The Selfish Gene - Richard Dawkins - 04

BAB 4
MESIN GEN


Mesin kelestarian awalnya merupakan wadah gen yang pasif. Wadah itu menyediakan sekadar dinding perlindungan bagi gen dari serangan kimiawi lawan-lawan mereka dan dari kehancuran akibat tabrakan molekul secara acak. Pada awalnya, wadah-wadah itu "memakan" molekul organik yang bebas tersedia di dalam sup. Kehidupan yang mudah itu berakhir ketika makanan organik di dalam sup, yang terbentuk lambat laun di bawah pengaruh energi Matahari selama berabad-abad, terserap habis. Satu cabang besar mesin kelestarian, yang kini disebut tumbuhan, mulai menggunakan cahaya Matahari secara langsung untuk membangun molekul rumit dari molekul sederhana, menjalankan proses-proses sintesis dalam sup purba dengan kecepatan jauh lebih tinggi. Satu cabang lain, yang kini disebut hewan, "menemukan" bagaimana cara mengeksploitasi kerja kimiawi tumbuhan, baik dengan memangsa tumbuhan maupun hewan lain. Kedua cabang mesin kelestarian ini mengembangkan semakin banyak kiat untuk meningkatkan efisiensi dalam beragam cara hidup sehingga cara-cara bertahan hidup yang baru terus bermunculan. Ranting-ranting baru berkembang dari cabang-cabang itu, masing- masing menguasai cara hidup khusus: di laut, di daratan, di udara, di bawah tanah, di atas pohon, di dalam tubuh makhluk hidup lainnya. Segala percabangan itu memunculkan keanekaragaman hewan dan tumbuhan yang luar biasa, yang membuat kita takjub hari ini.


Baik hewan maupun tumbuhan berevolusi menjadi tubuh-tubuh yang memiliki banyak sei, salinan utuh semua gen yang didistribusikan ke tiap sei. Kita tidak tahu kapan, mengapa, atau berapa kali secara independen evolusi tubuh multisel terjadi. Beberapa peneliti menggunakan kiasan koloni, menggambarkan tubuh sebagai koloni sei. Saya lebih suka membayangkan tubuh sebagai koloni gen sementara sei merupakan unit pekerja yang pas untuk industri kimia gen.


Mungkin tubuh memang koloni gen, namun dalam perilakunya, tidak dapat disangkal bahwa tubuh memperoleh individualitasnya sendiri. Suatu hewan bergerak sebagai keseluruhan yang terkoordinasi, sebagai kesatuan. Secara subjektif saya merasa sebagai kesatuan, bukan sebagai koloni. Memang sudah diharapkan demikian. Seleksi mendukung gen yang saling berkerjasama. Dalam persaingan berebut sumber daya yang langka, dalam upaya tanpa henti untuk memangsa mesin kelestarian yang lain, mestinya ada keunggulan bagi keberadaan pusat koordinasi utama, bukan anarki, dalam tubuh komunal. Kini koevolusi gen yang bersifat timbal-balik dan rumit telah berjalan sedemikian rupa sehingga sifat komunal mesin kelestarian individu hampir tidak bisa dikenali. Dan memang, banyak ahli biologi yang tidak mengenalinya sehingga tidak akan setuju dengan saya.


Untungnya, demi apa yang disebut para jurnalis sebagai "kredibilitas", ketidaksetujuan itu umumnya bersifat akademis. Sebagaimana kita tak perlu membahas kuantum dan zarah dasar kala membicarakan cara kerja mobil, begitu juga saat kita membahas perilaku mesin kelestarian, terus menyeret-nyeret gen dalam pembicaraan justru membosankan dan tak perlu. Dalam praktiknya, biasanya untuk perkiraan kita bisa saja menganggap tubuh individu sebagai agen "yang mencoba" meningkatkan jumlah semua gennya dalam generasi masa depan. Saya akan menggunakan bahasa praktis saja. Kecuali dinyatakan berbeda, "perilaku altruistis" dan "perilaku egois" maksudnya perilaku yang dilakukan satu tubuh hewan terhadap tubuh hewan yang lain.


Bab ini adalah tentang perilaku (behaviour)—kiat gerakan cepat yang utamanya dimanfaatkan oleh cabang mesin kelestarian yang berupa hewan. Hewan menjadi kendaraan gen yang aktif dan penuh tenaga: mesin gen. Ciri khas perilaku, sesuai pemahaman ahli biologi, adalah cepat. Tumbuhan bergerak, tapi sangat lambat. Bila dilihat dalam film berkecepatan tinggi, tumbuhan yang merambat tampak seperti hewan yang aktif. Namun, gerak tumbuhan sesungguhnya adalah pertumbuhan yang tidak dapat diputarbalikkan. Hewan, di sisi lain, telah mengembangkan cara bergerak yang ratusan ribu kali lebih cepat. Selain itu, gerakan yang hewan lakukan dapat berbalik dan berulang secara tak terbatas.


Perangkat yang dikembangkan hewan untuk mencapai gerakan cepat adalah otot. Otot adalah mesin yang, seperti mesin uap dan mesin pembakaran internal, menggunakan energi yang tersimpan dalam bahan bakar kimia untuk menghasilkan gerakan mekanis. Perbedaannya adalah bahwa daya mekanis langsung dari otot dihasilkan dalam bentuk tegangan, bukan tekanan gas seperti dalam kasus mesin uap dan mesin pembakaran internal. Namun otot memang seperti seperti mesin dalam hal bahwa dia acapkali mengerahkan dayanya menggunakan kawat, tuas, dan engsel. Dalam diri kita, tuasnya adalah tulang, kawatnya adalah tendon, dan engselnya persendian. Cukup banyak yang diketahui tentang persisnya kerja otot secara molekuler, tapi saya merasa persoalan yang lebih menarik adalah tentang bagaimana kontraksi otot diatiir waktiinya.


Pernahkah Anda mengamati kerumitan mesin buatan, misalnya mesin pemintal atau jahit, mesin tenun, pabrik pengisian botol otomatis, atau mesin pemadat jerami? Tenaga penggeraknya datang dari luar, misalnya motor elektrik atau traktor. Tapi yang jauh lebih mencengangkan adalah pengaturan waktu kerjanya yang rumit. Katup membuka dan menutup dalam urutan yang benar, jari baja dengan cekatan mengikat simpul di seputar jerami, kemudian pada saat yang tepat pisau muncul dan langsung memotong-motong ikatan jerami. Di banyak mesin buatan, penghitungan waktu yang tepat dicapai berkat hasil penemuan yang brilian bernama poros nok atau poros bubungan. Poros itu mengubah gerakan rotasi sederhana menjadi pola operasi yang berirama dan rumit melalui roda yang berbentuk khusus atau eksentrik. Prinsip kerjanya serupa dengan kotak musik. Mesin lain seperti alat musik kalliope dan pianola menggunakan gulungan kertas atau lubang-lubang yang berpola di kartu. Baru-baru ini telah terjadi kecenderungan untuk menggantikan mekanisme pengaturan waktu yang sederhana semacam itu dengan pengatur waktu elektronik. Komputer digital adalah contoh perangkat elektronik besar dan serbaguna yang dapat digunakan untuk menghasilkan pola gerak dengan pengaturan waktu yang kompleks.


Komponen dasar mesin elektronik modern seperti komputer adalah semikonduktor, yang salah satu bentuk umumnya adalah transistor.


Mesin kelestarian tampaknya telah melampaui model kartu berlubang sekaligus poros bubungan. Alat yang digunakan untuk mengatur waktu gerak lebih mirip dengan dengan komputer elektronik, meskipun jelas berbeda dalam pengoperasian dasarnya. Unit dasar komputer biologis, sei saraf atau neuron, memiliki cara kerja internal yang sungguh sangat berbeda dengan transistor. Memang kode yang digunakan neuron untuk berkomunikasi satu sama lain sepintas mirip kode pulsa komputer digital, tapi neuron merupakan unit pengolahan data yang jauh lebih canggih daripada transistor. Bukannya hanya tiga tangkai koneksi dengan komponen lain, satu neuron saja dapat memiliki puluhan ribu tangkai koneksi semacam itu. Neuron lebih lambat daripada transistor, tapi lebih maju dalam hal miniaturisasi, suatu tren yang telah mendominasi industri elektronik selama dua puluh tahun terakhir. Itu tampak jelas dari fakta bahwa ada sepuluh miliar neuron di dalam otak manusia: Anda hanya bisa mengemas sekian ratus transistor ke dalam tempurung kepala.


Tumbuhan tidak memerlukan neuron karena hidup tanpa bergerak, tapi neuron ditemukan di sebagian besar kelompok hewan. Neuron boleh jadi "ditemukan" sejak awal dalam evolusi hewan dan diwarisi oleh semua kelompok, atau ditemukan kembali beberapa kali secara terpisah.


Neuron pada dasarnya adalah sei, dengan nukleus dan kromosom seperti sel-sel yang lain. Tapi dinding sei neuron terentang memanjang, tipis, seperti benang. Seringkali neuron memiliki sehelai "benang" sangat panjang yang disebut akson. Meskipun lebar akson sangat mikroskopis, panjangnya bisa bermeter-meter: ada akson yang berukuran sepanjang leher jerapah. Akson-akson biasanya terikat bersama-sama menjadi banyak untaian dalam kabel tebal yang disebut saraf. Semuanya membawa pesan dari satu bagian tubuh ke bagian lain, agak mirip dengan sistem trunking dalam telepon, yang mengatur banyak kanal untuk banyak pengguna. Neuron lain memiliki akson pendek dan berada di konsentrasi padat jaringan saraf yang disebut ganglia atau, bila berukuran sangat besar, otak. Fungsi otak dapat disamakan dengan fungsi komputer.1 Disamakan dalam arti bahwa kedua jenis mesin itu menghasilkan pola keluaran yang rumit setelah analisis pola masukan yang juga rumit, dan setelah mengacu ke informasi yang tersimpan.


Cara utama otak memberikan kontribusi bagi keberhasilan mesin kelestarian adalah dengan mengendalikan dan mengkoordinasi kontraksi otot. Untuk melakukan itu, otak perlu kabel yang mengarah ke otot-otot dan kabel itu disebut saraf motorik. Namun cara itu hanya berujung pelestarian gen yang efektif apabila pengaturan waktu kontraksi otot memiliki suatu hubungan dengan pengaturan waktu peristiwa di dunia luar. Otot-otot rahang perlu berkontraksi hanya ketika rahang menampung sesuatu yang layak digigit, sementara otot kaki berkontraksi dalam pola lari hanya ketika ada sesuatu yang layak didekati atau dijauhi dengan berlari. Karena alasan itu, seleksi alam telah mendukung hewan-hewan yang kemudian dilengkapi dengan organ-organ indera, perangkat yang menerjemahkan pola peristiwa fisik di dunia luar menjadi kode pulsa neuron. Otak terhubung dengan organ indera— mata, telinga, kuncup pengecap, dll—melalui kabel yang disebut saraf sensorik. Cara kerja sistem sensorik sangatlah memusingkan karena sistem itu dapat melakukan tugas pengenalan pola yang jauh lebih canggih ketimbang mesin buatan manusia yang terbaik dan termahal; jika tidak demikian, juru ketik akan mubazir, dikalahkan oleh mesin pengenal wicara atau mesin pembaca tulisan tangan. Manusia juru ketik masih diperlukan selama bertahun-tahun yang akan datang.


Bisa jadi ada masanya ketika organ-organ inderawi berkomunikasi secara kurang-lebih langsung dengan otot; bahkan anemon laut hari ini tidak jauh dari keadaan tersebut karena itu efisien untuk cara hidupnya. Tapi untuk mencapai hubungan yang lebih rumit dan tak langsung antara pengaturan waktu peristiwa di dunia luar dan pengaturan waktu kontraksi otot, dibutuhkan semacam otak sebagai perantara. Satu langkah maju evolusi adalah "penemuan" memori atau ingatan. Melalui perangkat itu, pengaturan waktu kontraksi otot dapat dipengaruhi bukan hanya oleh peristiwa pada masa lalu yang dekat, melainkan juga peristiwa pada masa lalu yang jauh. Memori, atau penyimpanan, juga merupakan bagian penting komputer digital. Memori komputer lebih bisa diandalkan ketimbang memori manusia, tapi kapasitasnya lebih kecil dan jauh lebih tak canggih dalam hal teknik penarikan informasi.


Salah satu ciri perilaku mesin kelestarian yang paling mencolok adalah seolah tampak memiliki tujuan. Dengan ini saya bukan hanya bermaksud mengatakan bahwa membantu gen hewan agar bertahan hidup adalah tindakan yang diperhitungkan dengan baik, walaupun memang demikian. Saya berbicara tentang analogi yang lebih dekat dengan perilaku manusia yang selalu hendak mencapai suatu tujuan.


Bila kita menyaksikan hewan sedang "mencari" makanan atau pasangan atau anak yang hilang, kita tak tahan untuk tidak menghubungkannya dengan perasaan subjektif yang kita alami sendiri bila berada di posisi itu. Ini bisa mencakup "keinginan" akan suatu objek, "gambaran mental" objek yang diinginkan, "sasaran", atau "tujuan yang dapat dipandang". Masing-masing kita mengetahui, dari bukti introspeksi kita sendiri, bahwa setidaknya dalam satu mesin kelestarian modern, keberadaan tujuan itu mengembangkan ciri yang kita sebut "kesadaran" (consciousness). Saya bukanlah seorang filsuf yang cukup fasih untuk membahas apa makna kesadaran, tapi untungnya itu tak penting bagi tujuan kita saat ini karena mudah saja untuk bicara tentang mesin yang berperilaku seolah termotivasi oleh tujuan, dan membiarkan pertanyaan tentang apakah mesin itu sungguh sadar tetap tak terjawab. Mesin- mesin itu pada dasarnya sangat sederhana, dan prinsip-prinsip perilaku yang bertujuan namun tak sadar sangat lazim dalam ilmu teknik. Contoh klasiknya, mesin uap Watt.


Prinsip dasar yang terlibat disebut umpan balik negatif (negative feedback), yang wujudnya beraneka ragam. Pada umumnya yang terjadi adalah yang berikut. "Mesin bertujuan" (purpose machine), yaitu mesin yang berperilaku seolah-olah punya tujuan yang disadari, dilengkapi dengan sejenis alat ukur yang mengukur kesenjangan antara kondisi saat ini dan kondisi "yang diinginkan". Mesin itu dibangun sedemikian rupa sehingga semakin besar kesenjangan itu, semakin keras pula dia bekerja. Dengan cara itu, secara otomatis, mesin akan cenderung mengecilkan kesenjangan—inilah mengapa sebutannya umpan balik negatif—dan bisa berhenti bekerja setelah keadaan "yang diinginkan" tercapai. Mesin uap Watt terdiri atas sepasang bola yang diputar-putar oleh uapnya. Setiap bola berada di ujung lengan berengsel. Semakin cepat bola berputar, semakin gaya sentrifugal mendorong lengan menuju posisi horizontal, kecenderungan yang dilawan oleh gravitasi. Lengan- lengan itu terhubung ke katup pengatur uap yang masuk ke dalam mesin, sedemikian rupa sehingga uap akan terhalang kalau lengan mendekati posisi horizontal. Jadi, jika mesin bekerja terlalu cepat, sebagian uap akan terhalang dan mesin akan cenderung melambat. Jika mesin terus melambat, katup akan secara otomatis mengalirkan uap dan dia akan menjadi cepat lagi. Mesin bertujuan seperti ini sering bergoyang-goyang karena kinerja yang berlebihan dan tenggang waktu (time-lag), dan pekerjaan insinyur mencakup pembuatan perangkat pelengkap untuk mengurangi goyangan itu.


Bagi mesin Watt, keadaan "yang diinginkan" adalah kecepatan rotasi tertentu. Jelas, mesin itu tidak menginginkannya secara sadar. "Tujuan"-nya mesin semata-mata didefinisikan sebagai keadaan yang cenderung dituju. Mesin bertujuan yang modern menggunakan perluasan prinsip-prinsip dasar seperti umpan balik negatif untuk mencapai perilaku "seperti hidup" (lifelike) yang lebih kompleks. Peluru kendali, misalnya, tampak seperti aktif mencari sasaran. Begitu sasaran berada dalam jangkauan, peluru kendali terlihat mengejar sasaran itu dengan memperhitungkan upaya sasaran mengelak dan menghindar, dan terkadang bahkan "memprediksi" atau "mengantisipasi" gerak sasaran. Rinciannya tak perlu dibahas di sini. Perilaku peluru kendali melibatkan beragam jenis umpan balik negatif, "umpan maju" (feed-forward), dan prinsip-prinsip lain yang sangat dipahami para insinyur dan yang kini diketahui terlibat secara luas dalam kerja tubuh makhluk hidup. Tidak perlu diduga ada sesuatu yang menyerupai kesadaran, walaupun orang awam, menyaksikan perilaku rudal yang seolah penuh pertimbangan dan bertujuan, bisa tak percaya bahwa benda itu tidak berada di bawah kendali langsung pilot manusia.


Ada kesalahpahaman umum bahwa, karena mesin seperti peluru kendali awalnya dirancang dan dibangun oleh manusia sadar, maka peluru itu pastilah betul-betul di bawah kontrol langsung manusia sadar. Varian lain sesat pikir itu adalah "komputer tidak sungguh-sungguh bermain catur karena mesin itu hanya dapat melakukan apa yang diperintahkan oleh manusia yang mengoperasikannya". Perlu kita pahami sesat pikir tersebut karena mempengaruhi pemahaman kita tentang pengertian bagaimana gen dapat dikatakan "mengontrol" perilaku. Catur komputer merupakan contoh yang cukup baik untuk menyampaikan pokok pemikiran itu. Jadi saya akan membahasnya secara singkat.


Komputer belum bermain catur sebaik Grand Master manusia, tapi telah mencapai standar amatir yang baik. Lebih tepatnya, kita mesti mengatakan bahwa program telah mencapai standar amatir yang baik, karena program permainan catur tidak rewel dengan fisik komputer yang digunakan untuk mengeksekusi keterampilannya. Lalu apa peranan manusia pemrogram? Pertama, dia sama sekali tidak memanipulasi komputer setiap saat ibarat dalang memainkan wayang. Itu namanya curang. Dia membuat program, meletakkan program di dalam komputer, dan program itu pun berjalan sendiri: tidak ada lagi intervensi manusia, kecuali lawan yang mengetikkan langkah bidaknya sendiri. Apakah si pemrogram mungkin mengantisipasi semua langkah yang mungkin dan menyediakan daftar panjang berisi langkah-langkah yang baik, setiap langkah untuk setiap kemungkinan? Hampir bisa dipastikan tidak, karena jumlah probabilitas langkah catur begitu banyak sehingga sebelum daftar itu bisa dilengkapi dunia akan lebih dulu kiamat. Karena alasan yang sama, komputer tidak mungkin bisa diprogram untuk mengujicoba "dalam pikirannya" setiap langkah yang mungkin dan semua langkah tindak lanjut yang mungkin, hingga dia menemukan strategi kemenangan. Ada lebih banyak kemungkinan permainan catur ketimbang jumlah atom di galaksi kita. Maka, sekian saja tentang non- solusi remeh-temeh bagi masalah pemrograman komputer untuk bermain catur. Catur sesungguhnya merupakan masalah yang luar biasa sulit dan tidaklah mengherankan bahwa program-program yang terbaik belum mencapai status Grand Master.


Peran sesungguhnya seorang pemrogram lebih seperti peran ayah yang mengajari anaknya bermain catur. Pemrogram memberitahu komputer langkah-langkah dasar permainan, tidak secara terpisah untuk setiap posisi awal yang mungkin, tapi berupa aturan-aturan yang disampaikan secara singkat. Pemrogram tidak secara harfiah mengatakan dalam bahasa biasa bahwa "menteri melangkah diagonal", tapi dia mengatakan sesuatu yang secara matematis sama dengan itu, misalnya, walaupun lebih singkat: "Koordinat baru menteri diperoleh dari koordinat lama, dengan menambahkan konstanta yang sama, meski tidak harus dengan tanda plus/minus yang sama, ke koordinat x lama maupun koordinat y lama". Kemudian dia mungkin memprogram beberapa "saran", yang ditulis dalam jenis bahasa matematis atau bahasa logis yang sama, tapi dalam istilah manusia sepadan dengan petunjuk seperti "jangan membiarkan rajamu tak terjaga", atau trik-trik berguna seperti sapuan ganda dengan kuda (forking). Perinciannya luar biasa menarik tapi kita akan terbawa terlalu jauh. Yang penting, ketika bermain, komputer itu berjalan sendiri dan tidak mendapatkan bantuan dari penciptanya. Yang bisa dilakukan pemrogram adalah mengatur komputer sebaik mungkin sebelumnya, dengan keseimbangan yang tepat antara daftar pengetahuan yang spesifik dan petunjuk mengenai strategi serta teknik permainan.


Gen juga mengontrol perilaku mesin kelestariannya, bukan secara langsung seperti dalang, melainkan secara tak langsung seperti pemrogram komputer. Yang bisa dilakukan gen adalah mempersiapkan segalanya terlebih dahulu; kemudian mesin kelestarian hidup sendiri dan gen hanya dapat duduk pasif di dalamnya. Mengapa gen begitu pasif? Mengapa gen tidak mengambil kendali dan mengambil alih sepanjang waktu? Jawabannya adalah gen tidak bisa, karena masalah tenggang waktu. Ini paling baik diperlihatkan oleh analogi lain yang diambil dari fiksi ilmiah. Drama televisi dan novel A for Andromeda karya Fred Hoyle dan John Elliot adalah kisah yang mengasyikkan dan, seperti semua fiksi sains yang baik, didasari beberapa poin sains menarik. Anehnya, karya itu hampir tidak menyebutkan secara eksplisit pokok-pokok pemikiran paling penting yang mendasarinya tersebut. Saya berharap para penulisnya tidak akan keberatan jika saya membeberkannya di sini.


Ada suatu peradaban 200 tahun cahaya jauhnya, di rasi bintang Andromeda.2 Penghuninya ingin menyebarkan budaya ke dunia-dunia yang jauh. Bagaimana cara terbaik untuk melakukannya? Perjalanan langsung sama sekali tidak bisa dilakukan. Kecepatan cahaya berlaku sebagai batasan teoretis tertinggi untuk gerak berpindah dari satu tempat ke tempat lain di alam semesta, sedangkan pertimbangan mekanis memberlakukan batasan yang jauh lebih rendah pada praktiknya. Lagi pula, bisa jadi tidak semua dunia layak dikunjungi, dan bagaimana mengetahui arah mana untuk dituju? Radio adalah cara yang lebih baik untuk berkomunikasi dengan seluruh alam semesta, karena jika ada cukup daya untuk menyiarkan sinyal Anda ke segala arah, bukan satu arah saja, Anda akan menjangkau sejumlah besar dunia (jumlahnya meningkat sebanding dengan kuadrat jarak perjalanan sinyal itu). Gelombang radio bergerak dalam kecepatan cahaya, yang berarti sinyalnya membutuhkan waktu 200 tahun untuk mencapai Bumi dari Andromeda. Masalahnya, dengan jarak semacam itu Anda tidak akan pernah bisa mengadakan percakapan. Bahkan jika Anda mengabaikan fakta bahwa setiap pesan berikutnya dari Bumi akan dikirimkan oleh orang-orang yang terpisah dua belas generasi, sia-sia saja mengupayakan komunikasi melewati jarak sejauh itu.


Permasalahan itu akan bertambah serius bagi kita: dibutuhkan sekitar empat menit bagi gelombang radio untuk melakukan perjalanan antara Bumi dan Mars. Tak diragukan bahwa penjelajah antariksa harus berubah dari cara bicara yang biasa, yaitu dalam kalimat pendek secara bergantian, dan harus menggunakan senandika atau monolog yang panjang; lebih seperti surat daripada percakapan. Sebagai contoh lain, Roger Payne menunjukkan bahwa akustik laut memiliki sifat yang khas, artinya "lagu" paus yang sangat lantang secara teoretis dapat terdengar hingga di seluruh dunia asalkan paus itu berenang di kedalaman tertentu. Tidak diketahui apakah paus memang berkomunikasi satu sama lain dengan rentang jarak yang sangat jauh, tapi jika ya, mereka pastilah menghadapi kesulitan seperti dengan penjelajah antariksa di Mars. Kecepatan suara dalam air sedemikian rupa sehingga dibutuhkan hampir dua jam bagi lagu itu untuk melintasi Samudera Atlantik dan bagi balasannya untuk diterima. Saya mengajukan itu sebagai penjelasan bagi fakta bahwa sebagian paus melantunkan solilokui terus-menerus, tanpa mengulang, selama delapan menit. Kemudian mereka kembali ke awal lagu dan mengulanginya berkali-kali, dengan tiap siklus berlangsung selama delapan menit.


Pada penghuni Andromeda dalam kisah di atas melakukan hal yang sama. Karena tidak ada gunanya menunggu jawaban, mereka mengumpulkan segala sesuatu yang ingin mereka sampaikan ke dalam pesan besar yang tak terputus, kemudian menyiarkannya ke antariksa, berulang-ulang, tiap beberapa bulan. Namun pesan mereka sangat berbeda dengan pesan paus. Pesan penghuni Andromeda terdiri atas kode instruksi untuk membangun dan memprogram suatu komputer raksasa. Tentu saja instruksi itu tidak dalam bahasa manusia, tapi hampir semua kode dapat dipecahkan oleh kriptografer andal, terutama jika para perancang kode ingin agar kode itu mudah dipecahkan. Sesudah diterima oleh teleskop radio Jodrell Bank, pesan itu akhirnya diterjemahkan, kemudian komputer dibangun dan programnya dijalankan. Hasilnya hampir bencana bagi umat manusia karena niat penghuni Andromeda tidaklah seluruhnya altruistis dan komputer itu sedang dalam perjalanan menguasai seluruh dunia sebelum pahlawan kita menghancurkannya dengan kapak.


Dari sudut pandang kita, pertanyaan menariknya adalah dalam pengertian apa penghuni Andromeda dapat dikatakan memanipulasi peristiwa di Bumi? Mereka tidak punya kendali langsung sepanjang waktu terhadap apa yang dilakukan komputer itu; mereka bahkan tidak punya cara untuk mengetahui bahwa komputer itu telah dirakit karena informasi itu akan memerlukan 200 tahun untuk sampai ke tangan mereka. Keputusan dan tindakan komputer sepenuhnya berdiri sendiri. Komputer itu bahkan tidak bisa bertanya ke perancangnya untuk meminta petunjuk kebijakan umum. Semua instruksinya harus disertakan sejak awal karena adanya rintangan waktu 200 tahun. Pada prinsipnya, komputer itu diprogram mirip seperti komputer pemain catur, tapi dengan keluwesan dan kapasitas yang lebih besar untuk menyerap informasi lokal. Itu karena programnya harus dirancang bukan hanya untuk bekerja di Bumi, melainkan juga di setiap dunia yang memiliki teknologi maju, namun kondisinya tidak dapat diketahui oleh penghuni Andromeda.


Sama seperti penghuni Andromeda yang harus memiliki komputer di Bumi untuk mengambil keputusan harian demi kepentingan mereka, gen kita juga harus membangun otak. Namun, gen bukanlah penghuni Andromeda yang mengirimkan instruksi dalam bentuk kode; gen adalah instruksi itu sendiri. Alasan mengapa gen tidak bisa menggerakkan kita secara langsung juga sama: tenggang waktu. Gen bekerja dengan mengendalikan sintesis protein. Itu cara ampuh untuk memanipulasi dunia, tapi jalannya lambat. Dibutuhkan berbulan-bulan untuk perlahan- lahan mengatur protein guna membangun embrio. Di sisi lain, perilaku merupakan gerak cepat. Perilaku terjadi pada skala waktu bukan bulan, melainkan detik dan sepersekian detik. Sesuatu terjadi di dunia, burung terbang rendah, gemerisik rumput menyibak keberadaan mangsa, dan dalam sekian milidetik sistem saraf berderak dalam aksi, otot melompat, dan nyawa suatu hewan terselamatkan—atau hilang. Gen tidak memiliki reaksi seketika seperti itu. Seperti para penghuni Andromeda, gen hanya dapat melakukan yang terbaik sebelumnya dengan membangun komputer eksekutif yang bekerja cepat bagi mereka dan memprogramnya lebih dulu dengan aturan serta "masukan" untuk mengatasi peristiwa sebanyak yang dapat "diantisipasi". Namun kehidupan, seperti permainan catur, memberi terlalu banyak kemungkinan peristiwa untuk diantisipasi. Seperti pembuat program catur, gen harus "menginstruksikan" mesin kelestariannya bukan dalam rincian khusus, melainkan dalam bentuk strategi dan trik hidup yang umum.3


J.Z. Young mengatakan bahwa gen harus mengerjakan tugas yang setara dengan prediksi. Ketika embrio mesin kelestarian sedang dibangun, masalah dan ancaman bahaya hidupnya terletak pada masa depan. Siapa yang bisa mengatakan karnivora apa yang merangkak di balik semak di belakangnya atau mangsa gesit apa yang akan melesat dengan pola zigzag? Manusia peramal tidak bisa, gen pun tidak. Namun beberapa prediksi umum dapat dihasilkan. Gen beruang kutub dapat secara aman memperkirakan bahwa masa depan mesin kelestariannya yang belum dilahirkan adalah masa depan yang dingin. Gen tidak memikirkannya sebagai ramalan, gen tidak berpikir sama sekali: gen sekadar merancang lapisan rambut tebal karena itulah yang selalu dilakukan gen itu dalam tubuh-tubuh sebelumnya dan itulah sebabnya gen beruang kutub masih ada di dalam lumbung gen. Gen itu juga memprediksi bahwa tanah akan bersalju dan prediksi itu mewujud dalam pembuatan lapisan rambut berwarna putih yang menjadi penyamaran bagi hewan itu. Jika iklim kawasan Artika berubah sedemikian cepat sehingga bayi beruang kutub mendapati dirinya terlahir di gurun tropis, prediksi gen akan salah dan dia akan membayar akibatnya. Si beruang muda akan mati dan gen di dalamnya pun demikian.


Prediksi dalam dunia yang kompleks adalah persoalan untung¬untun gan. Setiap keputusan yang diambil oleh mesin kelestarian adalah perjudian. Urusan gen adalah memprogram otak sebelumnya sehingga rata-rata otak mengambil keputusan yang benar. Mata uang yang digunakan dalam kasino evolusi adalah kelangsungan hidup, khususnya kelangsungan hidup gen, tapi untuk banyak tujuan kelangsungan hidup individu merupakan pendekatan yang dapat diterima. Jika Anda turun ke kolam untuk minum, maka risiko Anda dimangsa hewan buas yang hidup dengan mengintai buruan di sekitar kolam itu meningkat. Jika Anda tidak turun ke kolam, maka Anda akan meninggal karena kehausan. Akan selain ada risiko di setiap pilihan yang Anda ambil dan Anda harus mengambil keputusan yang memaksimalkan peluang kelangsungan hidup gen Anda dalam jangka panjang. Mungkin keputusan terbaik adalah menunda minum hingga Anda benar-benar haus lalu Anda pergi dan minum sebanyak-banyaknya hingga tak haus lagi untuk waktu yang lama. Dengan demikian Anda mengurangi kunjungan ke kolam air, tapi Anda harus menghabiskan waktu lama dengan kepala tertunduk ketika akhirnya minum. Alternatifhya, taruhan terbaiknya bisa juga minum sedikit-sedikit dan sering, menyeruput seteguk secepat kilat sambil lari melewati kolam air. Mana strategi bertaruh yang paling baik bergantung bermacam-macam hal yang rumit, terutama kebiasaan berburu para pemangsa, yang dengan sendirinya berevolusi agar menjadi efisien dan maksimal dari sudut pandang mereka. Perhitungan atas berbagai kemungkinan harus dilakukan. Tapi, tentu saja, kita tak harus berpikir bahwa hewan-hewan membuat perhitungan secara sadar. Yang harus dipercaya adalah bahwa individu- individu, yang gennya membangun otak sedemikian rupa sehingga otak itu cenderung memutuskan dengan tepat, alhasil lebih mungkin bertahan hidup, dan dengan demikian lebih mungkin menyebarkan gen yang sama.


Kita dapat membawa kiasan perjudian lebih jauh. Seorang penjudi mesti memikirkan tiga kuantitas utama: taruhan, peluang, dan hadiah. Jika hadiahnya sangat besar, penjudi itu bersiap untuk mengajukan taruhan besar. Seorang penjudi yang mempertaruhkan segala yang dia punya dalam satu lemparan tunggal bersiaga untuk memperoleh keuntungan besar. Dia juga siap rugi besar, tapi rata-rata petaruh besar tak lebih baik ataupun lebih buruk nasibnya dibanding pemain lain yang bermain untuk memenangkan taruhan kecil. Perbandingannya yang sepadan adalah antara spekulan dan investor yang bermain aman di pasar saham. Dalam beberapa hal, pasar saham adalah analogi yang lebih baik daripada kasino lantaran kasino sengaja diakali untuk menguntungkan bandar (yang berarti petaruh besar rata-rata akan berakhir lebih miskin ketimbang petaruh kecil; dan petaruh kecil lebih miskin ketimbang mereka yang tidak berjudi sama sekali. Tapi ini karena alasan yang tidak berhubungan dengan pembahasan kita). Dengan mengabaikan rekayasa bandar itu, baik permainan taruhan besar maupun taruhan kecil tampak masuk akal. Apakah ada hewan penjudi yang bermain dengan taruhan besar dan yang lain yang bermain secara lebih konservatif? Dalam Bab 9 kita akan melihat bahwa pejantan kerap digambarkan sebagai penjudi dengan risiko tinggi dan taruhan tinggi sementara betina sebagai investor yang bermain aman, terutama di spesies yang berpoligami yang pejantannya bersaing berebut betina. Para naturalis yang membaca buku ini mungkin bisa memikirkan spesies mana yang dapat digambarkan sebagai pemain berisiko tinggi dan bertaruh besar, serta spesies lain yang bermain secara lebih konservatif. Saya sekarang kembali ke tema yang lebih umum tentang bagaimana gen membuat "prediksi" tentang masa depan.


Satu cara bagi gen agar dapat memecahkan masalah pembuatan prediksi di lingkungan yang agak tak terduga adalah dengan merancang kapasitas belajar. Di sini, program itu bisa mengambil wujud instruksi berikut kepada mesin kelestarian: "Berikut ini adalah daftar hal-hal yang didefinisikan sebagai kenikmatan: rasa manis di mulut, orgasme, suhu sedang, anak yang tersenyum. Dan ini adalah daftar hal-hal tak nikmat: berbagai macam rasa sakit, mual, perut kosong, anak yang menjerit-jerit. Jika Anda kebetulan harus melakukan sesuatu yang diikuti oleh salah satu hal tak nikmat, jangan lakukan lagi, tapi di sisi lain ulangi lagi tindakan yang diikuti dengan kenikmatan." Keuntungan pemograman semacam itu adalah memangkas jumlah aturan rinci yang harus dirancang di program asli; dan juga mampu mengatasi perubahan lingkungan yang tidak bisa diprediksi secara rinci sejak awal. Di sisi lain, prediksi tertentu tetap harus dibuat. Dalam contoh kita, gen memprediksi bahwa rasa manis di mulut dan orgasme itu "baik" dalam arti bahwa makan gula dan bersanggama cenderung bermanfaat bagi kelangsungan hidup gen. Kemungkinan sakarin (gula buatan) dan masturbasi tidak diantisipasi oleh gen menurut contoh itu; demikian pula bahaya konsumsi gula berlebihan yang tersedia di lingkungan kita dalam jumlah sangat besar yang tak alami.


Strategi pembelajaran telah digunakan dalam beberapa program permainan catur komputer. Program-program itu bekerja semakin baik sesudah makin banyak bermain melawan manusia atau komputer lainnya. Meskipun dilengkapi dengan seperangkat aturan dan taktik, mereka juga memiliki kecenderungan acak yang dirancang di dalam prosedur pengambilan keputusan. Mereka merekam keputusan masa lalu, dan setiap kali memenangkan pertandingan, mereka meningkatkan bobot taktik yang dipakai sebelum terjadi kemenangan. Dengan demikian, kali berikutnya mereka akan sedikit lebih cenderung untuk menggunakan taktik serupa.


Salah satu metode yang paling menarik dalam memprediksi masa depan adalah simulasi. Jika seorang jenderal ingin tahu apakah rencana militer tertentu akan lebih baik daripada alternatifhya, maka dia punya masalah prediksi. Ada hal-hal yang tidak diketahui dalam cuaca, semangat pasukannya sendiri, dan kemungkinan serangan balik musuh. Satu cara untuk mencari tahu apakah rencana itu ampuh adalah dengan mencoba melaksanakannya dan mengamati hasilnya, tapi menggunakan uji coba untuk semua perencanaan yang terbayangkan bukanlah sesuatu yang masuk akal, karena jumlah prajurit muda yang siap mati "demi membela tanah air" terbatas dan kemungkinan rencana sangatlah banyak. Lebih baik menguji berbagai rencana dengan menggunakan geladi daripada dengan langsung mempertaruhkan nyawa orang. Uji coba itu bisa jadi berwujud latihan pertempuran skala penuh antara "Utara" dan "Selatan" dengan menggunakan amunisi kosong, tapi bahkan latihan seperti itu memakan biaya besar dan waktu yang panjang. Permainan perang yang lebih hemat bisa dijalankan dengan tentara timah dan tank mainan yang ditempatkan di permukaan peta besar.


Sekarang, komputer mengambil alih sebagian besar fungsi simulasi, bukan hanya dalam strategi militer, melainkan di segala bidang di mana prediksi masa depan dibutuhkan; bidang-bidang seperti ekonomi, sosiologi, ekologi, dan banyak lainnya. Tekniknya bekerja seperti berikut. Model suatu aspek dunia dibuat di komputer. Ini bukan berarti bahwa jika Anda membongkar komputer Anda akan melihat miniatur kecil di dalamnya, dengan bentuk yang sama seperti objek yang disimulasikan. Komputer pemain catur tidak punya "gambaran mental" di dalam memori yang berbentuk papan catur dengan bidak-bidak di atasnya. Papan catur dan posisi bidak akan diwakili oleh daftar angka kode elektronik. Bagi kita, peta adalah model suatu bagian dunia dalam skala miniatur, dijadikan dua dimensi. Di dalam komputer, peta direpresentasikan oleh daftar kota dan tempat-tempat lain, masing- masing dengan dua angka—koordinat lintang dan bujurnya. Namun tidak masalah bagaimana rupa model dunia di dalam benak komputer, asalkan dapat dioperasikan, dimanipulasi, dipakai menjalankan percobaan, dan dilaporkan kembali kepada operator manusia dalam bahasa yang bisa mereka mengerti. Melalui simulasi, kita bisa mengetahui apakah akan menang atau kalah dalam pertempuran uji coba, apakah pesawat simulasi bisa terbang atau jatuh, dan apakah kebijakan ekonomi simulasi berujung kemakmuran atau kehancuran. Dalam setiap kasus, seluruh proses terjadi di dalam komputer dalam secuplik waktu dari yang dibutuhkan dalam kehidupan nyata. Tentu saja, ada model dunia yang baik dan yang buruk, dan yang baik pun hanyalah perkiraan. Simulasi sebanyak apa pun tak dapat memprediksi persisnya apa yang akan terjadi dalam kenyataan, tapi simulasi yang baik jauh lebih mending ketimbang uji coba yang buta. Simulasi dapat disebut juga sebagai ujicoba yang diwakilkan (vicarious trial and error), istilah yang sayangnya ditemukan oleh para ahli psikologi yang membuat percobaan dengan tikus.


Jika simulasi adalah gagasan yang sangat bagus, maka kita mungkin berpikir bahwa mesin kelestarian mestinya telah menemukannya terlebih dulu. Lagi pula, mesin itu menciptakan banyak teknik rekayasa manusia yang lain jauh sebelum kita hadir: lensa fokus dan reflektor parabola, analisis frekuensi gelombang suara, pengendali motor servo, sonar, penyimpanan sementara untuk informasi masuk, dan banyak lagi lainnya yang tak terhitung jumlahnya dan begitu panjang istilahnya, serta tak penting untuk dirinci. Bagaimana dengan simulasi? Bila Anda sendiri menghadapi keputusan yang sulit dan melibatkan banyak kemungkinan peristiwa yang tidak diketahui pada masa depan, Anda memasuki sebentuk simulasi. Anda membayangkan apa yang akan terjadi jika Anda menjalani setiap alternatif yang Anda punya. Anda membangun model di kepala Anda, bukan tentang segala sesuatu yang ada di dunia, melainkan tentang serangkaian entitas terbatas yang menurut Anda sepertinya relevan. Bisa jadi Anda melihatnya dengan sangat jelas, atau bisa jadi Anda melihat dan memanipulasi abstraksinya dengan gaya tertentu. Dalam kedua kasus itu, tidak mungkin bahwa di suatu tempat di otak Anda, terdapat model sungguhan peristiwa yang Anda bayangkan. Namun, sama seperti dengan komputer, rincian tentang bagaimana otak Anda menggambarkan model dunianya tak terlalu penting dibandingkan fakta bahwa otak mampu memprediksi kemungkinan peristiwa-peristiwa. Mesin kelestarian yang dapat membuat simulasi masa depan melompat lebih maju ketimbang mesin kelestarian yang hanya bisa belajar berdasarkan coba-coba (trial and error). Masalahnya coba-coba yang benar adalah boros waktu dan tenaga. Masalahnya coba-coba yang salah adalah sering berakibat fatal. Simulasi lebih aman sekaligus lebih cepat.


Evolusi kemampuan simulasi tampaknya berpuncak di kesadaran subjektif (subjective consciousness). Mengapa itu harus terjadi, bagi saya, merupakan misteri terbesar yang dihadapi biologi modern. Tidak ada alasan untuk menganggap bahwa komputer elektronik sadar ketika menjalankan simulasi sesuatu, meski harus kita akui bisa saja kelak komputer akan memiliki kesadaran. Mungkin kesadaran bangkit ketika simulasi dunia oleh otak menjadi sedemikian purna sehingga harus menyertakan model dirinya sendiri.4 Jelas, tubuh dan organ mesin kelestarian harus menjadi bagian-bagian penting simulasi dunianya; mungkin untuk alasan yang sama, simulasi itu sendiri bisa dianggap sebagai bagian dunia yang akan disimulasikan. Kata lain untuknya mungkin memang "kesadaran diri" (self-awareness), tapi menurut saya itu bukan penjelasan yang sepenuhnya memuaskan tentang evolusi kesadaran; sebagian karena penjelasan itu melibatkan regresi yang tak berkesudahan—jika ada modelnya model, mengapa tidak ada modelnya modelnya model...?


Apapun masalah filosofis yang diajukan oleh kesadaran, untuk keperluan kisah ini, kesadaran dapat dianggap sebagai titik puncak kecenderungan evolusioner menuju emansipasi mesin kelestarian sebagai eksekutif pengambil keputusan; terbebas dari belenggu tuannya, gen. Otak bukan hanya bertanggung jawab atas urusan kegiatan sehari- hari mesin kelestarian, melainkan juga telah menguasai kemampuan untuk memprediksi masa depan dan bertindak sesuai dengan prediksi itu. Otak bahkan memiliki kemampuan untuk memberontak terhadap perintah gen, misalnya menolak punya anak sebanyak yang dia mampu. Namun dalam hal ini manusia adalah kasus yang sangat khusus.


Apakah kaitan semua itu dengan altruisme dan egoisme? Saya sedang mencoba untuk membangun gagasan bahwa perilaku hewan, baik altruistis ataupun egois, berada di bawah kendali gen dalam arti tak langsung, walaupun sangat kuat. Dengan mengatur bagaimana mesin kelestarian dan sistem sarafiiya mesti dibangun, gen mengerahkan kekuasaan tertinggi atas perilaku. Namun, keputusan sepanjang waktu tentang apa yang harus dilakukan selanjutnya diambil oleh sistem saraf. Gen adalah pembuat kebijakan utama; otak adalah eksekutif. Namun, seiring otak semakin berkembang, dia mengambil alih lebih banyak dan lebih banyak lagi pengambilan keputusan yang aktual, menggunakan trik seperti pembelajaran dan simulasi dalam melakukannya. Kesimpulan logis untuk tren evolusi ini, yang belum dicapai oleh spesies lain, adalah bahwa gen memberikan seperangkat instruksi kebijakan umum kepada mesin kelestarian: lakukan apa pun yang Anda pikir paling baik supaya kita tetap hidup.


Analogi dengan komputer dan pengambilan keputusan oleh manusia boleh-boleh saja. Namun sekarang kita harus kembali ke Bumi dan mengingat bahwa evolusi sebenarnya terjadi dalam tahap demi tahap melalui perbedaan kelangsungan hidup gen-gen di lumbung gen. Oleh karena itu, agar pola perilaku—altruistis atau egois—berevolusi, gen "untuk" perilaku tersebut perlu lebih berhasil bertahan hidup dalam lumbung gen ketimbang gen saingan atau alel "untuk" perilaku yang berbeda. Gen untuk perilaku altruistis berarti setiap gen yang mempengaruhi perkembangan sistem saraf sedemikian rupa sehingga membuatnya cenderung berperilaku altruistis.5 Apakah ada bukti eksperimental untuk pewarisan genetis perilaku altruistis? Tidak, tapi itu tak mengherankan karena penelitian terhadap genetika perilaku sangat sedikit. Izinkan saya menceritakan satu penelitian terhadap pola perilaku yang kebetulan tidak jelas-jelas altruistis, tapi cukup kompleks sehingga sangat menarik. Ini berguna sebagai model tentang bagaimana perilaku altruistis mungkin diwariskan.


Lebah madu menderita penyakit infeksi yang disebut foul brood. Penyakit ini menyerang larva di dalam sei sarang. Di antara berbagai galur lebah domestik yang dibudidayakan oleh peternak lebah, sebagian lebih berisiko kena foul brood dibanding yang lain, dan ternyata perbedaan antar-galur, setidaknya dalam beberapa kasus, terletak di perilaku. Ada yang disebut galur higienis, yang cepat membasmi wabah dengan mengisolasi larva yang terinfeksi, menariknya dari sei, dan melemparkannya ke luar sarang. Galur yang rentan penyakit ini tidak mempraktikkan pembunuhan bayi dengan alasan higienis. Perilaku yang muncul dalam tindakan higienis di atas cukup rumit. Para pekerja harus menemukan sei berisi larva yang terjangkit, melepaskan tutup lilin dari sei, mengeluarkan larva, menariknya melalui pintu sarang, dan membuangnya ke tumpukan sampah.


Melakukan percobaan genetika dengan lebah adalah urusan yang cukup rumit karena berbagai alasan. Lebah pekerja sendiri biasanya tidak bereproduksi sehingga Anda harus melakukan pembuahan silang antara ratu lebah dari satu galur dengan lebah pejantan dari galur lain, kemudian melihat perilaku para lebah pekerja keturunannya. Itulah yang dilakukan W.C. Rothenbuhler. Rothenbuhler menemukan bahwa seluruh generasi hibrida pertama adalah galur non-higienis: perilaku higienis induk mereka tampaknya lenyap. Namun, sesungguhnya gen higienis itu masih ada, hanya saja bersifat resesif seperti gen manusia untuk mata biru. Saat Rothenbuhler "menyilangkan balik" (back-cross) hibrida generasi pertama dengan galur higienis murni (lagi-lagi, tentu menggunakan lebah ratu dan lebah pejantan), dia memperoleh hasil yang paling apik. Anak-anak koloni lebah itu terbagi ke dalam tiga kelompok. Kelompok pertama menunjukkan perilaku higienis yang sempurna; yang kedua tidak menunjukkan perilaku higienis sama sekali; dan yang ketiga hanya setengah higienis. Kelompok terakhir ini membuka tutup segel lilin tempayak yang sakit, tapi tidak menindaklanjuti dan membuang si tempayak. Rothenbuhler menduga bahwa mungkin ada dua gen yang terpisah, satu gen untuk membuka tutup lilin dan satu lagi gen untuk membuang. Galur higienis yang normal memiliki kedua gen itu sedangkan galur yang rentan memiliki alel, gen pesaing, keduanya. Hibrida yang hanya setengah jalan mungkin memiliki gen pembuka tutup lilin (berdosis ganda), tapi tidak memiliki gen pembuang. Rothenbuhler menduga bahwa kelompok lebah eksperimentalnya yang tampaknya benar-benar non-higienis mungkin mencakup subkelompok yang memiliki gen pembuang, tapi tidak dapat menampilkannya karena mereka tidak memiliki gen pembuka tutup lilin. Dia memastikan itu secara elegan dengan membuka segel lilinnya sendiri. Benar saja, setengah dari lebah non-higienis kemudian menunjukkan perilaku membuang tempayak seperti biasanya.6


Cerita di atas menggambarkan sejumlah pokok gagasan penting yang muncul di bab sebelumnya. Tampak bahwa kita boleh-boleh saja bicara mengenai "gen untuk perilaku ini dan itu" bahkan jika kita tidak tahu sedikit pun tentang rantai kimia sebab-akibat embrionik yang muncul dari gen dan berujung di perilaku. Rantai sebab-akibat itu bahkan dapat melibatkan pembelajaran. Sebagai contoh, bisa jadi gen pembuka tutup lilin menjalankan pengaruhnya dengan membuat lebah doyan makan lilin yang terinfeksi. Ini berarti, menurut lebah, memakan penutup lilin yang menutupi korban penyakit adalah sesuatu yang nikmat sehingga mereka akan cenderung mengulanginya. Bahkan jika cara kerja gen itu memang demikian, gen itu tetaplah merupakan gen "membuka penutup", asalkan, selama faktor lain tetap sama, lebah yang memiliki gen tersebut akan membuka penutup lilin sementara lebah yang tidak memilikinya tidak akan melakukan hal tersebut.


Kedua, hasil tadi menggambarkan fakta bahwa gen "bekerja sama" dalam memberi pengaruh terhadap perilaku mesin kelestarian komunal. Gen yang membuang larva tidak akan berguna kecuali jika disertai oleh gen yang membuka segel lilin, dan sebaliknya. Namun, percobaan genetika menunjukkan sama jelasnya bahwa dua gen itu pada prinsipnya terpisah dalam perjalanan mereka dari generasi ke generasi. DAlam hal tugas mereka yang bermanfaat, Anda dapat menganggap mereka sebagai unit tunggal yang bekerja sama, tapi sebagai gen yang bereplikasi mereka adalah dua agen yang bebas dan independen.


Untuk keperluan perdebatan, spekulasi tentang gen "untuk" melakukan beragam hal itu perlu. Jika saya bicara, misalnya, tentang gen hipotetis "untuk menyelamatkan rekan yang tenggelam", dan menurut Anda konsep seperti itu sukar dipercaya, ingatlah kisah tentang lebah higienis. Ingatlah bahwa kita tidak bicara tentang gen sebagai penyebab utama tunggal segala kontraksi otot yang kompleks, integrasi sensorik, dan bahkan keputusan sadar, yang terlibat dalam penyelamatan seseorang yang tenggelam. Kita tidak sedang bicara tentang persoalan apakah pengaruh pembelajaran, pengalaman, atau lingkungan memasuki perkembangan perilaku. Yang harus Anda akui adalah mungkin saja satu gen membangun tubuh yang lebih mungkin menyelamatkan seseorang yang sedang tenggelam ketimbang alelnya, asalkan semua kondisi lain sama dan banyak gen penting lain serta faktor lingkungan ada. Perbedaan antara dua gen pada dasarnya bisa merupakan perbedaan tipis dalam beberapa variabel kuantitatif sederhana. Rincian proses perkembangan embrionik, walaupun menarik, tidaklah relevan dengan pertimbangan evolusioner. Konrad Lorenz telah menyatakan hal itu dengan baik.


Gen adalah pemrogram utama, dan dia memprogram demi kelangsungan hidupnya. Gen dinilai berdasarkan keberhasilan programnya dalam menghadapi semua bahaya yang dihadirkan oleh kehidupan terhadap mesin kelestariannya dan hakimnya adalah hakim kejam di pengadilan kelangsungan hidup. Kita nanti akan bahas cara- cara kelangsungan hidup gen didukung oleh apa yang tampak sebagai perilaku altruistis. Tapi prioritas pertama mesin kelestarian, dan otak yang mengambil keputusan untuk itu, adalah persoalan kelangsungan hidup individu dan reproduksi. Semua gen dalam "koloni" bakal menyetujui prioritas-prioritas tersebut. Oleh karena itu, hewan-hewan melakukan segalanya demi menemukan dan menangkap makanan; menghindari ditangkap dan dimakan pemangsa; menghindari penyakit dan kecelakaan; melindungi diri dari kondisi iklim yang tidak menguntungkan; menemukan anggota lawan jenis dan membujuknya untuk kawin; dan memberi keturunan mereka keunggulan yang sama dengan yang mereka nikmati sendiri. Saya tidak akan memberikan contoh—jika Anda mau cari, amati saja baik-baik hewan liar berikutnya yang Anda jumpai. Namun saya ingin menyebutkan satu jenis perilaku tertentu karena kita akan perlu merujuk kepadanya lagi bila kita bicara tentang altruisme dan egoisme. Inilah perilaku yang secara luas dinamai komunikasi.1


Suatu mesin kelestarian bisa dikatakan telah berkomunikasi dengan mesin kelestarian lain bila tindakan itu mempengaruhi perilakunya atau kondisi sistem sarafnya. Ini bukan definisi yang ingin saya pertahankan untuk waktu yang lama, tapi cukup bagus untuk tujuan sekarang. Yang saya maksud pengaruh adalah pengaruh sebab-akibat langsung. Contoh komunikasi sangat banyak: bunyi burung, katak, dan jangkrik: ekor bergoyang-goyang dan rambut berdiri pada anjing; "seringai" pada simpanse; gerakan tubuh dan bahasa manusia. Sejumlah besar tindakan mesin kelestarian memajukan kesejahteraan gen-nya secara tidak langsung dengan mempengaruhi perilaku mesin kelestarian lainnya. Hewan-hewan melakukan begitu banyak cara untuk membuat komunikasi efektif. Kicau burung mempesona dan menyihir generasi demi generasi manusia. Saya telah menyebutkan lagu misterius paus bungkuk yang bahkan lebih rumit lagi, dengan jangkauannya yang luar biasa, frekuensi yang mencakup seluruh spektrum pendengaran manusia dari gemuruh subsonik hingga lengkingan ultrasonik. Jangkrik melipatgandakan lantangnya lagu dengan menyanyi di liang yang digali hati-hati berbentuk kerucut ganda yang melebar, atau seperti megaton.


Lebah menari dalam gelap untuk memberikan informasi yang akurat kepada lebah lain tentang arah dan jarak makanan, suatu pencapaian komunikasi yang hanya dapat disaingi oleh bahasa manusia.


Secara tradisional, pakar etologi menganggap bahwa sinyal komu¬nikasi berkembang demi kepentingan bersama baik pengirim maupun penerima. Misalnya, anak ayam mempengaruhi perilaku ibunya dengan berbunyi nyaring ketika tersesat atau kedinginan. Bunyi anak ayam biasanya memiliki efek langsung memanggil induk, yang lantas membimbing anak ayam kembali ke kawanannya. Perilaku itu bisa dikatakan berkembang demi kepentingan bersama dalam arti bahwa seleksi alam mendukung anak ayam yang menciap ketika terpisah dari rombongan, juga induk ayam yang menanggapi ciapan dengan tepat.


Jika ingin (meski tidak harus), kita dapat menganggap bahwa sinyal seperti ciapan di atas memiliki makna atau membawa informasi: dalam kasus ini, "Saya tersesat." Peringatan tanda bahaya yang diberikan oleh burung-burung, yang saya sebutkan dalam Bab 1, bisa dikatakan menyampaikan informasi, "Ada elang." Hewan yang menerima informasi tersebut dan bertindak berdasarkan itu diuntungkan. Oleh karena itu, informasi tersebut dapat dikatakan benar. Tapi apakah hewan pernah mengkomunikasikan informasi palsu; apakah hewan pernah berbohong?


Gagasan bahwa hewan berbohong rentan disalahpahami, maka saya harus mencoba mengantisipasinya. Saya ingat pernah menghadiri kuliah yang diberikan oleh Beatrice dan Allen Gardner tentang simpanse mereka yangterkenal bisa "berbicara", Washoe (menggunakan American Sign Language, bahasa isyarat Amerika, dan kemampuan itu berpotensi sangat menarik minat mahasiswa bahasa). Ada beberapa filsuf di antara penonton, dan dalam diskusi setelah kuliah, mereka sangat bersemangat dengan pertanyaan apakah Washoe bisa berbohong? Saya kira Beatrice dan dan Allen Gardner percaya ada hal-hal yang lebih menarik untuk dibicarakan dan saya setuju dengan mereka. Dalam buku ini, saya menggunakan kata-kata seperti "memperdaya" dan "berbohong" dalam arti yang jauh lebih lugas dibandingkan dengan yang dimaksud para filsuf. Mereka tertarik dengan niat sadar untuk menipu. Saya semata- mata berbicara hanya tentang efek yang secara fungsional setara dengan tipu daya. Jika burung menggunakan sinyal "Ada elang" ketika tidak benar-benar ada elang sehingga membuat rekan-rekannya kabur ketakutan, meninggalkan burung itu untuk menghabiskan semua makanan mereka, kita bisa mengatakan bahwa dia berbohong. Kita tidak akan bermaksud mengatakan bahwa si burung secara sengaja berniat melakukan tipu daya. Yang tersirat hanyalah bahwa si burung pembohong memperoleh makanan dengan mengorbankan burung- burung lain, dan alasan burung lain terbang menjauh adalah karena mereka bereaksi atas pekikan si pembohong yang seolah menandakan kehadiran elang.


Banyak serangga yang dapat dimakan, seperti kupu-kupu dari bab sebelumnya, memperoleh perlindungan dengan meniru penampilan luar serangga lain yang rasanya menjijikkan atau yang berbau menyengat. Kita sendiri sering tertipu dan menyangka bahwa lalat kibar yang bergaris kuning-hitam adalah lebah. Beberapa lalat peniru lebah bahkan lebih sempurna tipu dayanya. Pemangsa juga menipu. Ikan sungut gada menunggu dengan sabar di dasar laut, membaur dengan lingkungan sekitar. Satu-satunya bagian tubuhnya yang mencolok adalah secuil daging yang meliuk seperti cacing di ujung "kail" yang panjang, mencuat dari atas kepala. Bila ikan mangsa kecil datang mendekat, sungut gada akan membuat umpannya yang mirip cacing menari di depan si ikan kecil dan memikatnya hingga turun ke daerah mulut yang tersembunyi. Tiba-tiba ikan sungut gada membuka rahangnya, lalu ikan kecil tersedot masuk dan dilahap. Si sungut gada melakukan tipu daya, memanfaatkan kecenderungan ikan kecil untuk mendekati benda yang menggeliat seperti cacing. Sungut gada berkata, "Ini ada cacing" dan ikan kecil mana pun yang "percaya" dimangsa dengan cepat.


Beberapa mesin kelestarian mengeksploitasi hasrat seksual mesin kelestarian lain. Anggrek lebah memancing lebah untuk bersanggama dengan kelopak bunganya, karena bentuknya sangat mirip lebah betina. Yang didapatkan anggrek dari tipu daya itu adalah penyerbukan karena lebah yang tertipu oleh dua anggrek secara kebetulan akan membawa serbuk sari dari satu anggrek ke anggrek yang lain. Kunang-kunang (yang sebetulnya adalah kumbang) menarik pasangan dengan mengedip- ngedipkan cahaya. Setiap spesies memiliki pola kelip pendek-panjang tersendiri sehingga menghindarkan kebingungan pengenalan antarspesies dan konsekuensi hibridisasi yang berbahaya. Sama seperti pelaut yang melihat pola-pola kilasan lampu mercusuar tertentu, demikian juga kunang-kunang mencari kode pola kelip spesiesnya sendiri. Betina genus Photuris "menemukan" bahwa mereka dapat memikat pejantan genus Photinus jika menirukan kode kedipan cahaya Photinus betina. Ini yang mereka lakukan. Kala Photinus j an tan tertipu sehingga datang mendekat, secepat kilat dia dimakan oleh Photuris betina. Nyanyian Lorelei mungkin terlintas dalam pikiran,8 tapi orang


Cornwall, Inggris, pasti lebih teringat dengan cara-cara penjarah kapal pada masa lalu, menggunakan lentera untuk memikat kapal hingga mendekat ke karang-karang kemudian menjarah barang yang tumpah keluar dari kapal yang kandas.


Bilamana suatu sistem komunikasi berkembang, selalu ada bahaya bahwa sebagian pihak akan mengeksploitasi sistem itu untuk kepentingannya sendiri. Kalau memegang pandangan evolusi demi "kebaikan spesies", tentu kita menyangka bahwa pembohong dan penipu adalah spesies yang berbeda: pemangsa, buruan, parasit, dan sebagainya. Namun kita tak perlu heran bila kebohongan, tipu daya, dan eksploitasi komunikasi muncul kapan saja kepentingan gen individu yang berbeda- beda berpisah jalan. Ini akan mencakup individu-individu spesies yang sama. Seperti yang akan kita lihat, bahkan bisa saja anak-anak akan menipu induk, suami mengkhianati istri, dan saudara sekandung saling membohongi.


Bahkan kepercayaan bahwa sinyal komunikasi hewan awalnya berevolusi demi kepentingan bersama dan kemudian dimanfaatkan oleh pihak yang berniat buruk adalah kepercayaan yang terlalu sederhana. Bisa jadi semua komunikasi hewan mengandung unsur tipu daya sejak awal karena semua interaksi hewan melibatkan setidaknya suatu konflik kepentingan. Bab berikutnya akan memperkenalkan cara berpikir yang ampuh tentang konflik kepentingan dari sudut pandang evolusioner.



CATATAN AKHIR

1. Pernyataan seperti ini membuat para kritikus yang berpikir secara harfiah menjadi cemas. Mereka betul, tentu saja, ketika berkata otak berbeda dengan komputer dalam banyak hal. Metode kerja internal otak, misalnya, sangat berbeda dengan komputer jenis tertentu yang telah dikembangkan teknologi kita. Ini sama sekali tidak mengurangi kebenaran pernyataan saya tentang analogi keduanya dalam hal fungsi. Secara fungsional, otak melakukan peran seperti komputer—pengolahan data, pengenalan pola, penyimpanan data dalam jangka pendek dan panjang, koordinasi operasi, dan sebagainya.


Sementara kita membahas komputer, komentar saya tentang benda itu telah menjadi sesuatu yang usang—ini menakutkan atau memuaskan, tergantung pandangan Anda. Saya menulis bahwa, "Anda hanya dapat mengemas beberapa ratus transistor ke dalam tempurung kepala." Transistor kini dipasang dalam rangkaian terpadu. Jumlah transistor yang bisa dimasukkan ke dalam tengkorak hari ini bisa mencapai miliaran. Saya juga menyatakan bahwa komputer yang bermain catur telah mencapai standar amatir yang baik. Hari ini program catur yang mengalahkan semua orang, kecuali grand master, sudah bisa ditemukan dalam komputer rumah yang murah, sedangkan program-program terbaik kini menjadi tantangan serius bagi para grand master. Misalnya, berikt komentar koresponden catur untuk Spectator, Raymond Keene, dalam edisi 7 Oktober 1988:


Komputer mengalahkan pemain bergelar masih merupakan hal yang sensasional, tapi mungkin tak lama lagi tidak. Monster logam paling seram yang menantang otak manusia sejauh ini bernama "Deep Thought", tak pelak lagi suatu penghormatan bagi Douglas Adams. Aksi Deep Thought yang terakhir adalah meneror lawan-lawan manusianya dalam kejuaraan US Open pada Agustus di Boston. Saya belum tahu peringkat prestasi keseluruhan DT, yang akan menjadi pembuktian mutlak atas pencapaiannya dalam suatu kompetisi sistem Swiss terbuka, tapi saya telah melihat kemenangan Deep Thought yang mengesankan atas Igor Ivanov yang perkasa dari Kanada, seseorang yang pernah mengalahkan Anatoly Karpov! Ikuti baik-baik; bisa jadi inilah masa depan catur.


Paragraf di atas diikuti laporan mengenai langkah demi langkah permainan tersebut. Ini reaksi Keene untuk langkah Deep Thought ke-22 :


Langkah yang indah... Gagasannya adalah membawa ratu ke tengah... dan konsep itu mengarah ke kemenangan yang sangat cepat... Hasil yang mengejutkan... Sayap ratu hitam kini benar-benar dihancurkan oleh penetrasi ratu putih.


Langkah tanggapan Ivanov dijabarkan sebagai berikut:


Langkah putus asa, yang tak dipedulikan komputer dengan sombongnya... Penghinaan terbesar. DT mengabaikan ratunya yang dimakan, memilih bergerak untuk meraih skakmat dalam sekejap... Hitam menyerah.


Deep Thought tak hanya pemain catur kelas dunia. Menurut saya, yang hampir lebih mencengangkan adalah bahasa kesadaran manusia yang mesti digunakan komentatornya. Deep Thought digambarkan "dengan sombongnya tak mempedulikan" "langkah putus asa Ivanov". Deep Thought digambarkan "agresif". Keene menyebutkan bahwa Ivanov "mengharapkan" hasil tertentu, tapi bahasanya menunjukkan bahwa dia akan sama senangnya bila menggunakan kata seperti "mengharapkan" untuk Deep Thought. Secara pribadi saya menanti-nanti program komputer yang memenangkan kejuaraan dunia. Kemanusiaan membutuhkan pelajaran dalam soal kerendahan hati.


2. A for Andromeda dan sekuelnya, Andromeda Breakthrough, tidaklah konsisten tentang apakah peradaban antariksa itu berasal dari galaksi Andromeda yang sangat jauh, atau bintang yang lebih dekat dalam rasi Andromeda seperti yang saya katakan. Dalam novel pertama, planet itu ditempatkan sejauh 200 tahun cahaya, masih dalam lingkup galaksi kita sendiri. Namun, dalam sekuelnya, makhluk antariksa yang sama berlokasi di galaksi Andromeda, yang jaraknya sekitar 2 juta tahun cahaya. Pembaca saya dapat menggantikan "200" dengan "2 juta" sesuai selera. Untuk tujuan saya, relevansi cerita itu tetap sama.


Fred Hoyle, penulis senior kedua novel di atas, ialah seorang ahli astronomi terkemuka dan penulis cerita fiksi ilmiah favorit saya, The Black Cloud. Wawasan sains luar biasa yang dikerahkan dalam novel-novelnya sangat kontras dengan serentetan buku terbarunya yang ditulis bersama- sama dengan C. Wickramasinghe. Kesalahpahaman mereka dalam menafsirkan Darwinisme (sebagai teori yang hanya berisi kebetulan) dan serangan sengit mereka terhadap Darwin sendiri tidak membantu spekulasi mereka, yang menarik namun mustahil, tentang asal-usul kehidupan antarplanet. Para penerbit seharusnya paham bahwa keunggulan seorang ilmuwan dalam satu bidang tidak berarti dia ahli dalam bidang lain. Dan selama kesalahpahaman itu ada, ilmuwan unggul seharusnya menahan diri untuk tidak menyalahgunakannya.


3. Langkah strategis ini untuk membicarakan tumbuhan, atau hewan, atau gen, di mana seolah- olah dia secara sadar mengupayakan yang terbaik untuk meningkatkan keberhasilannya— misalnya, menggambarkan "pejantan sebagai penjudi dengan taruhan tinggi dan risiko tinggi dan betina sebagai investor yang bermain aman"—telah menjadi lazim di kalangan para ahli biologi yang sedang aktif. Ini adalah bahasa kepraktisan yang tidak berbahaya, kecuali kalau digunakan orang-orang yang tak dibekali pengetahuan cukup untuk memahaminya. Atau terlalu lengkap pengetahuannya sehingga salah memahaminya? Saya, misalnya, sama sekali tidak paham artikel yang mengkritik The Selfish Gene dalam jurnal Philosophy, oleh seseorang bernama Mary Midgley, sejak kalimat pertamanya: "Gen tidak bisa menjadi egois atau tak egois, tak ubahnya atom tak bisa cemburu, gajah tak bisa abstrak, atau biskuit tak bisa teleologis." Artikel saya, "In Defence of Selfish Genes" dalam edisi berikutnya di jurnal yang sama, merupakan tanggapan lengkap terhadap artikel yang keji dan berlebihan tersebut. Tampaknya beberapa orang, dengan perangkat filsafat yang berlebihan, tidak bisa menahan diri untuk tidak menggunakan ilmu mereka untuk mengorek-ngorek di tempat yang tak tepat. Saya teringat ucapan P.B. Medawar tentang daya tarik "fiksi filsafat" bagi "sejumlah besar manusia, kerap dengan selera keilmuan dan kesusastraan yang maju, yang terdidik jauh melampaui kapasitas mereka untuk melakukan pemikiran analitis."


4. Saya mendiskusikan gagasan tentang otak yang melakukan simulai dunia dalam Kuliah Gifford saya tahun 1988 yang berjudul "Worlds in Microcosm". Saya masih belum tahu pasti apakah gagasan itu benar-benar dapat membantu kita dengan masalah besar kesadaran itu sendiri, tapi saya mengaku saya senang gagasan itu menarik perhatian Sir Karl Popper dalam Kuliah Darwin- nya. Filsuf Daniel Dennett menawarkan teori kesadaran yang melangkah lebih jauh dengan kiasan simulasi komputer. Untuk memahami teori Dennett, kita harus memahami dua gagasan teknis dari dunia komputer: gagasan tentang mesin virtual dan perbedaan antara prosesor serial dan paralel. Pertama-tama saya harus menjelaskan keduanya terlebih dulu.


Komputer adalah mesin yang nyata, perangkat keras dalam kotak. Namun komputer menjalankan program yang membuatnya tampak seperti mesin lain, mesin virtual. Sejak lama, itu telah berlaku bagi semua komputer, namun komputer modern yang "ramah pengguna" memperjelas pokok gagasannya dengan sangat baik. Pada waktu penulisan buku ini, secara luas disetujui bahwa pemimpin pasar komouter ramah pengguna adalah Apple Macintosh. Keberhasilannya adalah berkat seperangkat program yang membuat mesin perangkat kerasnya—yang mekanismenya seperti komputer lain, sangat rumit dan tidak selaras dengan intuisi manusia— terlihat seperti mesin yang berbeda: mesin virtual. Mesin virtual ini khususnya dirancang untuk berhubungan dengan otak dan tangan manusia. Mesin yang dikenal sebagai Macintosh User Interface itu memang dapat dikenali sebagai mesin. Ada tombol dan pengendali yang dapat digeser seperti pada perangkat stereo hi-fi. Namun Macintosh juga mesin virtual. Tombol dan pengendali gesernya tidak terbuat dari logam atau plastik. Tombol dan pengendali itu adalah gambar di layar dan Anda menekan atau menggesernya dengan menggerakkan jari virtual di layar. Sebagai manusia Anda merasa penuh kendali karena Anda terbiasa menggerakkan apa saja di sekitar dengan menggunakan jari. Saya telah menjadi seorang pemrogram dan pengguna intensif berbagai komputer digital selama dua puluh lima tahun, dan saya dapat bersaksi bahwa menggunakan Macintosh (atau penirunya) merupakan pengalaman yang secara kualitatif berbeda dengan penggunaan jenis komputer apa pun yang lebih awal. Ada perasaan alami, tak perlu banyak berusaha; ibaratnya mesin virtual itu hampir seperti perpanjangan tubuh Anda sendiri. Hingga batas tertentu, mesin virtual itu memungkinkan Anda menggunakan intuisi, tak perlu melihat buku pedoman.


Sekarang saya beralih ke gagasan latar satunya lagi yang perlu kita ambil dari ilmu komputer, gagasan mengenai prosesor serial dan paralel. Komputer digital masa kini sebagian besar menggunakan prosesor serial. Komputer berprosesor serial memiliki satu pabrik kalkulasi yang terpusat, satu leher botol yang harus dilalui seluruh data saat diproses. Komputer dapat menciptakan ilusi seolah melakukan banyak hal secara bersamaan karena kerjanya begitu cepat. Komputer serial mirip master catur yang seolah bermain dengan dua puluh lawan "secara bersamaan" padahal sesungguhnya bergantian menghadapi lawan-lawannya. Tak seperti mastercatur itu, komputer berpindah-pindah tugas begitu cepat dan dengan diam-diam sehingga tiap pengguna manusia berilusi menikmati perhatian eksklusif sang komputer. Walau demikian, sesungguhnya komputer itu menanggapi para penggunanya secara berseri.


Baru-baru ini, sebagai bagian upaya untuk meningkatkan kecepatan kinerja yang lebih gila lagi, para insinyur telah membuat mesin prosesor paralel. Salah satunya adalah Edinburgh Supercomputer dan saya telah mendapat kehormatan untuk mengunjunginya. Superkomputer itu terdiri atas rangkaian paralel ratusan "transputer", yang masing-masingnya setara dengan kemampuan komputer desktop kontemporer. Superkomputer bekerja dengan mengambil permasalahan yang telah disiapkan, membagi-baginya menjadi tugas-tugas yang lebih kecil dan dapat ditangani secara independen, dan mengirimkan tugas-tugas itu kepada kelompok- kelompok transputer. Jajaran transputer mengambil setiap sub-masalah, memecahkannya, mengumpulkan jawaban, dan melapor untuk menerima tugas baru. Sementara itu, jajaran transputer lainnya juga memberikan laporan beserta solusi mereka. Dengan demikian, seluruh bagian superkomputer mendapatkan solusi akhir berkali-kali lipat lebih cepat ketimbang komputer serial biasa.


Saya berkata bahwa komputer serial biasa dapat menciptakan ilusi seolah menjadi prosesor paralel dengan memindah-mindah "perhatiannya" secara cukup cepat ke sejumlah tugas. Kita memang bisa mengatakan bahwa ada prosesor paralel v/rtua/yang duduk di atas perangkat keras serial. Gagasan Dennett adalah otak manusia melakukan hal yang persis sebaliknya. Perangkat keras otak pada dasarnya paralel, seperti mesin Edinburgh itu. Dan mesin itu menjalankan perangkat lunak yang dirancang untuk menciptakan ilusi pemrosesan serial: mesin virtual serial yang memproses secara berseri dan menempati arsitektur paralel. Ciri yang menonjol di pengalaman subjektif berpikir, menurut Dennett, adalah arus kesadaran "satu-demi-satu" yang berurutan, seperti karya James Joyce. Dennett percaya kebanyakan hewan tidak memiliki pengalaman serial dan menggunakan otak mereka dengan modus prosesor paralel yang tak berkembang. Tak diragukan bahwa otak manusia juga menggunakan arsitektur paralel secara langsung untuk beragam tugas rutin dalam rangka menjaga mesin kelestarian terus berdetak. Namun, di samping itu, otak manusia mengembangkan mesin virtual berperangkat lunak untuk simulasi ilusi prosesor serial. Akalbudi manusia, dengan arus kesadarannya yang berseri, adalah suatu mesin virtual; cara "ramah pengguna" untuk merasakan pengalaman menggunakan otak. Tak ubahnya "Macintosh User Interface" merupakan cara yang ramah pengguna untuk merasakan pengalaman menggunakan komputer fisik di dalam kotak abu-abu.


Kurang jelas mengapa kita, manusia, membutuhkan mesin virtual serial, ketika spesies lain tampak cukup senang dengan mesin paralel mereka yang polos. Mungkin ada sesuatu yang secara fundamental bersifat serial dalam tugas-tugas lebih sulit yang harus dilakukan oleh manusia, atau mungkin Dennett keliru ketika menganggap kita sendirian melakukannya. Lebih lanjut, Dennett percaya bahwa perkembangan perangkat lunak serial umumnya telah menjadi fenomena budaya; lagi-lagi tidak jelas bagi saya mengapa harus demikian. Namun, saya harus menambahkan bahwa, pada saat penulisan buku saya, makalah Dennett belum diterbitkan dan pemaparan saya berlandaskan ingatan atas Kuliah Jacobsen-nya pada 1988 di London. Saya sarankan agar pembaca menyimak pemaparan Dennett sendiri bila makalah itu diterbitkan, jangan mengandalkan keterangan dari saya yang pasti tak sempurna dan berdasarkan kesan, bahkan mungkin berlebihan.


Ahli psikologi Nicholas Humphrey juga telah mengembangkan hipotesis yang menggoda tentang bagaimana evolusi kemampuan simulasi boleh jadi telah berujung pada kesadaran. Dalam bukunya, The Inner Eye, Humphrey mengajukan secara meyakinkan bahwa hewan yang sangat sosial seperti kita dan simpanse telah menjadi ahli-ahli psikologi. Otak harus menangani dan membuat simulasi banyak aspek dunia. Namun sebagian besar aspek dunia cukup sederhana dibandingkan dengan otak itu sendiri. Hewan sosial hidup di dunia bersama hewan lainnya, dunia berisi calon pasangannya, saingannya, mitranya, dan musuhnya. Untuk bertahan hidup dan berhasil di dalam dunia seperti itu, Anda harus jago memprediksi apa yang akan dilakukan individu-individu lain selanjutnya. Memprediksi apa yang akan terjadi di dunia yang tidak bergerak adalah hal yang sepele dibandingkan dengan memprediksi apa yang akan terjadi di dunia yang sosial. Ahli psikologi akademis, bekerja secara ilmiah, sesungguhnya tidak begitu terampil memprediksi perilaku manusia. Kawan akrab, menggunakan gerakan halus otot-otot wajah dan isyarat lainnya, acapkali lebih pandai membaca serta menebak pikiran dan perilaku seseorang. Humphrey percaya bahwa keahlian "ahli psikologi alami" telah sangat berkembang di hewan sosial, hampir seperti mata tambahan atau organ rumit lainnya. "Mata batin" (inner eye) adalah organ sosial-psikologis yang berkembang, sama halnya dengan mata sesungguhnya sebagai organ visual.


Sejauh ini saya berpendapat bahwa penalaran Humprey amat meyakinkan. Humphrey melanjutkan dengan menyatakan bahwa mata batin bekerja dengan memeriksa diri (self-inspection). Setiap hewan melihat ke dalam dirinya, melihat perasaan dan emosinya sendiri, sebagai sarana untuk memahami perasaan dan emosi hewan lain. Organ psikologis itu bekerja dengan memeriksa diri. Saya tidak begitu yakin apakah saya setuju gagasan itu membantu kita memahami kesadaran, tapi Humphrey adalah seorang penulis yang elegan yang menulis karya persuasif.


5. Terkadang orang kesal mengenai gen "untuk" altruisme, atau perilaku lain yang sepertinya rumit. Mereka mengira (tapi keliru) bahwa dalam suatu pengertian kompleksitas perilaku pastilah tercakup dalam gen tersebut. Bagaimana bisa ada satu gen untuk altruisme kalau yang dilakukan gen adalah menyandi satu rantai protein? Demikian mereka bertanya. Namun, bicara soal gen "untuk" sesuatu sesungguhnya adalah bicara soal perubahan di gen yang menyebabkan perubahan sesuatu. Satu perbedaan genetis, yang mengubah beberapa rincian molekul dalam sei, menyebabkan perbedaan dalam proses embrionik yang sudah rumit, dan dengan demikian dalam perilaku pula.


Misalnya, di burung, gen mutan "untuk" tindakan altruisme memberi makan saudara (adik) sesarang jelas tidak akan menjadi satu-satunya yang bertanggungjawab atas pola perilaku rumit yang sama sekali baru. Gen itu justru akan mengubah pola perilaku yang sudah ada dan mungkin sudah rumit. Mungkin pendahulu dalam kasus ini adalah perilaku induk. Burung sudah memiliki perangkat saraf rumit yang diperlukan untuk memberi makan anak. Perilaku ini, pada gilirannya, dibangun sepanjang bergenerasi-generasi seiring evolusi yang perlahan, tahap demi tahap, dari leluhur hingga mereka sendiri. (Kebetulan, mereka yang skeptis tentang gen untuk pemberian makan oleh saudara sering tidak konsisten: mengapa mereka tidak bersikap skeptis tentanggen untuk pemberian makan oleh indukyangsama rumitnya?) Pola perilaku yangsudah ada—dalam hal ini pemberian makan oleh induk—akan diperantarai oleh aturan sederhana seperti, "Beri makan semua yang berciap dan menganga di sarang." Maka, gen "untuk memberi makan adik-adik" dapat bekerja dengan mempercepat usia ketika aturan sederhana itu mulai dilaksanakan. Bayi burung yang membawa gen memberi makan adik sebagai mutasi baru akan sekadar mengaktivasikan aturan "beri makan"-nya sedikit lebih awal ketimbang burung biasa. Burung itu akan memperlakukan siapapun yang berciap dan menganga di sarang induknya— adik-adiknya sendiri—seolah-olah mereka berciap dan menganga di sarangnya sendiri atau anak-anaknya. Jauh dari inovasi perilaku rumit yang sama sekali baru, "memberi makan adik" awalnya muncul sebagai varian tipis dalam pengaturan waktu perkembangan perilaku yang sudah ada. Seperti yang kerap terjadi, sesat pikir muncul bila kita melupakan pentingnya gradualisme dalam evolusi, fakta bahwa evolusi penyesuaian makhluk hidup melangkah maju melalui perubahan struktur yang ada dalam langkah demi langkah.


6. Jika ada catatan kaki dalam buku aslinya, maka salah satunya akan dicurahkan untuk menjelaskan—seperti yang dilakukan dengan cermat oleh Rothenbuhler sendiri—bahwa hasil penelitian lebah itu tidaklah rapi dan apik. Dari banyak koloni yang menurut teori seharusnya tidak memperlihatkan perilaku higienis, satu koloni melakukannya. Dalam ungkapan Rothenbuhler sendiri, "Kami tidak dapat mengabaikan hasil ini, betapapun inginnya, tapi kami mendasarkan hipotesis genetis itu ke data lainnya." Mutasi di koloni anomali adalah penjelasan yang memungkinkan, meski belum tentu benar.


7. Sekarang saya tidak puas dengan penjelasan mengenai komunikasi hewan tersebut. John Krebs dan saya telah mengemukakan argumen kami dalam dua artikel bahwa sebagian besar sinyal hewan sebaik-baiknya dianggap tidak bersifat informatif dan tidak pula memperdaya, tapi manipulatif. Sinyal adalah alat hewan memanfaatkan kekuatan otot hewan lainnya. Nyanyian burung bulbul bukanlah informasi, apalagi informasi yang memperdaya. Bebunyian itu adalah wicara yang persuasif, menghipnotis, dan menyihir. Argumen semacam itu dibawa ke kesimpulan logisnya dalam The Extended Phenotype, dan sebagiannta saya rangkum dalam Bab 13 buku ini. Krebs dan saya berpendapat bahwa sinyal berevolusi dari hubungan timbal-balik antara apa yang kami sebut pembacaan pikiran dan manipulasi. Amotz Zahavi menggunakan pendekatan yang sangat berbeda terhadap seluruh perkara sinyal hewan. Dalam catatan di Bab 9, saya mendiskusikan pandangan Zahavi secara jauh lebih simpatik dibandingkan dalam edisi pertama buku ini.


8. Lorelei dalam legenda Jerman dikaitkan dengan bunyi yang keluar dari tebing-tebing batu di tepi laut atau sungai besar, disebabkan adanya tiupan angin. Dalam legenda, bunyi itu dikatakan sebagai nyanyian putri duyung, Lorelei, yang memikat kapal-kapal untuk mendekat. Kemudian kapal-kapal tersebut hancur karena menabrak batu karang di bawah tebing. (Penerj.)

Comments

Membaca dimana & kapan saja

DAFTAR BUKU

The Subtle Art Of No Giving a Fuck - Mark Manson - 01

Intelligent Investor - Benjamin Graham - 00

Soros Unauthorized Biography - Robert Slater - 27

Sapiens - Yuval Noah Harari - 01

Intelligent Investor - Benjamin Graham - 01

A Man for All Markets - Edward O.Thorp - 01

The Subtle Art Of No Giving a Fuck - Mark Manson - 02