The Selfish Gene - Richard Dawkins - 02

BAB 2
REPLIKATOR



Pada mulanya adalah kesederhanaan. Menjelaskan bagaimana alam semesta yang sederhana berawal bahkan sudah cukup sulit. Saya kira telah disetujui pula bahwa lebih sulit lagi menjelaskan kemunculan mendadak tatanan yang kompleks dan diperlengkapi dengan segala hal—kehidupan, atau entitas yang mampu menciptakan kehidupan. Teori evolusi Darwin, melalui seleksi alam, memuaskan karena menunjukkan cara di mana kesederhanaan bisa berubah menjadi kompleksitas, bagaimana atom-atom yang tak beraturan mengelompokkan diri menjadi pola yang lebih kompleks sampai akhirnya membuat manusia. Darwin memberikan solusi, satu-satunya yang mungkin yang telah diajukan, bagi persoalan mendalam eksistensi kita. Saya akan mencoba untuk menjelaskan teori besar itu dalam cara yang lebih umum ketimbang biasanya, diawali dengan masa sebelum evolusi itu sendiri dimulai.
"Kelestarian yang paling sesuai" (survival of the fittest) Darwin merupakan kasus istimewa dari hukum yang lebih umum, yaitu hukum kelestarian hal yang stabil (survival of the stable). Alam semesta dihuni oleh hal-hal yang stabil. Suatu hal yang stabil adalah kumpulan atom yang cukup tahan lama atau cukup lazim sehingga layak disemati nama. Ada kumpulan atom yang unik seperti Gunung Matterhorn, yang bertahan lama sehingga layak diberi nama. Atau bisa juga suatu kelcis entitas, seperti tetes air hujan yang cukup lazim sehingga berhak mendapat nama kolektif, bahkan jika masing-masing tetes air hujan berumur pendek. Hal-hal yang kita lihat di sekitar kita dan yang menurut kita membutuhkan penjelasan—bebatuan, galaksi, gelombang laut—hingga taraf tertentu, sedikit banyak merupakan pola-pola atom yang stabil. Gelembung sabun cenderung bulat karena gelembung itu merupakan konfigurasi stabil untuk lapisan tipis yang berisi gas. Dalam pesawat antariksa, air stabil dalam bentuk tetesan bulat, tapi di Bumi, di mana ada gravitasi, permukaan yang stabil untuk air diam adalah datar dan horisontal. Kristal garam cenderung kubus karena itu cara stabil untuk mengemas ion natrium dan ion klorida bersama-sama. Di Matahari, atom hidrogen, atom yang paling sederhana, berfusi membentuk atom helium karena dalam kondisi yang berlaku di sana konfigurasi helium lebih stabil. Atom lainnya yang bahkan lebih kompleks terbentuk di bintang-bintang di seluruh jagat raya sejak "ledakan besar", yang menurut teori yang berlaku sekarang mengawali alam semesta. Itulah asal-usul segala unsur dunia kita.
Kadang-kadang ketika saling bertemu, atom-atom saling mengaitkan diri bersama dalam reaksi kimia untuk membentuk molekul, yang bisa jadi lebih atau kurang stabil. Molekul bisa berukuran sangat besar. Kristal seperti berlian dapat dianggap sebagai molekul tunggal, yang stabil tapi juga yang sangat sederhana karena struktur internal atomnya berulang tanpa henti. Dalam organisme hidup modern, ada molekul- molekul besar lain yang sangat kompleks. Kompleksitas tersebut tampak di beberapa tingkatan. Hemoglobin darah kita adalah molekul protein yang khas, dibangun dari rantai molekul yang lebih kecil, yakni asam amino, masing-masing berisi beberapa lusin atom yang tersusun dalam pola tertentu. Dalam molekul hemoglobin terdapat 574 molekul asam amino. Asam-asam amino tersusun dalam empat rantai, yang saling berjalin membentuk struktur tiga dimensi globular yang rumit dan menakjubkan. Model molekul hemoglobin terlihat menyerupai semak duri yang padat. Namun, tak seperti semak duri, pola itu bukan pola serampangan, melainkan struktur yang pasti, yang berulang dengan cara yang sama, tanpa ranting atau cabang yang melenceng dari jalur, lebih daripada enam ribu juta juta juta kali dalam tubuh manusia rata-rata. Bentuk molekul protein hemoglobin yang menyerupai semak duri yang presisi itu sangatlah stabil dalam arti dua rantai yang terdiri atas urutan asam amino yang sama akan cenderung, seperti dua pegas, berakhir membentuk pola gulungan tiga dimensi yang benar-benar identik. Semak duri hemoglobin dalam tubuh Anda terus bermunculan dalam bentuk "pasti" dengan laju sekitar empat ratus juta juta kali per detik, sementara yang lain dihancurkan dengan laju yang sama.
Hemoglobin adalah molekul modern yang menggambarkan prinsip bahwa atom cenderung membentuk pola stabil. Yang relevan di sini adalah bahwa, sebelum kedatangan kehidupan di Bumi, beberapa evolusi molekul yang sederhana bisa saja terjadi karena proses fisika dan kimia biasa. Tidak perlu ada rancangan, tujuan, atau arah. Jika sekelompok atom dalam tingkat energi tertentu membentuk suatu pola maka atom-atom itu akan cenderung tetap stabil dalam pola demikian. Bentuk paling awal seleksi alam hanyalah seleksi atas bentuk stabil dan kemusnahan yang tidak stabil. Tidak ada misteri. Itu terjadi dengan sendirin ya.
Tentu saja itu tidak berarti bahwa Anda dapat menjelaskan keberadaan entitas serumit manusia dengan prinsip yang sama begitu saja. Tidak ada gunanya Anda mengambil sejumlah atom dan mencampuradukkan semuanya dengan ditambah energi dari luar sampai kemudian membentuk suatu pola, dan tiba-tiba jadilah Adam! Anda dapat membuat satu molekul yang terdiri atas beberapa lusin atom dengan cara itu, tapi seorang manusia terdiri atas lebih daripada seribu juta juta juta juta atom. Untuk membuat seorang manusia, Anda harus bekerja dengan kocokan biokimia Anda untuk jangka waktu yang begitu lama sehingga seluruh umur alam semesta tampak seperti kedipan mata, dan Anda belum tentu berhasil juga. Di sinilah teori Darwin, dalam bentuknya yang paling umum, datang menjadi penyelamat. Teori Darwin mengambil alih dari titik di mana kisah mengenai proses terbentuknya molekul secara lambat berakhir menggantung.
Cerita tentang asal-usul kehidupan yang akan saya kupas memang spekulatif; jelas tidak ada orang yang menyaksikan bagaimana peristiwa itu berlangsung. Ada sejumlah teori tandingan, tapi semua teori itu memiliki ciri tertentu yang sama. Penjelasan yang akan saya berikan merupakan penjelasan yang disederhanakan dan mungkin tak Input terlalu jauh dari kenyataannya.1
Kita tidak tahu apa bahan baku kimia yang berlimpah di Bumi sebelum adanya kehidupan, tapi di antara kemungkinan yang masuk akal adalah air, karbon dioksida, metana, dan amonia. Semuanya merupakan senyawa sederhana yang diketahui ada di beberapa planet lain di sistem tata surya kita. Para ahli kimia telah mencoba menciptakan tiruan kondisi kimia kala Bumi masih muda. Mereka menempatkan zat- zat sederhana dalam bejana dan menyediakan sumber energi seperti cahaya ultraviolet atau percik listrik—simulasi petir purba. Setelah beberapa minggu, sesuatu yang menarik biasanya ditemukan dalam bejana: sup coklat encer yang mengandung sejumlah besar molekul yang lebih kompleks ketimbang yang sebelumnya dimasukkan ke dalam wadah tersebut. Asam amino, khususnya, telah ditemukan; inilah blok pembangun protein, salah satu dari dua kelas besar molekul biologis. Sebelum percobaan itu dilakukan, asam amino yang terbentuk secara alamiah telah diperkirakan sebagai gejala hadirnya kehidupan. Jika asam amino terdeteksi, katakanlah, di Mars, adanya kehidupan di planet itu akan tampak kian pasti. Namun, setelah itu dia perlu melibatkan beberapa gas sederhana di atmosfer dan beberapa gunung berapi, sinar Matahari, atau cuaca berpetir. Baru-baru ini, simulasi-simulasi labora- torium dari kondisi kimia Bumi sebelum datangnya kehidupan meng- hasilkan senyawa organik yang disebut purin dan pirimidin. Keduanya merupakan blok pembangun molekul genetis, DNA itu sendiri.
Proses serupa dengan yang di atas telah melahirkan "sup purba" yang diyakini para ahli biologi dan ahli kimia membentuk lautan pada kurun waktu tiga sampai empat miliar tahun yang lain. Senyawa- senyawa organik kemudian terkonsentrasi secara lokal, mungkin dalam buih-buih yang mengering sepanjang pantai, atau dalam tetesan-tetesan kecil yang tersuspensi. Di bawah pengaruh energi seperti cahaya ultraviolet dari Matahari, senyawa-senyawa itu bergabung menjadi molekul-molekul yang lebih besar. Hari ini, molekul organik besar tidak akan bertahan cukup lama sampai dapat diperhatikan: molekul itu akan cepat dimakan dan diuraikan oleh bakteri atau makhluk hidup lainnya. Namun bakteri dan kita datang belakangan, dan pada masa itu molekul organik yang besar bisa melayang tanpa gangguan di dalam kaldu yang mengental.
Di suatu titik, molekul yang sangat luar biasa terbentuk secara tak sengaja. Kita akan menyebutnya si Replikator. Dia belum tentu merupakan molekul paling besar atau paling kompleks yang pernah ada, tapi dia punya kemampuan luar biasa untuk dapat membuat replika atau salinan dirinya sendiri. Itu memang seperti kebetulan yang tampaknya kecil kemungkinannya terjadi. Memang begitu. Memang amat sangat kecil kemungkinabbta. Sepanjang hidup manusia, hal-hal yang kecil kemungkinannya terjadi seperti itu dapat diperlakukan praktisnya sebagai hal yang mustahil. Itu sebabnya Anda tidak akan pernah memenangkan hadiah besar dalam taruhan sepakbola. Namun, dalam perkiraan kita sebagai manusia tentang apa yang mungkin dan yang mustahil, kita tidak terbiasa berurusan dengan rentang waktu ratusan juta tahun. Jika Aida bertaruh setiap minggu selama seratus juta tahun, sangat mungkin Anda memenangkan beberapa jackpot.
Sebenarnya, membayangkan molekul yang membuat salinannya sendiri tidaklah sesulit awalnya, dan dia hanya mesti muncul satu kali. Bayangkanlah replikator ini sebagai cetakan utama. Bayangkanlah replikator sebagai molekul besar yang terdiri atas rantai kompleks berbagai macam blok pembangun molekul. Blok pembangun yang kecil itu tersedia secara berlimpah dalam sup di sekeliling cetakan tersebut. Sekarang anggaplah setiap blok pembangun memiliki kecenderungan melekat ke bagian yang cocok dengannya. Setiap kali satu blok pembangun dari luar sup melekat di samping satu bagian replikator yang cocok dengannya, dia akan cenderung tetap melekat di sana. Blok- blok pembangun yang menempelkan diri dengan cara demikian secara otomatis akan tertata dalam urutan yang mengikuti urutan di replikator itu sendiri. Maka mudah untuk membayangkan mereka bergabung guna membentuk rantai stabil seperti sosok replikator yang asli. Proses ini dapat berlanjut sebagai penumpukan ke atas yang progresif, lapis demi lapis. Begitulah cara kristal terbentuk. Di sisi lain, dua rantai bisa ter- pecah, sehingga kita memiliki dua replikator yang masing-masing bisa terus membuat salinan lebih lanjut.
Kemungkinan yang lebih kompleks adalah bahwa setiap blok pembangun memiliki kecocokan bukan terhadap yang sejenis, tapi kecocokan timbal-balik dengan jenis lain. Kemudian replikator akan bertindak sebagai model awal, bukan untuk menjadi salinan identik melainkan semacam "negatif" yang pada gilirannya membuat ulang salinan yang sama persis dengan positif yang asli. Untuk tujuan pembahasan kita, tidaklah penting apakah proses replikasi aslinya positif-negatif atau positif-positif, meski perlu dicatat kembali bahwa padanan modern replikator pertama, molekul DNA, menggunakan replikasi positif-negatif. Yang penting adalah tiba-tiba sejenis "stabilitas" baru hadir di dunia. Sebelumnya, ada kemungkinan bahwa tidak ada jenis molekul kompleks tertentu yang sangat berlimpah dalam sup. Masing-masing bergantung kepada blok pembangun yang secara kebetulan berhimpun membentuk konfigurasi tertentu yang stabil.
Begitu replikator lahir, dia pasti menyebarkan salinannya dengan cepat di seluruh lautan hingga blok pembangun molekul yang lebih kecil menjadi sumber daya langka dan molekul besar lainnya semakin jarang terbentuk.
Tampaknya kita mendapat populasi besar replika yang identik. Namun sekarang kita harus menyebutkan satu ciri penting setiap proses penyalinan; dia tidak sempurna. Kesalahan akan terjadi. Saya harap tidak ada salah cetak dalam buku ini, tapi jika jeli Anda mungkin akan menemukan satu atau dua. Kesalahan itu mungkin tidak akan betul- betul mendistorsi makna kalimat karena menjadi kesalahan "generasi pertama". Namun, bayangkan hari-hari sebelum adanya percetakan, ketika buku-buku seperti Alkitab disalin dengan tulisan tangan. Semua juru tulis, betapapun berhati-hati, bisa membuat beberapa kesalahan, dan tidak sedikit yang sengaja melakukan "perbaikan". Jika semua disalin dari satu sumber saja, maknanya mungkin tidak akan jauh menyimpang. Namun, saat salinan dibuat dari salinan lain, yang pada gilirannya dibuat dari salinan lain, kekeliruan demi kekeliruan pun menjadi semakin serins dan terakumulasi. Kita cenderung menganggap penyalinan yang acak-acakan itu buruk. Dalam kasus dokumen manusia, sulit untuk memikirkan contoh di mana kesalahan dapat digambarkan sebagai perbaikan. Saya kira para cendekiawan Septuaginta setidaknya bisa dikatakan telah memulai sesuatu yang besar saat mereka salah menerjemahkan kata bahasa Ibrani untuk "perempuan muda" menjadi kata dalam bahasa Yunani yang berarti "perawan", sehingga tertulislah nubuat: "Lihatlah perawan yang akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki...."2 Bagaimanapun juga, seperti yang akan kita lihat, penyalinan yang tak akurat dalam replikasi biologis dapat menghasilkan perbaikan nyata dan bagi evolusi kehidupan yang progresif, ketidaktepatan penyalinan mesti terjadi. Kita tidak tahu seberapa akurat molekul replikator asli membuat salinannya. Keturunan modernnya, molekul DNA, luar biasa tepat dibandingkan dengan proses penyalinan berketepatan tinggi terbaik yang dilakukan manusia. Namun bahkan molekul DNA pun kadang-kadang membuat kesalahan, dan pada akhirnya kesalahan-kesalahan itulah yang membuat evolusi bisa terjadi. Mungkin pula replikator asli jauh lebih acak-acakan, tapi bagaimanapun kita bisa yakin bahwa kesalahan telah dilakukan dan kesalahan itu bersifat kumulatif.
Tatkala salinan yang tak tepat telah dibuat dan disebarkan, sup purba pun terisi oleh populasi yang terdiri bukan atas replika identik, melainkan beberapa ragam molekul replikator, yang semuanya "keturunan" leluhur yang sama. Apakah sebagian ragam lebih banyak daripada yang lain? Hampir pasti iya. Beberapa ragam lebih stabil daripada yang lain. Molekul tertentu, begitu terbentuk, lebih susah terurai lagi dibandingkan yang lain. Jenis itu menjadi relatif banyak dalam sup, bukan hanya sebagai konsekuensi logis langsung "panjangnya usia" mereka, melainkan juga karena tersedia waktu yang panjang untuk membuat salinan mereka sendiri. Jadi replikator-replikator berumur panjang cenderung menjadi lebih banyak, dan kalau keadaan lainnya tidak berubah, mestinya ada "tren evolusi" ke arah umur lebih panjang dalam populasi molekul.
Namun mungkin keadaan lain tak selalu sama, sehingga ciri lain ragam replikator yang mestinya penting dalam penyebarannya di seluruh populasi, adalah kecepatan replikasi atau "fekunditas" (fecundity). Jika molekul replikator tipe A membuat salinan diri sendiri rata-rata seminggu sekali, sedangkan tipe B membuat salinan sekitar satu jam sekali, tidaklah sulit untuk melihat bahwa molekul tipe A segera akan kalah jumlah dibanding molekul tipe B; bahkan jika tipe A hidup lebih lama daripada tipe B. Oleh karena itu, mungkin ada "tren evolusi" ke arah "fekunditas" molekul yang lebih tinggi dalam sup. Ciri ketiga molekul replikator yang pasti akan lolos seleksi adalah keakuratan replikasi. Jika molekul tipe X dan tipe Y bertahan dalam jangka waktu yang sama dan bereplikasi dengan kecepatan yang sama, tapi X membuat kesalahan rata-rata tiap sepuluh replikasi sementara Y membuat kesalahan hanya setiap seratus replikasi, Y jelas akan menjadi lebih banyak. Kelompok X dalam populasi bukan hanya akan kehilangan "keturunan" yang menyimpang, melainkan juga semua keturunannya keturunan itu, yang aktual maupun potensial.
Jika Anda sudah mengetahui sesuatu tentang evolusi, Anda mungkin menemukan sesuatu yang kurang pas dalam perkara barusan. Bisakah kita mendamaikan gagasan bahwa kesalahan penyalinan merupakan prasyarat penting bagi terjadinya evolusi dengan pernyataan bahwa seleksi alam mendukung penyalinan yang sangat akurat (high- fidelity)? Jawabannya adalah, meskipun evolusi mungkin dianggap "baik", khususnya karena kita adalah produknya, sesungguhnya tidak ada yang "ingin" berevolusi. Evolusi adalah sesuatu yang terjadi begitu saja di luar segala upaya replikator (dan hari ini gen) untuk mencegahnya. Jacques Monod mengutarakan pokok gagasan itu dengan sangat baik dalam kuliah Herbert Spencer-nya, setelah berkomentar sarkastis:
"Aspek menarik lain teori evolusi adalah semua orang mengira dirinya paham teori itu."
Kembali ke sup purba, kolam itu mestinya telah dipadati oleh ragam molekul yang stabil; dalam arti entah individu molekul individu berumur panjang, atau direplikasi dengan cepat, atau direplikasi secara akurat. Tren evolusi menuju tiga jenis stabilitas itu berlangsung dalam arti berikut: jika Anda mengambil sampel sup itu pada dua waktu yang berbeda, sampel yang terakhir akan berisi proporsi ragam dengan umur panjang/fekunditas/ketepatan penyalinan yang lebih tinggi. Pada dasarnya itulah yang dimaksud para ahli biologi dengan evolusi ketika berbicara tentang makhluk hidup, dan mekanismenya sama; itulah yang disebut seleksi alam.
Haruskah kemudian kita mengatakan bahwa molekul replikator yang asli itu "hidup"? Siapa yang peduli? Saya bisa berkata kepada Anda, "Darwin adalah orang terhebat yang pernah hidup," dan Anda mungkin berkata, "Tidak, Newton-lah yang terhebat," tapi saya harap kita tidak akan memperpanjang perdebatan. Intinya adalah, bagaimanapun perdebatan itu diselesaikan, tidak ada kesimpulan sungguh-sungguh penting yang akan terpengaruh oleh hasilnya. Fakta riwayat dan pencapaian Newton serta Darwin tidak akan berubah terlepas apakah kita melabeli mereka "orang hebat" atau tidak. Demikian pula, kisah molekul replikator mungkin berlangsung seperti cara saya menceritakannya, terlepas apakah kita memilih untuk menyebutnya "hidup" atau tidak. Penderitaan manusia diakibatkan karena terlalu banyak di antara kita yang tidak dapat memahami bahwa kata-kata hanya alat untuk kita gunakan, dan bahwa semata-mata kehadiran kata "hidup" dalam kamus tidak berarti harus mengacu ke sesuatu yang pasti di dunia nyata. Entah mereka hidup atau tidak, replikator-replikator awal adalah leluhur kehidupan; bapak pendiri kita.
Benang merah penting selanjutnya dalam argumen saya, yang juga ditekankan Darwin sendiri (walau dia membahas hewan dan tumbuhan, bukan molekul) adalah kompetisi. Sup purba tidak mampu mendukung molekul replikator dalam jumlah tak terbatas. Satu alasannya adalah ukuran Bumi ini terbatas, tapi faktor-faktor pembatas lain juga penting. Dalam gambaran kita tentang replikator yang bertindak sebagai model awal, kita mengandaikannya terendam dalam sup yang kaya akan molekul-molekul blok pembangun kecil yang diperlukan untuk membuat replikasi. Namun, ketika replikator menjadi banyak, blok-blok pembangun mestinya digunakan sedemikian rupa sampai ke tingkat sehingga blok-blok itu menjadi sumber daya yang langka dan amat berharga. Ragam atau jenis replikator yang berbeda pasti harus bersaing memperebutkan blok-blok itu. Kita telah mempertimbangkan faktor- faktor yang akan meningkatkan jumlah jenis replikator yang unggul. Kita sekarang dapat melihat bahwa varietas yang kurang unggul mestinya berkurang banyak karena kompetisi, dan akhirnya banyak garis keturunan mereka yangpunah. Di antara berbagai ragam replikator, ada perjuangan untuk mempertahankan keberadaan. Mereka tidak tahu bahwa mereka sedang berjuang atau bahwa mereka mengkhawatirkan keberadaan mereka. Perjuangan itu dilakukan tanpa kemarahan; tanpa perasaan apa pun. Namun, mereka sungguh berjuang, dalam arti setiap salah salin yang mengakibatkan tingkat stabilitas baru yang lebih tinggi, atau cara baru untuk mengurangi stabilitas pihak pesaing, secara otomatis dipertahankan dan dilipatgandakan. Proses perbaikan itu berlangsung kumulatif. Cara-cara untuk meningkatkan stabilitas sendiri dan menjatuhkan stabilitas pesaing menjadi lebih rumit dan efektif. Bahkan mungkin beberapa di antara mereka "menemukan" cara untuk menguraikan molekul pesaing secara kimiawi dan menggunakan blok pembangun yang didapat dari proses itu untuk membuat salinan dirinya sendiri. Prototipe karnivora itu memperoleh makanan sekaligus menyingkirkan pesaing. Replikator-replikator lain mungkin menemukan cara untuk melindungi diri sendiri, baik secara kimiawi ataupun dengan membangun benteng fisik yang terbuat dari protein di sekitar mereka. Mungkin begitu caranya sei hidup pertama kali muncul. Replikator mulai bukan sekadar hidup, melainkan juga membangun wadah bagi diri sendiri; kendaraan bagi kelangsungan hidup mereka. Replikator- replikator yang selamat adalah mereka yang membangun mesin kelestarian (survival machine) untuk ditempati. Mesin kelestarian yang pertama mungkin hanya berupa selubung pelindung. Namun kehidupan semakin lama semakin keras seiring pihak pesaing bangkit dengan mesin kelestarian yang lebih baik dan lebih ampuh. Mesin-mesin itu pun semakin besar dan semakin canggih, sementara prosesnya kumulatif dan progresif.
Apakah perbaikan bertahap dalam teknik dan kiat yang digunakan replikator untuk memastikan kelestarian hidupnya di dunia ada ujungnya? Selalu ada banyak waktu untuk perbaikan. Mesin pelestarian diri aneh macam apakah yang dihadirkan dalam periode satu milenium? Setelah empat ribu juta tahun kemudian, bagaimana nasib replikator kuno? Mereka tidak mati karena mereka-lah penguasa seni bertahan hidup pada masa lain. Tapi jangan mencari mereka mengapung di laut lepas, mereka telah sejak lama melepaskan kebebasan yang santai itu. Sekarang mereka berkerumun dalam koloni-koloni besar, aman dalam robot raksasa yang lamban,3 tertutup dari dunia luar dan berkomunikasi dengan dunia itu melalui rute yang penuh liku, serta memanipulasinya dengan pengendali jarak jauh. Mereka berada dalam diri Anda dan saya; mereka menciptakan tubuh dan akalbudi kita; dan kelestarian keberadaan mereka adalah alasan utama eksistensi kita. Mereka telah mengarungi perjalanan yang panjang, para replikator itu. Kini mereka disebut gen, dan kita adalah mesin kelestarian mereka.



CATATAN AKHIR

1.    Ada banyak teori tentang asal-usul kehidupan. Ketimbang membahas semuanya, saya memilih satu saja untuk menggambarkan gagasan utama saya dalam The Selfish Gene. Namun saya tidak ingin memberikan kesan bahwa teori itu adalah kandidat satu-satunya atau bahkan yang terbaik. Bahkan, dalam The Blind Watchmaker, saya sengaja memilih teori yang berbeda untuk tujuan yang sama, yaitu teori tanah liat yang diajukan A.G. Cairns-Smith. Dalam kedua buku, saya tidak berkomitmen ke hipotesis tertentu. Jika menulis buku lainnya, saya mungkin sebaiknya mengambil kesempatan untuk mencoba menjelaskan sudut pandangyang lain lagi, seperti sudut pandang pakar matematika kimia Jerman, Manfred Eigen, dan rekan-rekannya. Yang selalu ingin saya sampaikan adalah sesuatu mengenai ciri fundamental yang harus ada dalam inti setiap teori yang bagus tentang asal-usul kehidupan di planet mana pun, terutama gagasan tentang entitas genetis yang dapat mereplikasi diri.

2.    Beberapa orang yang resah telah mempertanyakan kesalahan penerjemahan "perempuan muda" menjadi "perawan" dalam nubuat Alkitab, serta menuntut jawaban dari saya. Zaman sekarang, menyinggung agama adalah urusan yang berbahaya sehingga sebaiknya saya memenuhi permintaan mereka. Sebenarnya itu menyenangkan karena para ilmuwan tidak bisa sering-sering bergumul dengan debu sampai puas di perpustakaan, memanjakan diri dalam catatan kaki akademik. Perkara itu sesungguhnya diketahui dengan baik oleh para sarjana Alkitab dan tidak dibantah oleh mereka. Kata Ibrani-nya dalam Kitab Yesaya adalah pbnn (almah), yang disepakati berarti "perempuan muda" tanpa menyiratkan keperawanan. Jika yang dimaksudkan adalah "perawan", kata arnbn (bethulah) seharusnya bisa digunakan (kata bahasa Inggris "maiden" yang bermakna ambigu menggambarkan betapa mudahnya meluncur di antara dua makna). "Mutasi" itu terjadi ketika terjemahan Yunani pra-Kristen yang dikenal sebagai Septuaginta menerjemahkan "almah" menjadi IlapBsvog "parthenos", yang biasanya memang berarti perawan. Matius (tentu bukan Matius sang Rasul dan murid Yesus, melainkan penulis Injil Matius yang hidup jauh setelah era Yesus) mengutip Yesaya dalam apa yang tampaknya turunan versi Septuaginta (dari lima belas kata Yunani dalam kalimat berikut, semuanya, kecuali dua, identik). Dia berkata, "Semuanya itu terjadi demikian supaya terlaksana apa yang dikatakan Tuhan melalui nabi-Nya, yaitu, 'Seorang perawan akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki. Anak itu akan dinamakan Imanuel.'" (Matius 1:22-23, terjemahan Alkitab Bahasa Indonesia Sehari-hari (1985)). Di kalangan sarjana Kristen diterima secara luas bahwa kisah kelahiran Yesus dari seorang perawan adalah sisipan belakangan, yang diperkirakan dilakukan oleh para murid berbahasa Yunani agar nubuat (hasil salah terjemahan itu) harus dipenuhi. Versi-versi lain seperti New English Bible secara tepat mencantumkan "perempuan muda" dalam Yesaya. Secara tepat, mereka juga membiarkan kata "perawan" dalam Injil Matius karena di sana New English Bible menerjemahkan dari versi bahasa Yunaninya. (Tambahan penyunting: Ada juga versi lain terjemahan Indonesia Alkitab, misalnya Terjemahan Baru (1974) yang menggunakan kata "anak dara", bukan "perawan", di Matius 1:23)

3.    Paragraf yang terdengar tinggi ini (kemewahan yang langka—yah, cukup langka) dikutip dan dikutip kembali dengan girang sebagai bukti kefanatikan saya akan "determinisme genetis". Sebagian permasalahannya terletak di asosiasi kata "robot" yang populer meski keliru. Kini kita hidup pada zaman keemasan elektronik dan robot bukan lagi benda bodoh yang kaku dan tak fleksibel, melainkan punya kapasitas untuk belajar, memiliki kecerdasan, dan menjadi kreatif. Ironisnya, bahkan sejak 1920 saat Karel Capek menciptakan kata itu, "robot" merupakan sosok mekanis yang akhirnya memiliki perasaan manusiawi, seperti jatuh cinta. Orang¬orang yang berpikir bahwa robot dengan sendirinya lebih "deterministik" daripada manusia sesungguhnya keliru (kecuali bila mereka religius, sehingga konsisten berpendapat bahwa manusia memiliki karunia ilahi berupa kehendak bebas yang tidak didapatkan oleh mesin). Jika, seperti kebanyakan kritikus yang menyerang paragraf "robot lamban" saya, Anda tidak religius, hadapilah pertanyaan berikut. Anda pikir Anda siapa jika bukan robot, biarpun yang berisi mekanisme paling rumit? Saya membahas semua itu dalam buku The Extended Phenotype.
 Kekeliruan itu diperparah oleh "mutasi" lain yang penting. Sama seperti anggapan teologis bahwa Yesus mesti lahir dari seorang perawan, begitu pula, ada anggapan demonologis bahwa seorang penganut "determinisme genetis" yang baik harus percaya bahwa gen "mengontrol" setiap aspek perilaku kita. Saya menulis tentang replikator genetis: "mereka menciptakan tubuh dan akalbudi kita". Kalimat itu dikutip secara keliru (misalnya dalam Not in Our Genes oleh Rose, Karnin & Lewontin, serta sebelumnya dalam makalah ilmiah Lewontin) sehingga berbunyi, "mereka mengendalikan tubuh dan akalbudi kita" (cetak miring dari saya). Dalam konteks tulisan saya, jelas apa yang dimaksud dengan "menciptakan" dan itu sangat berbeda dengan "mengendalikan". Nyatanya, siapa pun bisa melihat bahwa gen tidak mengendalikan ciptaannya dalam arti yang dikecam sebagai "determinisme". Kita dengan mudah (atau cukup mudah) menampik gen-gen kita setiap kali menggunakan kontrasepsi.


 



Comments

Membaca dimana & kapan saja

DAFTAR BUKU

The Subtle Art Of No Giving a Fuck - Mark Manson - 01

Intelligent Investor - Benjamin Graham - 00

Soros Unauthorized Biography - Robert Slater - 27

Sapiens - Yuval Noah Harari - 01

Intelligent Investor - Benjamin Graham - 01

A Man for All Markets - Edward O.Thorp - 01

The Subtle Art Of No Giving a Fuck - Mark Manson - 02