% pada tiga saham yang lainnya.

5. Satu tahun kemudian, sortir Dow dengan cara yang sama dan susun ulang portofolio Anda mengikuti langkah 1 hingga 4 di atas.

6. Ulangi terus langkah-langkah tersebut hingga Anda menjadi kaya.


Dalam jangka 25 tahun, Motley Fool mengklaim, teknik ini akan bisa mengalahkan pasar sebesar 10,1 poin persentase per tahun. Dalam dua dasawarsa kemudian, saran mereka, $20.000 yang diinvestasikan pada The Foolish Four akan berkembang menjadi $1.791.000. (Selain itu, klaim mereka, Anda masih bisa mendapat hasil lebih baik lagi bila Anda memilih lima saham Dow dengan rasio tertinggi antara imbal hasil dividen berbanding akar kuadrat harga sahamnya, melepas satu saham yang memiliki rasio tertinggi, dan membeli empat lainnya.)

Mari kita perhatikan apakah "strategi” ini bisa memenuhi definisi Graham tentang investasi:

• "Analisis menyeluruh" seperti apa yang bisa membenarkan penyingkiran saham dengan harga dan dividen tertinggi—namun tetap menyimpan empat saham dengan rasio kualitas yang hendak dicapai justru lebih rendah?

• Bagaimana mungkin tindakan menaruh 40% uang Anda pada hanya satu saham saja bisa disebut sebagai "risiko minimal"?

• Bagaimana mungkin sebuah portofolio yang hanya terdiri dari empat macam saham saja cukup terdiversifikasi untuk memberikan "keamanan dana pokok"?

Singkatnya, The Foolish Four adalah salah satu dari formula pemilihan saham paling lucu yang pernah dirumuskan. The Fools melakukan kesalahan sama dengan yang dibuat oleh O'Shaughnessy. Jika Anda memerhatikan sekumpulan besar data cukup lama, banyak pola akan muncul—itu sudah pasti. Bila
dilihat secara acak saja, berbagai perusahaan yang menghasilkan return saham di atas rata-rata akan memiliki banyak sekali kemiripan. Namun, jika faktor faktor tersebut tidak menyebabkan saham memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan yang lain, maka faktor-faktor tersebut tak bisa digunakan untuk memprediksi return masa depan.

Tidak ada satu pun dari faktor-faktor yang "ditemukan” oleh Motley Fools dengan gegap gempita—buang saham yang memiliki skor rasio terbaik, lipatduakan saham peringkat kedua, bagi imbal hasil dividen dengan akar kuadrat harga saham—bisa menentukan atau menjelaskan kinerja masa depan sebuah saham. Majalah Money menemukan fakta bahwa sebuah portofolio berisi saham-saham yang namanya tak memiliki huruf berulang, akan memiliki kinerja yang hampir sama dengan The Foolish Four—dan untuk alasan yang sama: semata-mata kebetulan.- Seperti tidak henti-hentinya diingatkan oleh Graham kepada kita, kinerja saham akan menjadi baik atau buruk di masa datang. Itu disebabkan oleh kinerja bisnis yang ada di belakangnya menjadi baik atau buruk juga—tak lebih, tak kurang.

Jelas kiranya, alih-alih mengakali pasar, The Foolish Four justru mengakali ribuan orang yang mau dibodohi hingga percaya dengan formula investasi ciptaan mereka. Pada 2000 saja, empat saham Foolish—Caterpillar, Eastman Kodak, SBC, dan General Motors— turun 14% sementara indeks Dow hanya turun 4,7%

Seperti ditunjukkan berbagai contoh di atas, hal yang tidak pernah ikut merosot ketika pasar mengalami kondisi bearish adalah: ide-ide bodoh. Semua yang disebut-sebut sebagai pendekatan investasi itu terbantahkan oleh Hukum Graham. Seluruh formula yang sifatnya mekanikal demi memperoleh kinerja saham yang lebih tinggi sebenarnya adalah "sejenis proses penghancuran diri—sama seperti hukum penurunan hasil (Ja w of diminishing returns)". Ada dua alasan mengapa return menjadi berkurang. Jika formula semata-mata didasarkan pada data-data statistik yang sifatnya kebetulan (seperti The Foolish Four), waktu sendiri yang akan membuktikan bahwa sejak awal formula tersebut tak masuk akal. Di sisi lain, jika formula tersebut memang sudah berhasil sebelumnya, (seperti Efek Januari), maka dengan memublikasikannya, para kritikus pasar akan menggerogoti—dan biasanya menghilangkan—kemampuan formula itu untuk bisa melakukan hal yang serupa di masa datang.

Semua ini memperkuat peringatan yang diberikan oleh Graham bahwa Anda harus menyikapi spekulasi seperti seorang penjudi kenyang pengalaman mengayunkan langkah-langkah kakinya ke kasino:

• Jangan teperdaya oleh pikiran Anda yang mengatakan bahwa Anda sedang berinvestasi ketika sebenarnya Anda sedang berspekulasi.

• Berspekulasi akan menjadi sangat mematikan pada saat Anda mulai melakukannya dengan serius.
 Anda harus membuat batasan yang tegas atas

• jumlah yang berani Anda pertaruhkan.

Sama seperti seorang penjudi yang penuh per­hitungan membawa, katakan, $100 ke lantai kasino dan meninggalkan semua sisa uangnya dalam brankas terkunci di hotelnya, seorang investor pintar akan menyisihkan bagian yang sangat kecil dari seluruh portofolionya untuk digunakan sebagai "uang gila." Bagi sebagian besar kita, 10% dari semua kekayaan adalah jumlah maksimal yang masih mungkin digunakan untuk tujuan spekulatif yang berisiko. Jangan pernah mencampur uang dalam rekening spekulatif Anda dengan uang yang ada dalam rekening investasi Anda; jangan pernah biarkan pikiran-pikiran spekulatif merasuk ke dalam aktivitas investasi Anda; dan jangan pernah meletakkan lebih dari 10% harta Anda ke dalam rekening uang gila, apa pun yang terjadi.

Bagaimanapun, baik atau buruk, insting untuk me­lakukan perjudian adalah bagian dari sifat dasar manusia—sehingga bagi kebanyakan orang tak ada gunanya untuk mencoba menyembunyikannya. Namun, Anda harus membatasi dan menahannya. Itu satu satunya cara untuk yakin bahwa Anda tidak akan membodohi diri sendiri dengan mencampuradukkan spekulasi dengan investasi

Comments

Membaca dimana & kapan saja

DAFTAR BUKU

The Subtle Art Of No Giving a Fuck - Mark Manson - 01

Intelligent Investor - Benjamin Graham - 00

Soros Unauthorized Biography - Robert Slater - 27

Sapiens - Yuval Noah Harari - 01

A Man for All Markets - Edward O.Thorp - 01

The Subtle Art Of No Giving a Fuck - Mark Manson - 02