Intelligent Investor - Benjamin Graham - 03

BAB 3
Seabad Sejarah Pasar Saham: 
Level Harga Saham pada Awal 1972

Portofolio investor dalam bentuk saham biasa mencerminkan gambaran kecil dari sebuah institusi besar dan kuat yang disebut dengan pasar saham. Seorang investor harus memahami sejarah pasar saham, terutama tentang adanya fluktuasi harga yang besar dan beragamnya hubungan antara harga saham secara keseluruhan dengan laba dan dividen. Dengan pemahaman ini, ia akan berada dalam posisi yang baik untuk membuat penilaian tentang daya tarik atau bahaya yang ada di pasar pada berbagai titik waktu. Secara kebetulan, data statistik tentang harga, laba, dan dividen bisa ditelusuri hingga 100 tahun ke belakang, tahun 1871. (Data setengah periode pertama tidak selengkap atau seakurat pada setengah periode kedua, namun tetap bisa digunakan.) Dalam bab ini kami akan menyajikan angka angka tersebut, dalam bentuk yang sangat dipadatkan, dengan dua objek untuk diamati. Yang pertama memperlihatkan perilaku saham secara umum dalam tahapan peningkatannya melalui banyak siklus di abad lalu. Yang kedua memperlihatkan gambaran berupa rata rata sepuluh tahunan secara berurutan, tak hanya dari harga saham, tetapi juga laba dan dividen, untuk menunjukkan beragamnya hubungan antara ketiga faktor penting tersebut. Dengan berlimpahnya data ini sebagai latar belakang, kita akan melihat tingkat harga saham pada awal tahun 1972.
Sejarah panjang pasar saham diringkas ke dalam dua tabel dan satu diagram. Tabel 3-1 menggambarkan titik terendah dan tertinggi dari 19 siklus beerisb dan buffish pasar selama 100 tahun terakhir. Kami menggunakan dua indeks di sini. Indeks pertama mewakili kombinasi studi awal oleh Ccwfes Commiss/on pada tahun 1870, yang telah disambung dan berlanjut hingga sekarang ini berupa indeks gabungan 500 saham Standard &. Poor's. Indeks kedua lebih terkenal, yaitu Dow/ Jones Industrial Average (DJIA, atau "Dow"), yang dimulai sejak tahun 1897; Dow terdiri dari 30 perusahaan, yang salah satunya adalah American Telephone &. Telegraph dan 29 perusahaan industri besar lainnya. 1
Diagram I, ditampilkan atas izin dari Standard &. Poor's, menggambarkan fluktuasi pasar dari indeks 425 saham industrial dari tahun 1900 hingga 1970. (Diagram DJIA seperti ini juga tampak sangat mirip.) Pembaca akan melihat tiga pola yang cukup jelas, masing-masing meliputi sepertiga dari 70 tahun yang ditampilkan. Pola pertama mulai sejak 1900 hingga 1924, dan sebagian besarnya menunjukkan suatu rangkaian dari siklus pasar yang cukup mirip, berlangsung dari tiga hingga lima tahun. Kenaikan tahunan pada periode ini rata-rata hanya sekitar 3%. Kita terus ke "Era Baru" pasar butfish, yang mencapai puncak pada tahun 1929, diiringi oleh kejatuhan yang sangat buruk setelahnya dan diikuti oleh fluktuasi tak beraturan hingga tahun 1949. Membandingkan tingkat rata-rata tahun 1949 dengan 1924, kita bisa mendapatkan tingkat kenaikan tahunan hanya lVz%; dengan demikian pada akhir periode kedua kita men-
dapatkan bahwa publik tidak memiliki antusiasme sama sekali pada saham biasa. Dengan hukum berkebalikan, tiba waktunya untuk dimulainya pasar paling besar di dalam sejarah, ditunjukkan pada sepertiga terakhir diagram. Fenomena ini telah mencapai puncaknya pada bulan Desember 1968 dengan indeks sebesar 118 untuk 425 saham industri Standard & Poor's (dan 108 untuk 500 saham gabungan). Seperti yang ditunjukkan Tabel 3-1, terjadi sejumlah kemunduran penting antara tahun 1949 sampai dengan tahun 1968 (khususnya pada tahun 1956-1957 dan 1961-1962), namun pemulihan setelahnya sangat cepat sehingga disebut (secara semantik) sebagai resesi dalam satu pasar bu"fsh, dan tidak dipisahkan menjadi satu siklus pasar tersendiri. Antara level rendah 162 untuk "Dow pada per tengahan tahun 1949 dan level tinggi 995 pada awal tahun 1966, terjadi kenaikan enam kali lipat lebih dalam 17 tahun—dengan tingkat gabungan 11% per tahun, tak termasuk dividen sebesar, katakan, 372% per tahun. (Kenaikan indeks gabungan Standard &. P-oor's lebih besar daripada kenaikan DJIA—antara 14 hingga 96.)
Berbagai return, baik 14% maupun lebih ini didokumentasikan pada tahun 1963, dan setelahnya, dalam studi yang banyak dipublikasikan.  2 Tercipta kepuasan yang wajar di Wall Street atas berbagai prestasi cemerlang tersebut, berikut keyakinan yang sedikit tidak logis dan berbahaya bahwa hasil secemerlang itu diharapkan juga bisa diperoleh dari saham biasa di masa datang. Tampaknya tak banyak orang yang menyangka bahwa tingginya tingkat kenaikan yang terjadi merupakan indikasi kenaikan yang membahayakan. Penurunan yang terjadi kemudian dari posisi tinggi pada tahun 1968 ke posisi rendah tahun 1970 sebesar 36% untuk indeks komposit Standard &. Poor's (dan 37% untuk DJIA). Itu merupakan penurunan tertinggi setelah sempat mencapai 44% yang diderita pada periode 1939-1940. yang mencerminkan kerusakan dan ketidakpastian setelah peristiwa Pearl Harbor. Dengan cara dramatis seperti ciri khas Wall Street, level rendah pada bulan Mei 1970 diikuti oleh pemulihan masif dan cepat pada kedua indeks, dan tercapainya posisi tertinggi sepanjang masa untuk Standard &. Poor's industrial pada awal 1972. Tingkat kenaikan harga tahunan antara 1949 dan 1970 sekitar 9% untuk S &. P komposit (atau indeks industri), meng¬gunakan angka rata-rata untuk kedua tahun. Kenaikan tingkat harga tahunan tersebut, tentu saja, jauh lebih besar ketimbang periode serupa sebelum tahun 1950. (Namun, pada dasawarsa terakhir, tingkat kenaikan harga jauh lebih rendah—574% untuk indeks gabungan S &. P dan hanya angka familiar 3% untuk DJIA.)
Catatan pergerakan harga harus ditambah dengan angka-angka laba dan dividen terkait, untuk memperoleh gambaran menyeluruh terhadap apa yang terjadi di dalam ekonomi kita selama sepuluh dasawarsa. Kami sajikan ringkasan seperti ini dalam Tabel 3-2 (hal. 71). Kami berharap sebagian besar pembaca mempelajari seluruh angka ini dengan baik, namun bagi sebagian kecil lainnya kami harap angka-angka tersebut menarik dan memberi pelajaran.
Kami komentari sebagai berikut: Seluruh angka se¬lama satu dasawarsa penuh meratakan fluktuasi dari tahun ke tahun dan memberikan gambaran umum adanya pertumbuhan yang teratur. Dari sembilan setelah dasawarsa pertama, hanya dua menunjukkan penurunan laba dan rata-rata harga (pada tahun 1891-1900 dan 1931-1940), dan tak satu pun dasawarsa setelah 1900 menunjukkan penurunan rata-rata dividen. Namun, tingkat pertumbuhan pada ketiga kategori cukup bervariasi. Secara umum, kinerja setelah Perang Dunia II sangat baik dibandingkan dengan dasawarsa- dasawarsa sebelumnya, namun kenaikan pada tahun 1960- an kurang bergaung ketimbang tahun 1950-an. Investor sekarang tidak bisa menggunakan catatan ini untuk menghitung persentase keuntungan yang dapat ia harapkan dari laba, dividen, dan harga sepuluh tahun mendatang. Namun, catatan ini memberikan dorongansemangat yang ia butuhkan untuk membuat kebijakan investasi saham biasa yang konsisten.
Akan tetapi, ada satu poin yang harus dijelaskan di sini tidak diungkapkan dalam tabel. Tahun 1970 ditandai oleh kehancuran nyata postur laba secara keseluruhan perusahaan-perusahaan AS. Tingkat laba terhadap modal investasi jatuh hingga ke persentase terendah sejak masa Perang Dunia. Yang tak kalah mencolok adalah kenyataan bahwa banyak perusahaan yang melaporkan kerugian pada tahun tersebut; banyak yang mengalami "masalah keuangan", dan untuk pertama kali dalam tiga dasawarsa sejumlah perusahaan penting mengalami kebangkrutan. Fakta-fakta ini dan juga lainnya telah mendorong munculnya pernyataan di atas   bahwa era £>oon?/ng besar telah sampai ke titik akhir pada tahun 1969-1970.
Fitur mencolok dari Tabel 3-2 adalah perubahan ra¬sio harga/laba sejak Perang Dunia II." Juni 1949, indeks saham gabungan S &. P dijual hanya 6,3 kali laba 12 bulan terakhir;, pada bulan Maret 1961 rasionya 22,9 kali. Begitu pula, imbal hasil dividen pada indeks S &. P jatuh dari lebih dari 7% pada tahun 1949 menjadi 3,0% pada tahun 1961. Hal itu kontras dengan kenyataan bahwa tingkat bunga obligasi kelas-atas naik dari 2,60% ke 4,50% pada periode yang sama. Ini merupakan titik balik sikap publik paling luar biasa sepanjang sejarah pasar saham.
Bagi orang yang memiliki pengalaman panjang dan naluri tajam, perubahan dari satu titik ekstrem ke titik ekstrem lain memberi peringatan keras akan adanya bahaya yang mengancam di depan. Mereka langsung dicekam kenangan buruk akan pasar ijuf'ish pada tahun 1926-1929 dan peristiwa tragis yang menyusul setelahnya. Namun, ketakutan ini tidak dikuatkan oleh peristiwa yang terjadi. Benar, harga penutupan DUA pada tahun 1970 sama dengan 6V2 tahun sebelumnya, dan yang banyak disebut-sebut sebagai "Soa-r/iog Sdrt-es" terbukti sebagian besar merupakan serangkaian kenaikan tajam dan kemudian menurun kembali. Namun tak ada peristiwa, baik pada bisnis maupun harga saham, yang bisa menandingi pasar beansfi dan depresi tahun 1929-1932.

Level Pasar Saham pada Awal Tahun 1972

Dengan ringkasan satu abad saham, harga, laba, dan dividen di depan mata Anda, mari kita coba menarik beberapa kesimpulan tentang level 900 DJIA dan 100 S &. P pada bulan Januari 1972.
Dalam setiap edisi buku kami sebelumnya, kami telah membahas level pasar saham pada waktu penulisan, dan berusaha keras untuk menjawab pertanyaan apakah level tersebut terlalu tinggi untuk pembelian konservatif. Barangkali bila kesimpulan yang kami buat dalam edisi-edisi sebelumnya dari buku ini dibahas kembali di sini, akan berguna untuk memberikan informasi tambahan bagi pembaca. Ini tak sepenuhnya merupakan praktik menghukum diri. Pengkajian ulang ini akan memberi semacam jaringan penghubung yang mengaitkan berbagai tahap pasar saham dalam dua puluh tahun terakhir, dan juga gambaran nyata tentang berbagai kesukaran yang dihadapi siapa pun yang mencoba membuat penilaian faktual dan kritis tentang level pasar pada saat ini. Pertama, mari kita baca kembali ringkasan analisis tahun 1948, 1953, dan 1959 yang kami cantumkan dalam edisi tahun 1965:
Pada tahun 1948, kami menggunakan standar konservatif terhadap level 180 Dow Jones, dan tidak menemukan kesulitan dalam memperoleh kesimpulan bahwa level itu tidak terlalu tinggi dalam kaitannya dengan nilai-nilai pokok. Ketika kami mendekati permasalahan ini pada tahun 1953, level rata-rata pasar pada tahun tersebut telah mencapai 275, ada kenaikan 50% lebih dalam lima tahun. Kami mengajukan pertanyaan yang sama kepada diri

kami-"apakah menurut kami level 275 untuk DJIA terlalu tinggi atau tidak untuk suatu investasi sehat?" Melihat kenaikan spektakuler yang terjadi setelahnya, aneh rasanya untuk melaporkan bahwa sama sekali tidak mudah bagi kami untuk memperoleh kesimpulan yang definitif sehubungan dengan daya tarik level tahun 1953. Kami memang berkata, dengan nada yang cukup positif, bahwa dari sudut pandang indikasi nilai (va/ue rndicat/ons)—•panduan utama investasi kami—kesimpulan tentang harga saham tahun 1953 menunjukkan kondisi menguntungkan." Namun, kamâ prihatin dengan kenyataan bahwa pada tahun 1953 indeks mengalami kenaikan selama periode yang lebih lama dibandingkan sebagian besar pasar bu/ftsh di masa lalu, dan level absolutnya berada pada titik sangat tinggi. Membandingkan faktor-faktor ini dengan penilaian value kami yang positif, kami menyarankan kebijakan yang hati-hati dan mau berkompromi. Ternyata, ini tidak bisa digolongkan sebagai nasihat yang brilian. Seorang peramal yang baik tentunya akan bisa meramal bahwa level pasar akan naik 100% dalam lima tahun ke depan. Barangkali kami harus menambahkan pembelaan diri bahwa sedikit sekali orang, itu pun kalau profesinya adalah meramal pasar saham—yang justru bukan merupakan profesi kami—yang memiliki firasat lebih baik ketimbang perkiraan kami.
Awal 1959, kami mendapati DJIA berada pada level tertingginya yaitu 584. Analisis panjang kami yang berasal dari semua sudut pandang bisa diringkas sebagai berikut (dari halaman 59 edisi tahun 1959): "Singkatnya, kami merasa perlu menyatakan kesimpulan bahwa harga saham sekarang berada pada tingkat berbahaya. Level ini sangat berpotensi membahayakan karena harga-harga berada pada tingkat yang terlalu tinggi. Namun, walaupun bukan ini masalahnya, momentum pasar sekarang pun tanpa bisa dicegah lagi tengah membawanya ke tingkat yang tidak dapat dibenarkan. Jujur saja, kami tidak bisa membayangkan pasar di masa datang tidak akan pernah mengalami kerugian serius. Dan di dalamnya, setiap orang yang masih hijau akan dijamin mendapatkan laba yang tinggi dari saham yang dibelinya."
Peringatan yang kami sampaikan pada tahun 1959 bisa dijelaskan dengan lebih baik dalam edisi setelahnya ketimbang sikap yang kami tunjukkan terhadap masalah ini pada tahun 1954. Namun, itu pun masih jauh dari pembenaran secara penuh. DJIA naik menjadi 685 pada tahun 1961; kemudian jatuh sedikit di bawah level 584 (ke 566) dalam tahun yang sama; naik lagi menjadi 735 pada akhir tahun 1961; dan kemudian turun hingga nyaris menimbulkan kepanikan ke level 536 pada Mei 1962, dengan kerugian 27% dalam periode singkat, enam bulan. Pada saat yang sama, terjadi penyusutan yang jauh lebih serius pada saham-saham terpopuler, yakni "saham sedang tumbuh" (growtf) stoeks)—terbukti dengan kejatuhan tajam pemimpin utama pasar, International Business Machine (IBM), dari posisi 607 pada Desember 1961 hingga titik rendah 300 pada bulan Juni 1962.
Periode ini menyaksikan bencana total se¬rangkaian saham perusahaan kecil yang baru diterbitkan—dijuluki '?ot /ssues—yang ditawarkan ke publik dengan harga sangat tinggi dan kemudian terus didorong naik oleh spekulasi liar hingga ke level yang bisa dikatakan hampir tidak waras. Kebanyakan dari saham ini kehilangan 90% nilai pasarnya hanya dalam beberapa bulan.
Kolaps pada yang terjadi tahun 1962 tersebut menimbulkan kebingungan, jika tak bisa dikatakan malapetaka, bagi kebanyakan orang yang menamai dirinya spekulator dan barangkali bagi orang-orang yang lebih ceroboh lagi yang menyebut diri mereka "investor". Namun, titik balik yang terjadi kemudian pada tahun itu juga, samatak terduganya oleh komunitas keuangan. Indeks rata-rata pasar saham kembali naik dengan urutan kejadian sebagai berikut:


Pemulihan dan kenaikan kembali harga-harga saham biasa terlihat sangat luar biasa dan merevisi sentimen Wall Street. Ketika indeks ada pada posisi rendah pada tahun 1962, berbagai prediksi secara dominan menunjukkan kondisi pasar yang beansfi, dan setelah pemulihan parsial hingga ke akhir tahun prediksi menjadi beragam, bahkan condong ke arah skeptis. Namun, pada awal tahun 1964, optimisme natural perusahaan pialang kembali tampak; hampir semua ramalan menunjukkan kondisi pasar buffish, dan itu terus berlanjut ketika harga saham terus naik pada tahun 1964.
Kami kemudian melakukan pekerjaan menilai level pa¬sar saham bulan November 1964 (892 untuk DJIA). Setelah membahasnya secara mendalam dari berbagai sudut, kami memperoleh tiga kesimpulan utama. Pertama, standar (penilaian) lama tampaknya tidak bisa diterapkan; namun standar yang baru juga belum teruji. Kedua investor harus mendasarkan kebijakannya pada adanya ketidakpastian yang besar. Pada satu sisi, ke-mungkinannya mencakup semua batas terjauh dari kenaikan lebih lanjut dan berkepanjangan dari level pasar—katakan sebesar 50%, atau hingga level 1350 untuk DJIA; atau pada sisi lain, terjadinya kolaps yang sama besarnya tanpa peringatan, membawa indeks saham gabungan menuju, katakan, 450 (hal. 63). Kesimpulan ketiga dinyatakan secara lebih jelas. Kami berkata: "Kasarnya, jika tingkat harga tahun 1964 itu tidak terlalu tinggi, bagaimana kita bisa mengatakan bahwa tingkat harga mana pun adalah terlalu tinggi?" Bab tersebut ditutup sebagai berikut:

ARAH MANA YANG HARUS DITEMPUH
Investor tidak boleh menyimpulkan bahwa level pasar tahun 1964 adalah berbahaya hanya karena ia membacanya dalam buku ini. Mereka harus membandingkan logika yang kami berikan dengan logika berlawanan yang diberikan oleh orang yang paling kompeten dan berpengalaman di Wall Street. Pada akhirnya, setiap orang harus membuat keputusannya sendiri dan bertanggung jawab atas konsekuensinya. Namun., kami sarankan bahwa jika investor ragu arah mana yang harus ia tempuh,, ia harus mengambil jalur hati-hati. Prinsip-prinsip investasi,, seperti dikemukakan di sini, membutuhkan kebijakan berikut ini berdasarkan kondisi tahun 1964, dengan urutan urgensi:

1,    Jangan meminjam untuk membeli atau memiliki sekuritas.
2,    Jangan menambah proporsi dana yang disimpan dalam bentuk saham biasa.
3,  Bila perlu kurangi kepemilikan saham biasa dan membatasinya maksimum 50% dari keseluruhan portofolio. Pajak atas capita/ ga/D (laba yang didapat) harus dibayar dengan benar, dan sisa uang harus diinvestasikan pada obligasi berkualitas nomor satu atau disimpan sebagai tabungan.

Investor yang untuk beberapa lama telah memiliki program pembelian paket-paket saham dengan harga yang lebih rendah daripada pembelian sebelumnya averaging), logisnya dapat memilih untuk melanjutkan pembelian berkala tersebut tanpa perubahan, atau menunda pembelian hingga level pasar dirasakan tak lagi berbahaya. Kami sangat tidak merekomendasikan keinginan untuk memulai rencana doHar-averaging yang baru pada level akhir tahun 1964, karena banyak investor tidak akan memiliki stamina untuk mengejar skema seperti itu jika hasil yang diperoleh segera setelahnya terlihat sangat tak menguntungkan.
Saat ini kami bisa mengatakan bahwa kehati- hatian kami berdasar. Indeks DJIA naik kurang lebih 11%, menjadi 995, namun jatuh tidak beraturan hingga level rendah 632 pada tahun 1970, dan mencapai 839 pada akhir tahun tersebut. Kejatuhan yang sama juga terjadi pada harga "fiot /ssues"—berupa penurunan sebesar    90%—seperti
yang terjadi pada kemunduran tahun 1961-62. Lalu, seperti yang dikemukakan di bagian Pendahuluan, keseluruhan gambaran keuangan telah berubah ke arah berkurangnya antusiasme dan bertambahnya keraguan. Satu fakta bisa meringkas keseluruhan cerita: DJIA ditutup tahun 1970 pada level yang lebih rendah dibandingkan dengan enam tahun sebelumnya—untuk pertama kalinya terjadi sejak 1944.
Seperti itulah usaha kami untuk mengevaluasi berbagai level pasar saham sebelumnya. Adakah yang bisa kami dan pembaca ambil jadi pelajaran dari peristiwa-peristiwa tersebut? Kami beranggapan bahwa level pasar berada dalam kondisi baik untuk investasi pada tahun 1948 dan 1953 (namun terlalu berhati-hati pada tahun 1953), "berbahaya" pada tahun 1959 (584 untuk DJIA), dan "terlalu tinggi" (892) pada tahun 1964. Semua penilaian ini bisa dipertahankan, bahkan hingga hari ini dengan argumen yang tepat. Namun, meragukan apakah semua penilaian itu sama bergunanya dengan nasihat lainnya yang biasa kami buat—yang memihak pada kebijakan saham biasa yang konsisten dan terkendali di satu sisi, dan meredam keinginan untuk
"mengalahkan pasar" atau "memilih pemenang" di sisi lain.
Bagaimanapun juga kami pikir pembaca bisa menarik beberapa manfaat dari pertimbangan yang diperbarui tentang level pasar saham—saat ini di akhir tahun 1971—walau apa yang kami katakan akan lebih menarik ketimbang berguna secara praktis, atau lebih bersifat indikatif ketimbang konklusif. Ada satu paragraf bagus pada awal EI/MCS karya Aristoteles yang bunyinya "Adalah tanda pemikiran orang terpelajar untuk mengharapkan tingkat ketepatan yang dituntut oleh suatu ilmu tertentu. Sama tak masuk-akalnya untuk semata-mata menerima kesimpulan yang belum pasti dari seorang matematikawan atau meminta tindakan fisik pada seorang orator." Pekerjaan seorang analis keuangan berada di suatu tempat sekitar titik tengah antara pekerjaan seorang matematikawan dan orator.
Di beberapa titik waktu berbeda pada tahun 1971, DJIA berada di posisi 892, sama dengan level November 1964 yang kami bahas di dalam edisi sebelumnya. Namun, dalam studi statistik masa sekarang, kami memutuskan untuk menggunakan level harga dan data relevan untuk indeks gabungan Standard &. Poor's (atau S & P 500), karena lebih komprehensif dan representatif dibandingkan 30 saham DJIA. Kami akan berkonsentrasi pada perbandingan materi ini saat penerbitan empat edisi buku kami sebelumnya—yaitu akhir tahun 1948, 1953, 1958, dan 1963—ditambah dengan tahun 1968;. untuk tingkat harga berjalan kami akan menggunakan angka 100 untuk kemudahan, yang tercatat di berbagai waktu pada tahun 1971 dan awal tahun 1972. Data yang menonjol ditunjukkan di Tabel 3-3. Untuk angka laba, kami sajikan angka akhir tahun lalu dan rata-rata dari tiga tahun kalender; untuk dividen 1971 kami gunakan angka dua belas bulan terakhir; dan untuk tingkat bunga obligasi serta harga w/?o/esa/el971 kami gunakan kondisi pada bulan Agustus 1971.
Rasio harga/laba tiga tahun dalam pasar saham, lebih rendah pada bulan Oktober 1971 dibandingkan dengan akhir tahun 1963 dan 1968. Rasionya kurang lebih sama dengan tahun 1958, namun jauh lebih tinggi ketimbang tahun-tahun awal pasar buffish. Indikator penting ini, bila berdiri sendiri, tidak bisa ditafsirkan untuk mengindikasikan bahwa pasar memang tinggi pada Januari 1972. Namun., ketika imbal hasil bunga obligasi berkualitas tinggi dimasukkan ke dalam perhitungan, implikasinya menjadi jauh kurang menggembirakan. Pembaca bisa melihat dari tabel bahwa rasio return saham (laba/harga) dibandingkan dengan return obligasi telah memburuk sepanjang seluruh periode. Sehingga, mengikuti kriteria ini, angka pada Januari 1972 kurang menguntungkan untuk saham ketimbang tahun-tahun sebelumnya yang dianalisis. Ketika imbal hasil dividen dibandingkan dengan imbal hasil obligasi, kami menemukan bahwa hubungannya sama sekali terbalik antara tahun 1948 dan 1972. Pada tahun awal, saham memberikan imbal hasil dua kali lebih besar ketimbang obligasi; sekarang obligasi memberi imbal hasil dua kali lipat, bahkan lebih besar lagi, dibandingkan dengan saham.
Penilaian akhir kami adalah bahwa perubahan berlawanan arah pada rasio imbal hasil obligasi/saham sepenuhnya mengimbangi rasio harga/laba yang meningkat di akhir tahun 1971, berdasarkan angka laba tiga tahun. Dengan demikian, pandangan kami tentang level pasar pada awal tahun 1972 cenderung sama dengan tujuh tahun yang lalu—yaitu bahwa level tersebut tidak menarik dari sudut pandang investasi konservatif. (Ini juga berlaku untuk sebagian besar rentang harga tahun 1971 DJIA: antara,katakan, 800 dan 950.)
Dari segi pergerakan pasar, gambaran tahun 1971 tampaknya akan tetap menjadi salah satu pemulihan tak teratur dari kemunduran buruk yang terjadi pada tahun 1969-1970. Pada masa lalu, pemulihan seperti ini telah mendorong tahapan baru pasar buffi&h yang berulang dan berkelanjutan, dimulai pada 1949. (Ini adalah ekspektasi umum di Wall Street sepanjang tahun 1971.) Setelah pengalaman buruk yang diderita oleh publik pembeli saham biasa berkualitas rendah yang ditawarkan dalam siklus 1968-1970, adalah masa yang terlalu dini (pada tahun 1971) bagi terjadinya kembali fluktuasi saham terbitan baru. Oleh karena itu, tandatanda yang biasanya memberi peringatan akan segera munculnya bahaya di pasar berkurang sekarang, seperti halnya ketika DJIA berada di level 892 pada November 1964, yang dibahas dalam edisi terdahulu. Karena itu, secara teknis, ekspektasi masa datang tampaknya lebih cenderung ke arah kenaikan tajam jauh melebihi level 900 DJIA sebelum terjadinya kemunduran atau kolaps berikutnya. Namun., kami tidak bisa mendiamkan saja masalah tersebut, walaupun barangkali itulah yang sebaiknya kami lakukan. Bagi kami, sikap acuh-tak acuh yang ditunjukkan oleh pasar pada awal tahun 1971 terhadap peristiwa mengerikan kurang dari setahun sebelumnya adalah tanda yang mengkhawatirkan. Bisakah ketidakpedulian seperti itu tak berakibat buruk? Kami pikir investor harus siap untuk datangnya masa-masa sulit—mungkin berupa berulangnya penurunan tahun 1969-1970 dengan cepat, atau mungkin dalam bentuk pasar buffish mendadak, dan diikuti oleh bencana terjadinya kolaps. 3
Arah Mana yang Harus Ditempuh
Kembali ke apa yang kami katakan pada edisi terdahulu, yang disajikan ulang di halaman 75. Ini adalah pandangan kami di tingkat harga yang sama—katakan 900—untuk DJIA pada awaltahun 1972 seperti halnya pada akhir tahun 1964.


KOMENTAR BAB 3


Anda harus berhati-hati jika tidak tahu tujuan Anda, karena bisa saja Anda tak akan pernah sampai ke sana.

— Yogi Berra


OMONG KOSONG PASAR BULLISH

Dalam bab ini, Graham menunjukkan kehebatan ramalannya. Ia melihat dua tahun ke depan, meramal "malapetaka" pasar heansij tahun 1973-1974, tahun ketika saham-saham di AS kehilangan 37% dari nilainya.  Ia bahkan juga melihat lebih dari dua dasawarsa di masa datang, mengalahkan logika para guru pasar dan buku-buku laris yang bahkanbelum ada semasa hidupnya.
Inti argumen Graham adalah, seorang investor pintar tak akan pernah meramal masa datang hanya dengan merujuk pada masa lalu. Sayangnya, persis itulah kesalahan yang dilakukan oleh pakar demi pakar pada dekade 1990-an. Serangkaian buku-buku idealis muncul mengikuti jejak buku Stocks fo-r Long Run (1994) yang dituis profesor keuangan Wharton, Jeremy Siegel—yang mencapai puncak dengan munculnya Dow 36.000 karya James Glassman dan Kevin Hassett, lalu David Elias menulis Dow 40.000 dan Charles Kadlec dengan Dow 100.000 (semuanya diterbitkan pada tahun 1999). Para peramal berpendapat bahwa saham-saham memiliki return tahunan rata-rata 7%setelah inflasi sejak tahun 1802. Oleh karena itu. mereka menyimpulkan, nilai itulah yang akan didapat oleh investor di masa datang.
Sejumlah pasar bulfish menjadi makin berlarut-larut. Karena saham "selalu" mengalahkan obligasi dalam periode mana pun selama setidaknya 30 tahun, saham mestinya memiliki risiko lebih rendah dibandingkan dengan obligasi atau bahkan kas yang disimpan di bank. Lalu jika Anda bisa mengeliminasi semua risiko kepemilikan saham hanya dengan menyimpannya dalam waktu cukup lama, mengapa kemudian Anda bertele-tele mempersoalkan berapa uang yang Anda keluarkan untuk membeli saham itu sejak awal? (Untuk tahu alasannya, lihat kotak pada halaman 82.)
Pada 1999 dan awal 2000, omong kosong pasar bu/fi&h bisa didengar di mana-mana:
•    7 Desember 1999, Kevin Landis, Manajer Portofolio Firsthand mutua/ funds, muncul dalam wawancara jarak jauh CNN Mo/rej/Z/ne. Ditanya apakah saham-saham perusahaan telekomunikasi nirkabel dinilai terlalu tinggi—dengan banyaknya saham jenis itu diperdagangkan berkali-kali lipat di atas nilai laba perusahaannya—Landis menjawab dengan penuh antisipasi. "Itu bukan obsesi," balasnya. "Lihat total pertumbuhan, nilai absolut pertumbuhan. Besar sekali."
•    18 Januari 2000, Robert Froelich, Chief Ahli Strategi Investasi Kemper Funds, menyatakan dalam Wall Street Journal: "Ini adalah orde baru dunia. Kita melihat orang membuang semua saham perusahaan bagus yang memiliki orang-orang bagus dan visi bagus karena harga saham perusahaan-perusahaan tersebut terlalu tinggi—itu adalah kesalahan paling buruk yang dibuat oleh investor."
•    Dalam BusinessWeek edisi 10 April 2000, Jeffrey M. Applegate, saat itu Chief Ahli Strategi Investasi Lehman Brothers, bertanya secara retorik. "Apakah hari ini lebih berisiko dibandingkan dengan dua tahun lalu hanya karena harga-harga terlalu tinggi? Jawabannya adalah tidak."
Namun., jawaban yang benar adalah /a. Telah selalu begitu. Selamanya akan begitu.
Dan ketika Graham bertanya, "Bisakah ketidakpedulian macam itu tak berakibat buruk-" ia tahu bahwa jawaban pasti atas pertanyaan tersebut adalah tidak. Layaknya dewa Yunani yang marah, pasar saham telah menghancurkan siapa saja yang percaya bahwa return tinggi pada akhir 1990-an adalah berkah yang jatuh dari langit. Perhatikan bagaimana jadinya ramalan-ramalan Landis, Froelich, dan Applegate:

•    Dari tahun 2000 hingga 2002, saham nirkabel favorit
Landis yang paling stabil, Nokia, kehilangan "hanya" 67%—sedangkan yang    paling buruk,   Winstar Communications, kehilangan 99,9% nilainya.

•    Saham favorit    Froelich—Cisco    Systems dan
Motorola—jatuh lebih dari 70% pada akhir tahun 2002. Investor mengalami kerugian lebih dari S400 miliar hanya dari Cisco saja—melebihi total pendapatan nasional tahunan Hong Kong, Israel, Kuwait, dan Singapura sekaligus.

•    Pada April 2000, ketika Applegate mengajukan pertanyaan retoriknya, indeks DJIA ada pada level 11.187; Indeks Gabungan NASDAQ 4.446. Akhir 2002, DJIA tersendat-sendat sekitar angka 8.300, sedangkan NASDAQ merosot menjadi sekitar 1.300—melenyapkan semua keuntungan selama enam tahun sebelumnya.


YANG TERGEMUK BERTAHAN

Ada kelemahan fatal dalam argumen bahwa saham "selalu" lebih baik ketimbang obligasi dalam jangka panjang. Angka-angka yang dapat dipercaya sebelum tahun 1871 tidak ada. Indeks yang digunakan untuk menyajikan return tahun-tahun paling awal pasar saham AS hanya terdiri dari sebanyak tujuh (benar-benar tujuh!) saham.
Namun, pada tahun 1800 ada sekitar 300 perusahaan di Amerika (kebanyakan di antaranya ibarat internet versi zaman Jefferson abad ke-18: gerbang tol kayu dan jalur jalur sungai). Sebagian besar bangkrut, dan investornya bahkan harus menjual celana mereka.
Namun., indeks saham mengabaikan semua perusahaan yang bangkrut pada tahun-tahun awal, suatu masalah yang secara teknis disebut dengan "cara bertahan aneh" (surv/vorsfi/p b-a s). Jadi, berbagai indeks ini mendongkrak habis-habisan hasil yang diperoleh investor sebenarnya—investor tanpa daya lihat 20/20 yang diperlukan untuk mengetahui dengan pasti tujuh saham mana yang harus dibeli. Sebagian kecil perusahaan, termasuk Bank of New York dan J.P. Morgan Chase, tetap terus sejahtera sejak dekade 1790-an. Namun, bagi setiap perusahaan yang dengan ajaib bisa selamat, ada ribuan bencana keuangan seperti Dismal Swamp Canal Co., Pennsylvania Cultivation of Vines Co., dan Snicker's Gap Turnpike Co.—semuanya terdepak dari indeks saham "historis".
Data Jeremy Siegel menunjukkan bahwa, setelah inflasi, dari tahun 1802 sampai dengan 1870, saham memperoleh keuntungan 7,0% per tahun, obligasi 4,8% per tahun, dan kas 5,1% per tahun. Namun, Elroy Dimson dan kolega-koleganya di London Business School mengestmasikan bahwa return saham sebelum tahun 1871 dinyatakan terlalu tinggi setidaknya 2 poin persentase pertahun.  Dalam keadaan sebenarnya, pada masa itu, saham tidak lebih baik ketimbang uang kas dan obligasi—dan bahkan justru sedikit lebih buruk.

MAKIN TINGGI POSISINYA, MAKIN KERAS JATUHNYA

Sebagai penangkal mujarab terhadap omong kosong pasar Du">:sP macam ini, Graham mengimbau investor pintar untuk mengajukan sejumlah pertanyaan sederhana dan skeptis. Haruskah kinerja saham di masa depan selalu sama dengan kinerja masa lalunya? Ketika setiap investor percaya bahwa saham dijamin bisa menghasilkan uang dalam jangka panjang, bukankah pada akhirnya itu membuat harga pasar menjadi luar biasa tinggi? Kalau hal itu terjadi, bagaimana mungkin returo di masa datang bisa menjadi tinggi"3
Jawaban Graham, seperti biasa, berakar pada logika dan pemahaman umum. Nilai setiap investasi adalah, dan akan selalu, merupakan fungsi dari harga yang Anda bayar untuk investasi itu. Pada akhir 1990-an, inflasi berkurang, laba korporat tampaknya akan    dan
sebagian besar dunia ada dalam situasi damai. Namun, itu bukan berarti—dan tak akan pernah berarti—bahwa saham pantas untuk dibeli pada harga berapa pun. Oleh karena laba yang bisa diperoleh perusahaan ada batasnya, harga yang seharusnya bersedia dibayar oleh investor juga mesti ada batasnya.
Coba Anda renungkan ini: Michael Jordan mungkin adalah pemain basket terbesar sepanjang masa, dan ia menarik penggemar ke dalam Stadion Chicago seperti magnet raksasa. Chicago Bulls bisa dikatakan membayar Jordan dengan harga miring $34 juta per tahun untuk memantul-mantulkan bola di lantai kayu stadion. Namun, itu tidak berarti bahwa Bulls bertindak benar bila membayar Jordan sebesar S340 juta, atau $3,4 miliar, atau $34 miliar per musim.

BATAS OPTIMISME

Berfokus pada returo terkini pasar ketika kondisi pasar menjanjikan, Graham memperingatkan, akan mencetuskan "kesimpulan yang tidak logis dan berbahaya bahwa hasil bagus yang sama seperti sekarang diharapkan juga akan bisa diperoleh dari saham biasa di masa datang." Sejak tahun 1995 sampai 1999, ketika pasar naik setidaknya 20% per tahun—suatu lonjakan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah Amerika—para pembeli saham menjadi terlalu optimistis

•    Pada pertengahan 1998, investor yang disurvei oleh Gallup Organization untuk perusahaan pialang PaineWebber mengekspektasi portofolio mereka akan memberikan perolehan rata-rata sekitar 13% tahun depan. Pada awal 2000, ekspektasi return rata-rata mereka melompat naik menjadi lebih dari 18%.

•    "Profesional tingkat tinggi" pun punya sifat tak kalah bu/fefj-nya, mendongkrak asumsi mereka sendiri tentang return masa datang. Pada 2001, misalnya, SBC Communications menaikkan proyeksi retum dari program pensiun (pens/or) pfen) mereka dari 8,5% menjadi 9,5%. Pada 2002, ekspektasi tingkat return rata-rata program pensiun dari berbagai perusahaan yang terdaftar dalam indeks Standard &. Poor's 500 telah mencapai rekor tertinggi, yaitu 9,2%

Peristiwa yang terjadi setelah itu menunjukkan ben¬cana besar akibat antusiasme berlebihan:
•    Gallup mendapati pada 2001 dan 2002 bahwa ekspektasi retum satu tahunan rata-rata saham jatuh menjadi 7—walaupun investor sekarang bisa membeli dengan harga nyaris 50% lebih rendah dibandingkan harga tahun 2000.

•    Berbagai asumsi membabi-buta tentang retum program pensiun mereka mengakibatkan perusahaan- perusahaan dalam daftar S &. P 500 tersebut mengalami kerugian minimal sebesar 332 miliar antara tahun 2002 dan 2004, menurut estimasi terbaru Wall Street.

Walaupun semua investor tahu bahwa mereka seharusnya membeli dengan harga murah dan menjual dengan harga tinggi, dalam praktiknya, mereka justru terpaksa melakukan hal sebaliknya. Peringatan Graham dalam bab ini sederhana: "Dengan hukum yang berlawanan." makin antusias investor akan pasar modal dalam jangka panjang, makin jelas mereka terbukti salah dalam jangka pendek. 24 Maret 2000, nilai total pasar saham AS mencapai puncak pada angka 314,75 triliun. 9 Oktober 2002, hanya 30 bulan kemudian, total pasar saham AS bernilai 37,34 triliun, atau jatuh 50,2%—rugi 57,41 triliun. Sementara itu, banyak ahli pasar modal dengan getir mengindikasikan situasi pasar heansfi, dengan memprediksi akan terjadinya returr? pasar yang datar atau negatif selama bertahun-tahun—bahkan berpuluh tahun—ke depan.
Pada titik ini, Graham mengajukan satu pertanyaan sederhana Mengingat betapa buruknya kesalahan para "ahli" terakhir kali mereka sepakat tentang sesuatu, mengapa seorang investor pintar mesti memercayai mereka sekarang?

APA SELANJUTNYA?

Sekarang., mari kita abaikan hiruk-pikuk tersebut dan kita pikirkan return masa datang sebagaimana Graham akan melakukannya. Kinerja pasar saham bergantung pada tiga faktor

•  pertumbuhan riil (kenaikan laba dan dividen pe¬rusahaan)
•  pertumbuhan inflasioner (kenaikan umum harga- harga dalam keseluruhan perekonomian)
• pertumbuhan spekulatif—atau penurunan (setiap peningkatan atau penurunan selera publik investor terhadap saham).

Dalam jangka panjang, pertumbuhan tahunan laba per saham perusahaan memiliki rata-rata 1,5% sampai 2% (tanpa menghitung inflasi).  Pada awal 2003, inflasi berkisar pada angka 2,4% per tahun; imbal hasil dividen saham adalah 1,9%. Sehingga,

                      1,5% hingga 2%
+ 2,4%
+ 1,9%
                      = 5,8% hingga 6,3%

Dalam jangka panjang, ini berarti Anda bisa mengharapkan saham menghasilkan returr? rata-rata 6% (atau 4% setelah inflasi). Jika publik investor kembali menjadi serakah dan membuat harga saham naik lagi, maka demam spekulatif tersebut akan mendorong return menjadi lebih tinggi secara temporer. Jika, ternyata, investor ketakutan, seperti pada dekade 1930-an dan 1970-an, return saham akan turun secara temporer. (Itu yang kita alami tahun 2003.)
Robert Shiller, seorang profesor keuangan dari Yale University, mengatakan bahwa Graham memberi inspirasi pada pendekatan penilaian (valuasi) yang ia gunakan. Shiller membandingkan harga berjalan indeks saham Standard &. Poor's 500 dengan rata-rata laba perusahaan selama 10 tahun terakhir (setelah inflasi). Dengan melihat catatan historis, Shiller menunjukkan bahwa ketika rasionya jauh melebihi nilai 20, pasar biasanya akan menghasilkan return yang buruk setelah itu; ketika rasionya turun jauh di bawah nilai 10, saham biasanya akan menghasilkan keuntungan yang bagus. Awal 2003, menurut perhitungan Shiller, sahamdihargai sekitar 22,8 kali rata-rata laba dikurangi inflasi dasawarsa lalu—masih dalam zona bahaya, namun jauh di bawah level tak wajar, yakni 44,2 kali laba Desember 1999.
Bagaimana kinerja pasar di masa lalu jika dinilai de¬ngan tingkat harga hari ini? Gambar 3-1 menunjukkan sejumlah periode masa lalu ketika saham berada pada posisi serupa, dan bagaimana perjalanannya selama periode 10 tahun berikutnya
Jadi, dari level valuasi yang serupa dengan nilai awal tahun 2003, pasar saham kadang-kadang menunjukkan kinerja sangat baik pada 10 tahun berikutnya, kadang-kadang buruk, dan terkadang membingungkan. Saya pikir Graham, sebagai orang konservatif, akan memisah perbedaan antara return terendah dan paling tinggi di masa lalu dan meramalkan bahwa sepanjang dasawarsa berikutnya saham akan memberikan return kurang-lebih 6% per tahun., atau 4% setelah inflasi. (Menariknya, ramalan tersebut cocok dengan estimasi yang kita peroleh sebelumnya, ketika kita menjumlahkan pertumbuhan riil, pertumbuhan inflasioner, dan per-tumbuhan spekulatif.) Dibandingkan dengan dasawarsa 1990-an, 6% tidak berarti apa-apa. Namun, itu sedikit lebih baik daripada keuntungan yang dihasilkan dari obligasi—dan cukup beralasan bagi kebanyakan investor untuk mempertahankan saham sebagai bagian dari portofolio t er di versi fikasi. 


Namun., ada pelajaran kedua dari pendekatan Graham. Satu-satunya hal yang bisa Anda yakini ketika meramal return saham masa depan adalah bahwa Anda bisa saja salah total. Satu-satunya kebenaran pasti yang diajarkan oleh masa lalu kepada kita adalah bahwa masa datang akan selalu mengejutkan kita—selalu! Sebagai konsekuensi dari hukum sejarah keuangan tersebut, pasar akan sangat mengejutkan orang-orang yang paling meyakini pandangan mereka tentang masa datang adalah tepat. Tetap ragu akan kemampuan meramal Anda, seperti juga Graham, akan membuat Anda menghindari pengambilan risiko besar, mengingat ramalan Anda tentang masa depan mungkin sama sekali salah.
Jadi, mohon, turunkan ekspektasi Anda—namun te¬tap jaga agar jangan sampai menghilangkan semangat Anda. Bagi investor pintar, harapan akan selalu ada. karena memang demikianlah adanya. Dalam pasar uang, makin buruk kelihatannya masa datang, makin baik biasanya kenyataannya. Seorang sinis sekali waktu berkata kepada G. K. Chesterton, novelis dan penufe esai dari Inggris, "Orang yang diberkati adalah orang-orang yang tidak mengharapkan apa-apa, karena ia tak akan kecewa." Balasan Chesterton-3 "Orang yang diberkati adalah orang yang tidak mengharapkan apa-apa, karena ia akan menikmati segalanya."


Comments

Membaca dimana & kapan saja

DAFTAR BUKU

The Subtle Art Of No Giving a Fuck - Mark Manson - 01

Intelligent Investor - Benjamin Graham - 00

Soros Unauthorized Biography - Robert Slater - 27

Sapiens - Yuval Noah Harari - 01

Intelligent Investor - Benjamin Graham - 01

A Man for All Markets - Edward O.Thorp - 01

The Subtle Art Of No Giving a Fuck - Mark Manson - 02